Oleh: Timbul Priyadi S.H.,Μ.Η *)
PADA sekitar delapan bulan yang lalu tepatnya pada Ahad dinihari (24/11/2024) Alm GRO (17) pelajar salah satu SMK di kota Semarang Jawa Tengah tewas diduga akibat ditembak terdakwa Aipda Robig, anggota Satnarkoba Polrestabes Semarang dan saat ini sidang perkara tersebut sedang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Semarang.
Dari beberapa berita online dan tayangan berita Youtube serta konfirmasi dari Advokat Zainal Petir, telah terjadi tindakan arogansi dan intimidasi terhadap Saksi V, seorang anak yang menjadi saksi kunci dalam kasus penembakan pelajar tersebut.
Saksi V diperebutkan oleh Zainal Petir yang telah mendapat kuasa dari Kel. Saksi V untuk mendampingi Saksi V (sebelumnya juga selaku kuasa hukum Kel. Alm GRO) dengan seorang pria bertubuh tegap di depan Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Selasa, (1/7/2025).
Bermula saat Petir mengajak Saksi V masuk ke pengadilan, tetapi tidak diperbolehkan dan dihalang-L halangi oleh pria itu. Sehingga terjadi tarik-menarik antara Petir dan pria itu untuk memperebutkan Saksi V.
“Saksi V merupakan saksi di bawah umur, keluarganya telah memberikan kuasa kepada saya. Ketika saya ajak masuk malah disandera tidak boleh saya ajak,” ujar Petir dikutip dari Tribun Jateng.
Aksi tarik-menarik itu terjadi mulai dari pintu gerbang kantor pengadilan hingga di depan area ruang tunggu persidangan. Tangan Saksi V terus dipegangi oleh pria itu dan baru dilepas ketika Petir menunjukkan surat kuasanya. Bahkan Pria itu baru pergi setelah tim Kuasa hukum Aipda Robig Zaenudin, polisi yang diduga menembak GRO, sempat melerai.
Petir menyebut V dihadirkan dalam persidangan itu oleh pihak terdakwa Robig untuk meringankan. Robig.
“Jadi V ini dugaannya dikonstruksikan Aipda Robig hendak menyelamatkan orang lain karena adal ancaman korban bisa meninggal dunia, tetapi dihadapan Majelis Hakim, V bersikap sebaliknya dalam kesaksiannya. Dia mengaku tidak ada tawuran dan tidak mendapatkan luka akibat sajam,” ujar Petir.
Menurut Petir, aksi intimidasi yang diduga dilakukan oleh kepolisian sudah terjadi sejak malam harinya. Pada pagi harinya V dijemput beberapa polisi agar menghadiri persidangan. Petir menyebut, berdasarkan keterangan keluarga, V juga sempat dibawa berkeliling dan makan siang bahkan saat keluarga V mengatakan karena V masih dibawah umur keluarga telah mengkuasakan kepada Zainal Petir untuk menjadi kuasa hukum dan memberikan pendampingan kepada V namun mereka sempat berkata untuk tidak usah menghubunginya (Zainal Petir).
“Mereka diduga anggota Polrestabes Semarang, di Satuan Reserse Narkoba, temannya terdakwa. Robig,” kata Petir.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut:
PERTAMA, Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban pada pokoknya mengatur tentang mekanisme dan jaminan perlindungan kepada saksi dan korban, untuk bebas dari rasa takut dan ancaman dalam mengungkapkan suatu peristiwa tindak pidana. Dalam memberikan kesaksian, saksi dan korban
memiliki sejumlah hak yang harus dipenuhi untuk memastikan perlindungan dan keadilan mereka dapat terpenuhi. Hak saksi dan korban diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang di antaranya mengatur mengenai jaminan saksi dan korban dalam memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya; bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya; memberikan keterangan tanpa tekanan; mendapat nasihat hukum; dan/atau Mendapat pendampingan.
KEDUA, bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang secara khusus mengatur perlindungan terhadap anak yang terlibat dalam proses peradilan, baik sebagai pelaku, korban, maupun saksi.
Merujuk pada ketentuan tersebut maka meskipun persidangan Terdakwa Aiptu Robig dilangsungkan dalam persidangan pemeriksaan biasa namun mengingat saksi V adalah anak di bawah umur maka perlakuan terhadap V hendaknya juga tetap memperhatikan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Bentuk perlindungan terhadap anak saksi diantaranya diatur di dalam ketentuan Pasal 23 ayat (2) UU SPPA: bahwa dalam pemeriksaan, anak saksi wajib didampingi oleh orang tua/wali atau orang yang dipercaya. Dalam Undang-Undang ini juga mengatur mengenai jaminan Keselamatan diantaranya berupa: Perlindungan mencakup jaminan keselamatan fisik, mental, dan sosial; Pemeriksaan. Terpisah: Anak saksi dapat diperiksa di tempat yang terpisah dari terdakwa dewasa, atau dengan cara lain yang dapat meminimalkan dampak psikologis; Perlindungan dari Tekanan: Perlindungan juga mencakup upaya untuk membebaskan anak dari segala bentuk ancaman atau tekanan yang dapat mempengaruhi kesaksiannya.
KETIGA, bahwa mencermati atas insiden tarik menarik antara Petir dan seorang pria yang diduga. anggota kepolisian Polrestabes Semarang yang memperebutkan Saksi V serta kejadian sebelumnya. yaitu beberapa orang yang diduga anggota kepolisian Satuan Narkoba Polrestabes Semarang sebagaimana keterangan kel. V yang disampaikan kepada Petir, telah mendatangi dan membawa V adalah tindakan yang sangat bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban dan khususnya pelanggaran terhadap Perlindungan anak sebagai saksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, apalagi jika dugaan. tersebut benar bahwa baik oknum yang mendatangi dan membawa V sehari sebelum persidangan. maupun yang melakukan tarik menarik memperebutkan V pada saat V akan menghadiri persidangan adalah anggota kepolisian, sungguh sangat disesalkan dan ironisnya terjadi di hari di mana Kepolisian Republik Indonesia sedang merayakan hari ulang tahun Bhayangkara yang ke 79 tahun dengan mengusung tema “POLRI UNTUK MASYARAKAT” yang mencerminkan komitmen Polri untuk terus hadir sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat dengan penuh keikhlasan serta menegaskan bahwa Polri akan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dalam menjalankan setiap tugasnya.
KEEMPAT, bahwa terhadap tindakan segelintir oknum (terdapat dugaan dilakukan oleh oknum anggota Polri) yang terindikasi melanggar ketetuan / aturan hukum terkait perlindungan saksi dan khususnya I dalam hal ini anak selaku saksi sebagaimana diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia, maka dapat dilakukan pelaporan dan pengaduan sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia pada Pasal 12 huruf b, c, e dan f.
Bahwa tindakan tersebut telah mencederal dan memberikan preseden buruk dalam jaminan perlindungan saksi khususnya anak selaku saksi serta kepercayaan masyarakat akan keadilan dan kepastian hukum dan kepada institusi Polri maka kami menghimbau agar pimpinan dalam hal ini Kapolda Jawa Tengah cq. Kapolrestabes Semarang dan pihak-pihak terkait dapat mengusut dan menindaklanjuti serta memberikan sanksi yang tegas agar tidak terjadi hal yang sama dikemudian hari.
KELIMA, bahwa sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan diatur lebih lanjut pelaksanaannya sebagaimana Surat Keputusan (SK) Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum (Dirjen Badilum) Nomor 2176/DJU/SK/PS01/12/2017 tentang pedoman standar minimal sarana dan prasarana pengadilan ramah anak, termasuk ruang tunggu anak, yang bertujuan untuk menciptakan ruang tunggu yang aman dan nyaman bagi anak-anak saksi dan korban selama proses persidangan, serta menjaga privasi dan kerahasiaan identitas mereka.
Bahwa atas insiden yang terjadi sejak di depan pintu gerbang kantor Pengadilan Negeri (PN) Semarang sampai di area ruang tunggu sidang termasuk keamanan dan penempatan saksi anak pada ruangan khusus apakah sudah sesuai dan memenuhi sebagaimana diatur di dalam ketentuan tersebut, tentumya hal ini harus menjadi koreksi dari pimpinan dan segenap jajaran Pengadilan Negeri (PN) Semarang termasuk Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Tengah yang dalam sistem peradilan Indonesia berperan sebagai “voorpost” atau “kawal depan” dari Mahkamah Agung (MA). Artinya PT memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Pengadilan Negeri (PN) di wilayah hukumnya.
*) Penulis adalah Praktisi Hukum: Advokat, Hakim Ad Hoc Tipikor Tingkat Banding periode 2014-2024, Dosen