BANDARLAMPUNG- Langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Lampung yang membentuk dewan etik untuk menindaklanjuti permasalahan lembaga survei Rakata Institute disikapi serius oleh Dr. Eko Kuwanto. Direktur Eksekutif Rakata Institute ini memutuskan melaporkan KPU Lampung ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Laporan ini sesuai surat tanda terima pengaduan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu No. 109/IV-P/L-DKPP/2018. Surat tanggal 2 Mei 2018 ini diterima staf DKPP atas nama Aditya Hermawan.

“Surat ke KPU Lampung tadi sudah saya sampaikan beserta lampiran tanda terima laporan DKPP,” tutur Eko Kuswanto saat dikonfirmasi wartawan koran ini via whatsapps.

Menurut Eko Kuswanto, laporan ke DKPP ini disampaikan menindaklanjuti surat panggilan sidang nomor 580/HM.03.1-Und/03.2/Prov/IV/2018 tanggal 30 April 2018.

“Perlu kami sampaikan bahwa mengingat Rakata Institute belum menjadi subjek hukum sebagaimana diatur PKPU No. 8/2017 dan saat ini Rakata Institute sedang menguji pernyataan Ketua KPU Lampung dalam keputusan membentuk dewan etik lembaga survei Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Lanmpung tahun 2018 terhadap Rakata Institute berdasarkan norma mengenai integritas, kehormatan, kemandirian dan kredibilitas penyelenggara pemilu di DKPP, maka dengan kami belum dapat menghadiri panggilan untuk menghadap Dewan Etik Lembaga survei hingga mendapat keputusan DKPP,” tulis Eko dalam suratnya No 017/SP/RI-LPG/V/2018 yang ditujukan kepada Ketua KPU Lampung tertanggal 2 Mei 2018.

Seperti diberitakan Ketua KPU Lampung, Nanang Trenggono, sebelumnya mengaku pihaknya menerima laporan dari masyarakat terkait lembaga survei rakata institute yang dianggap ilegal dalam melaksanakan survei di masyarakat. “Iya menerima laporan dari masyarakat. Memang kalau terkait lembaga survei lapornya kepada KPU, kalau lapor kepada Bawaslu juga boleh,” katanya di Kantor KPU Provinsi Lampung.

Atas masalah ini, Nanang menegaskan akan melakukan pleno untuk melakukan pembentukan dewan etik. Tujuannya mengklarifikasi dari segi sumber pembiayaan, metodelogi penelitiannya, dan banyak hal lainnya.  “Dewan etik ada 5 orang, kalau tidak salah dari kalangan akademisi perguruan tinggi, tokoh masyarakat dan penyelenggara pemilu. Kalau dari akademisi kita minta salah satu ahli statistik yang pernah melakukan survei pada saat forum rektor zaman dulu yang sering melakukan survei dan pararel vote tabulations atau quick qount,” kata akademisi FISIP Unila ini.

Pembentukan dewan etik agar betul-betul adil bukan hanya untuk publik tapi juga lembaga surveinya. Namun yang pasti adalah untuk kepastian bagi masyarakat Lampung dalam proses Pilgub Lampung. “Memang idealnya lembaga survei itu mendaftar di KPU karena diatur dengan tegas,” katanya.(red/net)