LAMPUNG – Maraknya bullying, tawuran, kriminalitas, hingga kasus femisida tidak bisa hanya dilihat sebagai kesalahan individu atau lemahnya penegakan hukum.

Menurut Erwin Remy, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Serikat Petani Indonesia (DPW SPI) Lampung, Minggu (17/8/2025), fenomena tersebut adalah cermin dari krisis kepemimpinan dan kebijakan politik di negeri ini, yang juga berimbas langsung kepada kehidupan petani di pedesaan.

“Ketika korupsi merajalela, dana publik yang seharusnya untuk pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan rakyat justru hilang. Rakyat kecil, termasuk petani, semakin terhimpit, kesenjangan melebar, dan frustrasi sosial meningkat. Kondisi inilah yang menjadi salah satu penyebab tidak langsung munculnya kekerasan di masyarakat,” ujarnya.

Erwin menjelaskan, kebijakan yang tidak berkeadilan membuat rakyat kecewa dan apatis, sementara arogansi pemimpin memberi teladan buruk. Akibatnya, kekerasan dianggap wajar dan diwariskan dari atas ke bawah.

“Bullying di sekolah, tawuran antarwarga, kriminalitas jalanan, hingga femisida, semuanya adalah gambaran dari budaya kekerasan yang lahir akibat ketidakadilan struktural. Di desa-desa, petani pun tidak lepas dari dampaknya: harga hasil panen yang tidak adil, alih fungsi lahan, hingga tekanan dari kebijakan yang tidak berpihak kepada mereka,” tegasnya.

Erwin menyampaikan, situasi ini hanya bisa diperbaiki jika ada kepemimpinan yang berintegritas dan kebijakan publik yang pro-rakyat dan pro-petani. Ia juga menekankan pentingnya pemberantasan korupsi secara nyata, penguatan pendidikan moral sejak dini, serta partisipasi rakyat dalam mengawasi kekuasaan.

“Politik yang kotor melahirkan masyarakat penuh kekerasan. Namun sebaliknya, dengan politik yang bersih dan adil akan menumbuhkan masyarakat yang damai, petani yang sejahtera, dan desa yang makmur. Perbaikan wajah politik bukan hanya tugas elit, tetapi tanggung jawab bersama seluruh rakyat,” pungkas Erwin.

(Iman/Rilis)