BANDARLAMPUNG � Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandarlampung mengaku sedang mengkaji perjanjian antara Pemkot Bandarlampung dan PT. Prabu Artha Developer. Ini terkait pelaksanaan pekerjaan Pembangunan Pasar SMEP Sukabaru, Tanjungkarang Barat senilai Rp286,8 miliar lebih. Kepastian ini diungkapkan Kasi Intelijen Kejari Bandarlampung, Andri Setiawan, S.H.M.H.

Menurut Andri secara umum penjanjian antara Pemkot Bandarlampung dan PT. Prabu Artha Develover menyangkut masalah keperdataan. Namun demikian tidak menutup kemungkinan, bisa saja mengarah ke tindak pidana korupsi, bila memang nanti ditemukan indikasi penyimpangan yang mengarah timbulnya kerugian negara.

�Jadi kita lihat saja nanti. Semua masih dipelajari khususnya oleh bagian Datun (Perdata dan Tata Usaha Negara,Red),� jelas Andri.

Sayangnya Andri mengaku belum mengetahui tentang ketidakjelasan mengenai keberadaan bank garansi atau uang jaminan pelaksanaan pekerjaan Pembangunan Pasar SMEP senilai Rp14,3 miliar lebih, sesuai isi perjanjian.

�Saya belum bisa berkomentar jauh. Intinya semua masih kami pelajari,� tuturnya kembali.
Seperti diketahui ketidakjelasan mengenai keberadaan bank garansi (BG) atau uang jaminan pelaksanaan pekerjaan Pembangunan Pasar SMEP senilai Rp14,3 miliar lebih, mendapat tanggapan Hengki Irawan, S.P.,M.H. Menurut advokat Peradi Lampung ini sudah semestinya Pemkot Bandarlampung menjelaskan permasalahan ini ke publik secara gamblang. Tujuannya agar tidak timbul prasangka negatif di mata masyarakat terhadap kinerja Pemkot Bandarlampung khususnya mensikapi mangkraknya pembangunan Pasar SMEP tersebut.

�Jujur saja, saya agak aneh juga jika sampai Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Bandarlampung, Trisno Andreas hingga Sekretaris Kota (Sekkot) Badri Tamam sampai mengaku tidak tahu-menahu mengenai adanya bank garansi atau uang jaminan sebesar Rp14,3 miliar tersebut,� tutur Ketua Poros Pemuda Indonesia Provinsi Lampung tersebut, kemarin.

Dikatakan Hengki Irawan, masalah mangkraknya pembangunan Pasar SMEP bukan merupakan persoalan main-main. Ini menyangkut nasib ratusan pedagang yang menggantungkan nasibnya disana. Apalagi masalah ini diakuinya langsung atau tidak langsung telah memakan korban jiwa. Karenanya dengan adanya isu-isu yang sensitif, terutama masalah dana jaminan ini, dikhawatirkan memicu keresahan terutama di kalangan pedagang. Dimana banyak uang mereka yang kini tidak jelas keberadaannya karena terlanjur diambil pengembang.

Lebih jauh Hengki meminta agar aparat penegak hukum tidak tinggal diam mensikapi persoalan ini. Baik Kejaksaan atau Kepolisian sudah semestinya segera turun tangan untuk segera melakukan penyelidikan.

�Bisa Kejati ataupun Kejari. Atau bisa Polda ataupun Polres Bandarlampung yang melakukan pengusutan. Silakan saja. Jangan malah didiamkan,� harapnya.

Sebelumnya diberitakan adanya dugaan potensi kerugian negara akibat perjanjian kerjasama antara Pemkot Bandarlampung dengan PT. Prabu Artha Developer dalam pembangunan dan penataan kembali Pasar SMEP, mungkin bisa saja terjadi. Pasalnya uang jaminan pelaksanaan pekerjaan pembangunan senilai 5% dari nilai investasi tidak jelas keberadaannya.

Untuk diketahui sesuai perjanjian antara Pemkot Bandarlampung dan PT. Prabu Artha Developer setebal 14 halaman bernomor 20/PK/HK/2013 dan nomor 888/PAD/VII/2013 tertanggal 15 Juli 2013 dengan nilai investasi sebesar Rp286,8 miliar lebih, dijelaskan beberapa kewajiban pengembang. Misalnya dalam Pasal 6 ayat 2 butir F. Isinya ditegaskan pihak PT. Prabu Artha Develover mempunyai kewajiban menyerahkan bank garansi (BG) sebagai jaminan pekerjaan pembangunan senilai 5% dari nilai investasi. Angka ini mencapai 14,3 miliar lebih yang harus diserahkan kepada Pemkot Bandarlampung saat penandatanganan perjanjian kerjasama berlangsung.

Sayangnya saat dikonfirmasi Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Bandarlampung, Trisno Andreas mengaku tidak tahu-menahu mengenai adanya bank garansi atau uang jaminan sebesar Rp14,3 miliar tersebut. Hal senada dikatakan Sekkot Bandarlampung Badri Tamam. Diapun membantah mengetahui adanya bank garansi tersebut meski turut serta menandatangani surat perjanjian bersama Walikota Herman HN.

Dari beberapa dokumen yang ada terungkap bahwa perjanjian kerjasama antara Pemkot Bandarlampung dengan PT. Prabu Artha Developer dalam pembangunan dan penataan kembali Pasar SMEP Sukabaru, Tanjungkarang Barat, ditandatangani 15 Juli 2013. Sebagai pihak pertama adalah Walikota Bandarlampung, Herman HN. Lalu pihak kedua adalah PT. Prabu Artha Developer yang diwakili Ferry Sulisthio, S.H.

Turut menyaksikan dan menandatangani adalah Tim Kordinasi Kerjasama Daerah (TKKSD) Kota Bandarlampung. Mereka adalah, Drs. Badri Tamam (Sekretaris Daerah), Dedi Amarullah (Asisten Bidang Pemerintahan), Ir. Pola Pardede(Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan.

Lalu, Djuhandi Goeswi (Kepala BAPPEDA), Ir. Andya Yunila Hastuti (Kepala Bidang Ekonomi BAPPEDA), Zaidi Rina (Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dan Drs. Khasrian Anwar (Kepala Dinas Pengelolaan Pasar).

Kemudian Ir. Daniel Marsudi (Kepala Dinas Pekerjaan Umum), Effendi Yunus (Kepala Dinas Tata Kota) dan Rifa�i (Kepala Dinas Perhubungan).

Terakhir Wan Abdurrahman (Kepala Bagian Hukum), Sahriwansah (Kepala Bagian Pemerintahan) dan Susi Tur Andayani (Tenaga Ahli Bidang Pemerintahan, Politik dan Hukum).

Pihak pedagang sendiri menjadi korban yang paling teraniaya akibat adanya perjajian pembangunan dan penataan Pasar SMEP yang mangkrak ini. Bahkan, banyak pedagang yang jatuh sakit akibat stres, terserang stroke hingga meninggal dunia. Ini lantaran uang yang disetor mereka guna mendapatkan jatah toko dari pengembang ternyata tidak kunjung ada kejelasan hingga kini.(red)