METRO – Sejumlah wali murid mengeluhkan sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Online 2019 tingkat SMA di Kota Metro.

Ansori Imran, salah satu orang tua murid mengatakan, dirinya mengalami penolakan saat putranya mendaftar�ke SMAN 1 Kota Metro sesuai zona tempat tinggalnya. Karena dinilai persyaratan status kependudukan tidak lengkap.

“Tahun 2018, saya pindahkan anak saya dari SMPN 1 Bandar Jaya ke SMPN 1 Metro. Atas kepindahan itu, status kependudukan dari KK di Bandar Jaya juga berubah ke KK adiknya di Kota Metro (beralamat di Yosodadi, Metro Timur) sekaligus menyerahkan perwalian anak selama menempuh pendidikan di Metro,” ujarnya, Senin (17/6/2019).

Namun, karena perubahan KK yang mencantumkan putranya di Metro belum satu tahun, maka sesuai Kepmendikbud No.51/2018 Tentang PPDB 2019, sebagai lampiran keterangan status kependudukannya menggunakan Surat Keterangan Domisili (SKD) yang dikeluarkan kelurahan setempat.

Dijelaskannya, mengacu Juknis PPDB yang dikeluarkan Pemprov Lampung, SKD harus disertai surat Dinas Dukcapil.

“Tanggal 14 Juni, saya mengurus surat itu tapi pihak Dukcapil Metro menolak menerbitkan, dengan alasan SKD produk kelurahan, bukan mereka,” imbuhnya.

Menurutnya, upaya dialog dengan Panitia PPDB SMAN 1 Metro sudah dilakukan, tapi mereka tetap mengacu Juknis Pemprov Lampung. Persoalan lain muncul, karena untuk beralih mendaftar di SMAN Bandar Jaya, KK putranya sudah terlanjur dicabut.

“Atas kejadian ini, saya telah melaporkan ke Ombudsman sebagai lembaga yang memperjuangkan kepentingan warga negara atas kebijakan pemerintah, untuk memperjuangkan hak pendidikan anak kami ini,” katanya lagi.

Tak jauh berbeda, Teguh, calon Wali murid SMAN 3 Metro menilai adanya upaya diskriminasi dari sistem zonasi. Pasalnya, dengan jarak rumah tinggal dan sekolah semakin jauh, maka akan semakin tipis peluang diterima.

“Jadi saat pendaftaran dan seleksi online, otomatis ketendang yang jarak rumahnya jauh,” tandasnya.

Teguh mencontohkan, SMAN 3 yang lokasinya dekat perbatasan namun statusnya berada di Metro. Adapun jarak rumahnya (Imopuro) ke sekolah sekitar 4 kilometer (KM), sedangkan jarak SMAN 3 ke wilayah Lampung Tengah sejauh 1 km.

“Masalahnya, kami yang dari Metro kok tidak jadi prioritas. Padahal sama-sama berbatasan kecamatan. Sementara yang siswa dari Lampung Tengah otomatis diterima. Padahal lokasi sekolah juga berada di Metro,” keluhnya.

Sementara, Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA Kota Metro Suparni HD mengaku, PPDB hari pertama lancar dan pihaknya belum mendapat laporan keluhan dari wali maupun calon peserta didik.

“Pendaftaran hari pertama ini relatif lancar, hanya saja memang banyak masyarakat masih belum ngeh dengan perubahan sistem zonasi yang ada. Kalau sosialisasi memang itu melalui sekolah masing-masing, karena itu mamang juknis dari provinsi datangnya juga bisa dikatakan terlambat,” ujarnya.

Suparni yang juga merupakan kepala SMAN 5 Metro menyampaikan, laporan yang diterimanya baru sebatas keluhan warga terkait sulitnya mendapatkan surat domisili dari Disdukcapil. Dalam juknis, surat domisili harus diketahui oleh Disdukcapil.

“Hanya saja beberapa keterangan yang disampaikan oleh masyarakat itu tidak bisa mendapatkan pengesahan semacam legalitas dari Disdukcapil. Jadi ini yang menjadi keluhan masyarakat, tapi kalau yang menggunakan KK (Kartu Keluarga) tidak masalah,” paparnya.

Pihaknya mengimbau, agar seluruh calon peserta didik memerhatikan aturan sebelum menetapkan pilihan untuk mendaftar sekolah.

“Lihat dulu pengumuman, sekolah mana yang bisa dipilih sesuai zona. Karena tidak semua sekolah bisa dipilih kecuali sesuai zonasi tempat tinggalnya,” terangnya.

Terpisah, Kepala SMAN 1 Metro Purwaningsih menjelaskan, bahwa apa yang telah dilakukan pihaknya sesuai dengan aturan dan petunjuk teknis (Juknis). Adapun rinciannya, kuota untuk siswa yang masuk dalam zonasi sekolah sebesar 90 persen, sisanya untuk jalur prestasi sebesar 5 persen dan jalur perpindahan orang tua wali sebesar 5 persen. (Arby)