JAKARTA – Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) dalam beberapa kali kesempatan mengungkapkan dukungan soal pemilihan kepala daerah kembali lewat DPRD. Bamsoet menyebut usul itu datang dari KPK.

“Ini kan kita membaca realitas dan saya sebagai ketua DPR banyak menerima masukan laporan, termasuk ketika saya berkunjung ke daerah-daerah, termasuk juga ketika saya beberapa kali acara KPK,” ujar Bamsoet di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (10/4).

Ada jajaran KPK yang disebutnya menyampaikan keprihatinan karena Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia terus meningkat. Belum lagi banyaknya operasi tangkap tangan (OTT).

“OTT tak bisa dihentikan,” kata dia.

Pihak KPK yang dimaksud Bamsoet adalah Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan. Saat mengobrol nonformal dengan Bamsoet, Pahala menyarankan agar DPR dan Pemerintah mengembalikan pilkada ke DPRD.

“Pak Nainggolan menyampaikan, ‘Mas, kalau kembali ke DPRD lebih baik, kita awasi lebih mudah’,” tutur Bamsoet.

Bamsoet mengakui usulan itu menimbulkan kontroversi. Namun, dia menyerahkan penilaian itu kepada masyarakat.

“Harus diakui pasti akan ada yang protes karena dianggap demokrasi kita mundur. Tapi kembali ke masyarakat apakah pilkada yang sudah kita pilih secara langsung banyak memberi manfaat ke masyarakat sesuai demokrasi atau banyak mudaratnya,” ucap Bamsoet.

“Kalau kesimpulannya banyak manfaat, ya silakan diteruskan. Kalau kajiannya merusak moral rakyat kita, ya harus kita kaji kembali karena di daerah banyak menimbulkan persoalan,” imbuh politikus Golkar itu.

Disisi lain, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Fandi Utomo tidak sepakat dengan rencana pilkada kembali ke DPRD. Menurut Fandi, wacana tersebut menunjukkan satu kemunduran demokrasi. Ia juga menuturkan, dikembalikannya kewenangan pemilihan kepala daerah kepada DPRD tidak relevan jika tujuannya untuk mengurangi tindakan politik uang atau money politics.

“Ya mundur. Saya berpendapat itu kemunduran (demokrasi). Menurut saya, tidak relevan (jika sistem tersebut dijadikan solusi untuk menghilangkan budaya korupsi). Karena begitu hak rakyat ditutup untuk berpartisipasi, itu juga problem,” kata Fandi di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (9/3).

Ia juga menilai, dengan diberlakukannya sistem pemilihan melalui DPRD, artinya membatasi rakyat untuk berpartisipasi dalam mengawasi jalannya pemerintahan.

“Berarti kan partisipasi rakyat untuk mengawasi jalannya pemerintahan, berpartisipasi dalam pemilu, itu kan jadi terbatas,” tuturnya.(net)