LAMPUNG SELATAN – Polemik buruh yang terjadi di PT. Bumi Menara Internusa (BMI) Tanjung Bintang, Lampung Selatan (Lamsel) tak kunjung usai.
Polemik antara pihak managemen PT BMI dengan Serikat Pekerja Bumi Menara Internusa (SPBMI) dan Federasi Serikat Buruh Makanan dan Minuman (FSBMM) Lampung hingga kini belum menemui titik terang. Bahkan, persoalan dan isu yang berkembang terus melebar. Tidak mengerucut pada akar permasalahan dan solusi bipartit.
Berdasarkan penelusuran wartawan BE 1 Lampung, �polemik ini bermula ketika Reni Desmiria, salah seorang pekerja PT BMI yang mengakui bahwa dirinya telah menggunakan ijazah palsu saat melamar kerja.
Reni yang sudah beberapa tahun bekerja di perusahaan bidang pengemasan udang ini, meminta kebijakan kepada perusahaan agar dirinya tidak disanksi dan tetap bekerja di PT BMI.
Sayangnya, ketika perusahaan memberikan kebijakan justru ditolak Reni. Pihak managemen PT. BMI meminta Reni agar membuat surat pengunduran diri dan kemudian kembali mengajukan surat lamaran dengan ijazah asli. Perusahaan juga menjamin ibu dua anak ini tetap bekerja di posisi semula.
Kala itu, Reni justru meminta jalur istimewa. Ia hanya ingin mengganti ijazahnya tanpa adanya prosedur khusus. Namun, pihak perusahaan tidak merestuinya. Lalu, Reni menantang agar pihak perusahaan membawa persoalan ini ke ranah hukum.
Berjalannya waktu dan tahapan hukum, kini Reni mendekam di Lapas Klas II A Kalianda sebagai tahanan titipan Kejaksaan Negeri Lamsel. Reni tengah menunggu jadwal sidang.
Belakangan ini, aksi unjuk rasa terus dilakukan Serikat Pekerja Bumi Menara Internusa (SPBMI) dan Federasi Serikat Buruh Makanan dan Minuman (FSBMM) Lampung di depan pintu gerbang PT BMI.
Dalam aksi itu, mereka menuntut pembebasan Reni dari tuntutan hukum.� Tapi, isu yang disuarakan Serikat Buruh ini justru terdapat kejanggalan.
Menurut mereka, Reni ditahan lantaran dirinya vokal membela hak buruh di perusahaan padat karya tersebut. Mereka juga menuding pihak perusahaan telah melakukan union busting.
BE 1 Lampung, kemudian mengkonfirmasi persoalan itu ke pihak managemen PT. BMI. Manager HRD, Nukman Amsya membenarkan kronologis yang disampaikan wartawan BE 1 Lampung.
Nukman menyayangkan, isu dari permasalahan tersebut justru dipelintir. Bukan pada kronologis yang sesuai fakta.
“Sebenarnya, kami pihak managemen juga tidak egois. Kami juga berupaya melakukan perundingan bipartit. Tapi, dari pihak Reni dan ketua SPBMI menolak,” kata Nukman saat dikonfirmasi, petang tadi (24/7).
Nukman melanjutkan, perundingan bipartit tersebut telah dilakukan, namun sayangnya deadlock. Kemudian, pihak managemen menyarankan untuk menempuh mediasi tripartit dengan melibatkan perusahaan, SPBMI dan Dinas Ketenagakerjaan Lamsel.
Sayangnya, dari pihak SPBMI menolak. Mereka memaksakan untuk melakukan tripartit yang diwakilkan kepada FSBMM Lampung. Lantaran hal itu, sebaliknya, pihak perusahaan yang menolak. Sebab, menurut Nukaman, FSBMM adalah merupakan federasi dan atau serikat buruh yang legalitasnya belum jelas.
“FSBMM legalitasnya belum jelas. Mereka juga tidak memiliki hak dalam kewenangan bertindak dan atasnama SPBMI dan atau pekerja di PT. BMI,” tegas Nukman.
“Kalau perundingannya dengan serikat yang legalitasnya belum jelas, nanti produk perundingannya juga tidak jelas legalitasnya. Tapi, kalau perundingan itu dilakukan dari SPBMI, kami siap untuk mencari solusi terbaik dari polemik ini,” imbuhnya.
Soal legalitas FSBMM, BE 1 Lampung kembali melakukan penelusuran. Dari statmen Nukman, bahwa legalitas federasi ini belum jelas, dibenarkan oleh Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Lamsel.
Kasi Penyelesaian Permasalahan Hubungan Industri, Noviana menegaskan, FSBMM belum terdaftar di satuan kerjanya.
“Belum!. Kalau SPBMI-nya memang sudah terdaftar. Terkait, terdaftarnya sebuah serikat pekerja, ini adalah hal yang wajib dan sesuai aturan perundangan,” terang Novi.
Terkait solusi penyelesaian polemik ini, Novi berpendapat agar kedua belah pihak antara Reni dan SPBMI dengan pihak perusahaan harus duduk satu meja untuk melakukan perundingan bipartit.�
“Kecuali hal itu, tidak akan ada jalan untuk menyelesaikan polemik ini. Dan untuk persoalan pidana, keputusan perundingan dapat meringankan vonis,” kata Novi.
Novi juga khawatir, jika persoalan itu tidak segera ditemukan solusi, nantinya isu yang diasumsi masyarakat dapat lebih melebar lagi.
“Persoalan ini sudah ditangani Disnaker Provinsi. Jadi kami tidak bisa berbuat banyak, hanya saling berkoordinasi saja. Mengenai legalitas serikat, juga merupakan kewenangan bidang pengawasan Disnaker Provinsi Lampung. Jadi, kita hanya dapat memantau perkembangannya saja,” tutupnya.�(Doy)