BANDARLAMPUNG – Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Kota Bandarlampung Yuhadi, membantah dirinya telah mengajak para jurnalis berkelahi. Menurutnya apa yang terjadi antara dia dan para wartawan saat sidak Flyover Mal Bumi Kedaton (MBK) yang diduga mengalami keretakan, murni kesalahpahaman. Dikatakan pernyataannya yang terkesan �keras� kepada wartawan yang biasa berada di Sekretariat DPRD Bandarlampung, hanya karena gaya bicara yang tinggi. Dan itu sudah merupakan gaya bahasanya yang terkesan lantang dan nyaring.

�Jadi tidak ada niat sama sekali saya mengajak berantem atau berkelahi dengan wartawan. Saya pun tidak ada niat menyombongkan diri apalagi merendahkan orang lain,� tutur Yuhadi.

Dijelaskan Yuhadi, peristiwa ini bermula saat beberapa wartawan mengikuti rombongan Komisi III DPRD sidak flyover MBK. Rombongan Ketua Komisi III Wahyu Lesmono termasuk Yuhadi, Achmad Reza, dan pejabat Dinas PU sudah lebih dulu tiba di lokasi. Mereka pun makan siang di rumah makan (RM) Bumbu Desa.

Rombongan wartawan datang ke RM Bumbu Desa. Lalu saling menyapa. Kemudian ada wartawan menyapa Yuhadi.

�Apa perintah ketua? Yuhadi diam lalu menjawab gak ada printah-printah�. �Saya gak merasa ngomong besi banci (non SNI) ditulis besi banci. Tadinya saya gak tahu. Tapi ada yang nelpon, emang ada besi banci ukuran 13 untuk bangunan fly over. Malulah saya seakan-akan bodoh gak tahu konstruksi. Bagaimana coba kalau sudah begini, saya yang malu,� terang Yuhadi.

Soal ngajak berantem, Yuhadi menegaskan itu tidak benar. Memang ada bahasa berantem. Tapi itu bahasa candaan. �Bagaimana mau berantem sama wartawan, dari saya menjadi aktivis mahasiswa, saya sudah bergaul dan belajar dari wartawan. Bahasa kesal aja itu dan memang gaya bicara saya nyaring,� tandas Yuhadi.

Menyinggung soal menjadi anggota Dewan tidak mudah karena dirinya telah menghabiskan Rp1 miliar untuk mendapatkan fapet jengkol, Yuhadi menjelaskan, bahwa di antara wartawan yang ikut sidak, ada wartawan yang juga menjadi pengurus Golkar Kota Bandarlampung.

Yuhadi waktu itu memang ada di belakang wartawan yang juga pengurus Golkar itu, mengatakan kalau mau jadi angggota DPRD harus siap uang Rp1 miliar. Jadi saat menyebutkan uang satu miliar ditujukan ke salahsatu pengurus Golkar yang juga wartawan.

Sementara terkait kata preman, Yuhadi mengaku, waktu masih sekolah dia memang sering berjualan rokok keliling di pasar. Kebetulan rumahnya di Kaliawi dekat pasar. Waktu jualan rokok dia sering dipalak preman. Suatu ketika saking jengkelnya dia ngelawan dan menujah preman itu sampai masuk tahanan. Jadi peristiwa itu yang dia maksud pernah jadi preman.

�Jadi mari bersam-sama obyektif tidak saling memfitnah, apalagi mendiskreditkan orang dan menuduh yang bukan-bukan. Jabatan ini amanah dan tidak abadi besok juga kita akan pulang menjadi warga biasa. Jadi hidup ini biasa-biasa saja,� tambah Yuhadi.

�Tak mungkinlah seorang yang humanis dan pandai bergaul, akan mengucapkan kata-kata kasar, apalagi kepada wartawan,� tutupnya.(red/le.plus.co)_