MESUJI – Dukungan dihapusnya kebijakan Nota Dinas Bupati Mesuji Khamamik, yang dinilai akademisi salah kaprah terus mengalir. Setelah Aparatur Sipil Negara (ASN), rekanan, SKPD, dan DPRD yang mengeluh dan setuju dihapus. Kali ini, Dewan Adat sekaligus pendiri Kabupaten Mesuji yang angkat bicara. Muaranya sama, Nota Dinas dianggap merugikan masyarakat dan sikap Khamamik dinilai �Sembrono�.

Terpisah, Khamamik masih �ngotot� dan mengklaim menyelamatkan uang 98 milyar dengan nota dinas. Statement tersebut berbalik, DPRD kembali bertanya, dan Khamamik belum menjawabnya.

Pakar Hukum menilai Nota Dinas diduga jadi celah potensi korupsi. Alasannya rasional, publik tidak bisa mengawasi aktifitas di dalam Rumah Dinas Bupati, karena privasi dan terpusat disatu orang (Bupati). Pegiat anti Korupsi meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)��Jeli��melihat Nota Dinas, karena janggal dan satu-satunya di provinsi Lampung.

�Ya Dewan Adat mendukung dihapus, masyarakat dirugikan, Mesuji ini mau dibuat apa? Khamamik harus mengubah sikapnya, jangan �Sembrono� dan semaunya saja,� ucapnya Mat Jaya, Ketua Dewan Adat Mesuji. (1/5).

Mat Jaya menambahkan, masyarakat pribumi sangat kecewa dengan Bupati Mesuji. Selain tidak memperhatikan Adat Istiadat, Khamamik juga dituding tidak berkoordinasi, dan berdiskusi dengan Dewan Adat

�Tidak ada sikap Khamamik peduli pada Adat Istiadat Mesuji, mengapa yang lain ada, Mesuji sendiri tidak diperhatikan? Khamamik berada disini harusnya mengerti, ada yang memperjuangkan dan berkorban berdirinya Mesuji ini, ada kepanitiannya yang berjuang selama 3,5 tahun, saya, Ismail Ishak (Alm), dan Agus Harahap.�, tambahnya.

�Sampai saat ini kami tidak pernah diajak diskusi, apalagi dipanggil, seperti apa dan mau dibawa kemana Mesuji ini? Apakah ini sikap selayaknya seorang Bupati? Jangan �disembronokan�, Masyarakat Pribumi kecewa dengan Sikapnya.

Ditanya terkait Empat (4) fraksi yang sepakat menghapus nota dinas, Pendiri Kabupaten Mesuji ini tegas menjawab mendukung. Namun, Mat Jaya meminta agar DPRD juga berkoordinasi, jangan semaunya saja.

�Setiap acara dan paripurna, Dewan Adat dan Tokoh tidak pernah diundang, kapan Meresmikan Kantor Bupati dan DPRD ? Jangan enak-enak duduk saja�, pungkasnya.

Sementara,�Anggota DPRD Kabupaten Mesuji Fraksi Golkar, Parsuki, mempertanyakan keberadaan uang tersebut. “Jika bisa menyelamatkan uang negara Rp 98 miliar, lalu di mana uang itu? Digunakan untuk apa? Disetorkan ke mana?�, kata Parsuki, (29/4).

Sedangkan, Dosen Pendidikan Budaya Anti Korupsi Poltekkes Tanjung Karang, Gindha Anshori Wayka berpendapat, �ketika tugas dan fungsi Bupati seperti itu, artinya Bupati seperti Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) yang bertindak selaku Bendahara Umum Daerah (BUD), dan tugasnya seperti Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD)�, ucapnya.

�Dasarnya sudah jelas, dalam PP Nomor 58 Tahun 2005, Bupati bukan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD), tetapi Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah (PKPKD). Kewenangannya PKPKD menetapkan kebijakan, menetapkan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), menetapkan bendahara, dan menetapkan pejabat yang bertugas. Inikan aneh, dia menugaskan pejabat, tetapi dia juga yang melakukannya, akhirnya tugas kesehariannya seperti Kepala BPKAD yang melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna anggaran, Kepemimpinan secara Hukum tidak berjalan�, tambahnya.

Gindha menambahkan, �Pelimpahan kekuasaan yang ada harus dilaksanakan untuk memudahkan pengawasan �Bancaan� seperti yang dikatakan Bupati di media. Ketika Bupati masih �Ngotot� melakukan itu, perlu ditanyakan ada apa ? Justru diduga ada celah korupsi disana karena aktifitas lebih terstruktur dan terpusat disatu orang (Bupati), dan tidak ada yang bisa mengawasi kegiatan di Rumah Dinas Bupati. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harusnya��Jeli��melihat hal janggal seperti ini, karena ini satu-satunya di Lampung, pungkasnya.�(tim/red).