BANDARLAMPUNG – Pembangunan Pasar SMEP Sukabaru, Tanjungkarang Barat senilai Rp286,8 miliar yang kini mangkrak dan kondisinya memprihatinkan di era kepemimpinan Walikota Bandarlampung, Herman HN, mendapat perhatian M. Yusuf Kohar. Pelaksana tugas (Plt.) Wali Kota Bandarlampung ini mengaku telah berkoordinasi dengan Pemprov Lampung. Langkah itu dilakukan meminta bantuan Pemprov Lampung melanjutkan pembangunan itu.

Dilansir dari website rilis.id lampung.co, Yusuf Kohar mengakui kini tidak ada kontraktor yang berani mengambil proyek pembangunan pasar tradisional di Jalan Imam Bonjol tersebut. “Pengembang pasti�mikir-mikir�dan�ngitung. Saya pastikan tidak ada yang berani membangun. Saya sudah�ngomong, kalau memang�nggak�sanggup kita minta tolong pemerintah provinsi, kalau pihak ketiga�nggak�ada,” kata Yusuf Kohar.

Dia menjelaskan dari hasil koordinasi, pemprov berjanji siap membantu. “Nanti pakai APBD provinsi.�Kan�boleh�dong, namanya hibah membuat pasar. Kita tinggal mengusulkan, mereka menyusun anggaran untuk 2019,” terang Yusuf Kohar.

Disinggung sikap pedagang yang enggan melapor kerugian setoran awal ke PT Prabu Artha lantaran sudah jenuh, Yusuf Kohar menyesalkan hal itu. “Pedagang ya harus lapor ke kita. Sekarang pedagang�nggak�ada yang lapor berapa kerugiannya, kumpul di sini, mana kwitansinya? Mana buktinya? Jangan�ngomong�rugi-rugi�doang,� sarannya.

Dia tidak ingin jika sampai nanti pasar sudah dibangun tiba-tiba pedagang datang dan bilang sudah setor. �Masyarakat dan pedagang juga harus tertib hukum,” tandasnya.

Seperti diketahui, sebelumnya Herman HN yang juga Calon Gubernur (Cagub) Lampung diminta tidak melupakan problematika di masyarakat Bandarlampung. Sepertinya menyelesaikan kewajiban PT. Prabu Artha Developer dibawah komando Ferry Sulisthio, S.H alias Alay. Khususnya pembangunan Pasar SMEP Sukabaru.

�Saya harap Herman HN tidak euporia dan lupa diri mendapat surat tugas DPP PDI-P sebagai kandidat Cagub. Statusnya masih Walikota. Beliau punya kewajiban selesaikan permasalahan di masyarakat. Termasuk menuntaskan pembangunan yang mangkrak. Seperti Pasar SMEP yang kini kondisinya miris,� tutur Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Lampung (Unila), Yusdianto, S.H., M.H, beberapa bulan lalu.

Belum lagi kewajiban lain. Seperti melunasi pembayaran Tunjangan Kinerja (Tukin) ASN (Aparat Sipil Negara) di lingkungan pemkot yang belum terbayar beberapa bulan. Mengatasi kemacetan. Menyelesaikan proses perekamanan e-KTP yang lambat. Persiapan dan penanganan banjir atau bencana disaat musim hujan. Serta kewajiban lain.

�Sebenarnya masih banyak problematika di Bandarlampung yang menyisakan �bom waktu�. Seperti kondisi terminal Pasar Bawah Ramayana yang kumuh dan tak teratur serta kemacetan. Lalu, ada beberapa kontraktor atau pihak ketiga yang belum dibayar pekerjaannya meski sudah melaksanakan kewajiban lantaran anggaran keuangan pemkot minim karena APBD yang tak sehat. Jadi tuntaskan dulu, problem ini. Ingat janji nantinya di tagih di akhirat,� tegasnya.

Para pedagang sendiri menjadi pihak paling teraniaya akibat mangkraknya pembangunan dan penataan Pasar SMEP. Bahkan, banyak yang jatuh sakit akibat stres, stroke hingga meninggal dunia. Ini lantaran uang yang disetor mereka guna mendapatkan jatah toko dari pengembang tidak kunjung ada kejelasan.

Menariknya adanya dugaan potensi kerugian negara akibat perjanjian kerjasama Pemkot dan PT. Prabu Artha Developer dalam pembangunan dan penataan Pasar SMEP ini. Pasalnya uang jaminan pelaksanaan pekerjaan pembangunan senilai 5% dari nilai investasi, keberadaannya tak jelas.

Sesuai perjanjian antara Pemkot dan PT. Prabu Artha Developer setebal 14 halaman bernomor 20/PK/HK/2013 dan nomor 888/PAD/VII/2013 tanggal 15 Juli 2013 dengan nilai investasi sebesar Rp286,8 miliar lebih, dijelaskan kewajiban pengembang. Misalnya Pasal 6 ayat 2 butir F. Isinya ditegaskan pihak develover mempunyai kewajiban menyerahkan bank garansi (BG) sebagai jaminan pekerjaan pembangunan senilai 5% dari nilai investasi. Angka mencapai 14,3 miliar lebih yang harus diserahkan ke Pemkot saat penandatanganan perjanjian berlangsung.

Mirisnya para pejabat Pemkot saling kelit soal informasi keberadaan bank garansi senilai Rp14,3 miliar yang diberikan pengembang. Seperti Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Trisno Andreas, Sekretaris Kota (Sekkot) Badri Tamam, Ketua DPRD Kota, Wiyadi serta Walikota Herman HN. Mereka ramai membantah mengetahui bank garansi itu.

Atas peristiwa ini Kejaksaan Agung (Kejagung) RI kini melakukan penyelidikan. Menurut Kajati Lampung Syafrudin saat itu, selama ini pihaknya belum pernah melakukan pendampingan atau pengawasan terhadap perjanjian antara Pemkot dan PT. Prabu Artha Developer dalam pembangunan Pasar SMEP. Namun demikian, kini masalah itu diakuinya sudah ditangani atau diselidiki Tim dari Kejagung RI.(red)