JAKARTA- Empat kali tembakan yang dilakukan Bharada Richard Eliezer (Bharada E) tak lantas membuat mati Brigadir Noviansyah Josua Hutabarat (Brigadir J).
Justru eksekusi terakhir yang disebut merenggut nyawanya. Ditembakkan di belakang kepalanya. Dan itu dilakukan oleh Ferdi Sambo.
Demikian dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/10).
Jaksa menguraikan, Sambo tiba di rumah dinas, Kompleks Polri Duren Tiga, sekitar pukul 17.10 WIB. Sang jendral bintang dua yang merupakan Kadiv Propam Mabes Polri itu lalu masuk ke dalam rumah melalui pintu garasi.
Setelah masuk ke rumah dinas, Ferdi Sambo bertemu Kuat Ma’ruf.
“Dalam keadaan raut muka marah dan emosi, lalu dengan nada tinggi terdakwa Ferdy Sambo mengatakan, ‘Wat, mana Ricky dan Yosua, panggil!’,” ujar jaksa dalam surat dakwaan.
Mendengar komandan bicara dengan nada tinggi, Bharada E yang sedang berdoa di kamar ajudan langsung turun ke lantai satu dan berdiri di samping kanan Sambo.
“Lalu terdakwa Ferdy Sambo mengatakan kepada saksi Richard Eliezer ‘kokang senjatamu’, setelah itu saksi Richard Eliezer mengokang senjatanya dan menyelipkan di pinggang sebelah kanan,” tutur jaksa dalam dakwaannya.
Sementara itu, Kuat yang mendapatkan perintah langsung keluar melalui pintu dapur menuju garasi dan menghampiri Bripka RR dan menyampaikan panggilan dari Sambo tersebut.
Bripka RR kemudian menghampiri Brigadir J dan memberitahukan apabila dirinya dipanggil oleh Sambo ke dalam rumah.
Brigadir J kemudian masuk ke dalam rumah melewati garasi dan pintu dapur menuju ruang tengah dekat meja makan. Diikuti oleh Bripka RR dan Kuat.
Di ruang tengah, Sambo lantas memegang bagian leher belakang Brigadir J dan mendorongnya ke depan tangga sehingga berhadapan langsung dengan dirinya dan Bharada E.
Sedangkan posisi Kuat berada di belakang Sambo dan Bripka RR berada di belakang Bharada E dalam posisi siaga untuk melakukan pengamanan bila Brigadir J melawan.
“Sedangkan saksi Putri Candrawathi berada di dalam kamar utama dengan jarak kurang lebih 3 meter dari posisi korban Nofriansyah Yosua Hutabarat,” ujar jaksa.
Jaksa mengatakan, Sambo lantas memerintahkan Brigadir J untuk segera berjongkok.
Mendengar perintah tersebut, Brigadir J kemudian mengangkat kedua tangannya dan mundur sebagai tanda menyerah sembari menanyakan maksud Sambo.
“Selanjutnya terdakwa Ferdy Sambo yang sudah mengetahui jika menembak dapat merampas nyawa berteriak dengan suara keras kepada saksi Richard Eliezer ‘Woy, kau tembak, kau tembak cepat. Cepat woy kau tembak’,” ujar jaksa.
Jaksa melanjutkan, Bharada E kemudian mengarahkan senjata api Glock-17 dan melepaskan 3-4 kali tembakan.
Akibat tembakan itu, jaksa mengatakan terdapat luka tembak masuk di tubuh Brigadir J. Rinciannya yakni luka masuk pada dada sisi kanan, bahu kanan, bibir sisi kiri, dan lengan bawah kiri bagian belakang.
Setelahnya, kata jaksa, Sambo bergerak menghampiri Brigadir J yang saat itu masih hidup dan bergerak kesakitan dalam keadaan terlungkup di dekat tangga depan kamar mandi.
Untuk memastikan Brigadir J tewas, Sambo yang sudah memakai sarung tangan hitam sejak dari rumah Saguling kemudian menembak tepat di sisi kiri kepala bagian belakang hingga menyebabkan korban meninggal dunia.
“Tembakan terdakwa Ferdy Sambo tersebut menembus kepala bagian belakang sisi kiri korban melalui hidung. Mengakibatkan adanya luka bakar pada cuping hidung sisi kanan luar,” ujar jaksa.
Seba)gai alibi, Sambo kemudian menembak ke arah dinding di atas tangga beberapa kali. Lalu berbalik arah dan menempelkan senjata milik Brigadir J ke tangan korban untuk ditembakkan ke arah tembok di atas TV.
“Selanjutnya senjata api HS tersebut diletakkan di lantai dekat tangan kiri korban Nofriansyah Yosua Hutabarat dengan tujuan seolah-olah terjadi tembak menembak,” lanjut jaksa. (cnn