PUJI Tuhan YME. Sujud syukur kepada Allah SWT. Doa bertahun yang dipanjatkan masyarakat Lampung akibat derita adanya Peraturan Gubernur (Pergub) Lampung Arinal Djunaidi No. 33 Tahun 2020 Tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu sebagaimana diubah dengan Pergub Lampung Nomor 19 Tahun 2023, akhirnya terkabul.
Pergub yang sangat menguntungkan pihak perusahaan perkebunan tebu karena “melegalkan” panen tebu cara membakar, tapi sangat merugikan dan menyiksa masyarakat dan lingkungan secara “lahir dan batin” ini, kini telah dicabut. Mahkamah Agung (MA) RI tegas membatalkannya.
Meski sudah dicabut, namun dampak adanya pergub, sudah membuat banyak masyarakat Lampung menderita. Masyarakat Provinsi Lampung, khususnya Kabupaten Tulang Bawang dan sekitarnya sudah lama mengeluhkan polusi udara yang disebabkan pembakaran tebu oleh beberapa perusahaan yang ada. Antara lain oleh PT. Sweat Indo Lampung (SIL) dan PT. Indo Lampung Perkasa (ILP).
Hampir tiap tahun mereka mengalami derita berkepanjangan dari debu pembakaran tebu yang berterbangan ke rumah warga. Debu ini tak hanya mengotori lantai rumah dan pakaian terjemur. Tapi masuk ke sumur, hingga dapat menimbulkan percemaran. Selain itu udara yang terhirup dapat menimbulkan berbagai masalah dan penyakit pernapasan. Mulai dari ASMA, ISPA, hingga TBC. Bahkan diwilayah lain, para peneliti juga menemukan pembakaran tebu bertanggung jawab atas sejumlah besar polutan penyebab kanker seperti formaldehida.
Tak hanya itu, asap tebal dan debu hitam hasil pembakaran tebu juga sangat membahayakan. Khususnya pengendara yang melintas di Jalan Lintas Sumatera.
Karenanya kita tunggu langkah hukum lanjutan yang akan ditempuh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Mulai dari sanksi administrasi, pidana, hingga perdata. Maksimalkan ketiganya. Apalagi terbukti sebelumnya Menteri LHK Siti Nurbaya, sudah pernah menyurati Gubernur Arinal Djunaidi agar mencabut aturan tersebut. Namun imbauan ini tidak pernah digubris dan malah diabaikan.
Sekali lagi, langkah hukum lanjutan adalah harga mati. Wajib ditempuh. Mengapa ? Sebab panen tebu cara dibakar telah mencemari dan merusak lingkungan. Tindakan ini mengakibatkan kerugian sangat besar pelepasan emisi gas rumah kaca, kerusakan-pencemaran lingkungan, serta mengganggu kesehatan masyarakat akibat asap dan partikel debu.
Pergub ini sekali lagi hanya menguntungkan perusahaan secara finansial. Tapi telah mengorbankan lingkungan hidup, masyarakat- merugikan negara, serta bertentangan dengan undang-undang.
Langkah hukum perlu agar tercipta ketertiban dan kepastian hukum. Serta mewujudkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Ini demi menyelamatkan lingkungan hidup serta menjamin hak kesehatan masyarakat, khususnya masyarakat Lampung, serta komitmen Indonesia untuk Perubahan Iklim.
Tidak boleh komitmen Negara sebesar Republik Indonesia justru kalah, diganggu dan dikangkangi. Khususnya oleh aturan setingkat Pergub. Wassalam. (bukhori muzzammil)