BANDAR LAMPUNG – Dugaan pungli menyeruak di SD Negeri 2 Harapan Jaya Korpri, Kecamatan Sukarame. Bentuknya, pembelian seragam sekolah, buku LKS dan iuran siswa yang terkesan dipaksakan. Selain itu, ada juga indikasi menguapnya ketidaktransparanan penggunaan Dana BOS yang diduga syarat penyimpangan.

�Kami heran kenapa harga seragam sekolah dasar negeri sampai Rp600.000. Itu sangat mahal dan memberatkan wali murid, belum lagi anak SD sudah pakai LKS dan disuruh beli seharga Rp100.000. Apakah sekolahan tidak mempunyai buku bahan ajar untuk gurunya dan siswa. Ditambah lagi iuran lainnya,� kata wali murid seperti dilansir rmollampung.com.

Sumber lain mengatakan jika pembelian buku LKS yang dijual sekolah atas perintah Kepsek SDN 2 Harapan Jaya dan untuk penggunaan anggaran dan pembelanjaan Dana BOS Kepsek tidak transparan.

�Siswa beli buku LKS melalui gurunya dan Kepsek minta jangan sampai ada yang tau penjualan itu atas arahannya,� ujarnya.

“Kalau soal buku cetak, sepengatahuan saya belum memadai buku cetaknya, apalagi buku cetak kurikulum merdeka terbaru sepertinya belum ada. Ya kalau Dana BOS disini kurang transparan penggunaannya,� jelasnya.

Tak sampai di situ saja, selain terindikasi syarat penyimpangan penggunaan Dana BOS. Ternyata� Kepsek juga diduga turut cari uang tambahan dengan berdagang/ menjual es krim dan air mineral namun melarang pedagang luar untuk berjualan selain dirinya.

Sementara Kepala SDN 2 Harapan Jaya, Henny Ermalinda menyanggah isu miring yang menyeret namanya dalam pemberitaan sejumlah media. Henny dengan tegas menyatakan kalau isu-isu di media itu tidaklah benar.

�Apapun isu menyangkut nama saya dan sekolah ini di pemberitaan itu tidak benar. Maka, saya akan klarifikasi-kan kepada abang-abang (wartawan),� ujar Henny.

Dinas��Pendidikan�(Disdik) Kota Bandar Lampung melalui Kepala Bidang Pendidikan Dasar (Dikdas) Mulyadi mengatakan pihaknya akan menindak lanjuti informasi tersebut dengan memanggil Kepala Sekolah SD Negeri 2 Harapan Jaya dan menurunkan tim untuk mengcroscek kebenarannya.

informasi tersebut dengan memanggil Kepala Sekolah SD Negeri 2 Harapan Jaya dan menurunkan tim untuk mengcroscek kebenarannya.

�Informasi itu akan kami tindak lanjuti. Persoalan pembelian seragam sekolah itu sebelumnya sudah kami himbau ke seluruh Kepala Sekolah. Kami akan memanggil Kepala Sekolah SD Negeri 2 Harapan Jaya dan menurunkan tim guna mengcroscek apakah ada unsur paksaan atau tidak dalam pembelian seragam itu, karena tidak boleh siswa dipaksa beli seragam apalagi kalo seragam itu ada dijual juga di pasaran,� ungkapnya.

Mulyadi menjelaskan, kalau seragam yang identik dengan sekolahannya seperti batik dan lainnya. Sekolahan harusnya menjual melalui koperasi dan itu juga tanpa paksaan serta harganya pun seharusnya tidak sampai Rp600 ribu itu.

Terkait pembelian buku LKS dan iuran, Mulyadi mengatakan jika buku LKS tidak wajib serta penjualannya tidak boleh dilakukan, karena sudah ada buku kurikulum yang sudah di cover oleh Dana BOS. Sementara soal iuran pihaknya menghimbau agar sekolah tidak melalukan penarikan tersebut kecuali atas inisiatif siswa sendiri.

�Buku LKS itu sebenarnya tidak wajib dan tidak boleh, sudah ada buku kurikulum sebagai bahan ajar yang di cover oleh dana BOS. Kalau iurannya dari siswa sendiri seperti nilainya Rp.2.000 � 3.000 dan digunakan untuk mempercantik kelas supaya nyaman belajar ya itu haknya wali murid. Tetapi kita tidak menyarankan jika pihak sekolah yang menariknya apalagi sampai mewajibkannya,� ungkapnya.

Disinggung soal Dana BOS yang kurang transparan di SD Negeri 2 Harapan Jaya, ia mengatakan jika Kepala Sekolah dalam penggunaannya harus tranparan dan guru juga berhak tau penggunaanya.

�Jadi besaran dana BOS itu dihitung dari jumlah siswa dengan bantuan dari pusat sebesar Rp.900.000 persiswa dikali jumlah siswa di sekolah tersebut dan itupun di bagi 2 tahap pencairannya dalam setahun,� katanya.

Sehingga, Kepala Sekolah harus transparan dalam penggunaan dana BOS dan itu di sampaikan dalam rapat tahunan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) kepada guru-guru dan seperti yang kami sampaikan tadi kami terlebih dahulu mengcroscek dan memanggil Kepala Sekolah untuk mengetahui kebenaran dari informasi tersebut, agar kami dapat mengambil langkah tindak lanjutnya yang tepat. (rmol)