BANDAR LAMPUNG � Perusahaan asal Korea, PT Hanjung kembali terbelit masalah hukum. Sejumlah karyawan kembali melaporkan perusahaan tersebut ke aparat berwajib.

Adalah Ari Joni AS dan kawan-kawannya yang membuat laporan hukum ke Polda Lampung dengan tudingan penggelapan uang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Tenaga Kerja sejak bulan Juni 2017 dan Jaminan Hari Tua (JHT) yang belum dibayarkan oleh PT. Hanjung Indonesia.� �Laporannya dituangkan dalam laporan polisi bernomor: LP/1293/XI/2017/SPKT Tanggal 8 Nopember 2017.

Ari Joni, As yang didamping Penasehat Hukumnya, yakni Gindha Ansori Wayka, Leni Ervina dan Jauhari dari Kantor Lembaga Bantuan Hukum Cinta Kasih (LBH-CIKA), menyatakan bahwa pada saat ia mengantar istrinya berobat BPJS Kesehatan dan Tenaga Kerja dengan Nomor 0001129629159 ternyata berstatus non aktif karena Premi belum dibayarkan oleh PT. Hanjung Indonesia sejak Bulan Juni 2017, sementara JHT terakhir dibayar bulan Januari 2017 sehingga tidak dapat digunakan BPJSnya.

�Saya mengantar Istri saya berobat tetapi ternyata BPJS Kesehatan tidak dapat digunakan hingga hari ini karena belum dibayarkan oleh PT. Hanjung Indonesia, oleh karenanya saya laporkan ke Polda Lampung karena berdasarkan Undang-Undang kedua hal ini harus dibayarkan sesuai pada waktunya,� ujar Ari.

Menurut Gindha Ansori Wayka, Penasehat Hukum karyawan PT. Hanjung Indonesia, seharusnya Manajemen PT. Hanjung Indonesia menyelesaikan hal tersebut meskipun perusahaan ini terancam pailit.

�Selama karyawannya masih memiliki status sebagai tenaga kerja pada perusahaan yang bersangkutan maka BPJS Kesehatan dan JHT nya dan lain sebagainya harus dibayarkan,� katanya.

Gindha menjelaskan, berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2011 �Tentang �Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Pasal 19 Ayat (1) dan Ayat (2) dijelaskan bahwa pemberi kerja wajib memungut iuran yang menjadi beban peserta dari pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS (19 Ayat (1)). Pemberi kerja wajib membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS (19 Ayat (2)).

Apabila pasal 19 Ayat (1) dan Ayat (2) tidak dilakukan oleh Pemberi Kerja, maka sesuai dengan Pasal 55 UU Nomor 24 Tahun 2011 dapat dipidana selama 8 tahun penjara.

�Pemberi Kerja yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau pidana denda paling banyak Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) (Pasal 55)�.

Sayangnya, hingga hari ini, belum ada pernyataan resmi dari PT Hanjung terkait masalah tersebut. (yes)