00TUBABA – Ada yang menarik dari hasil sidang paripurna DPRD Tubaba tanggal 2 Juni 2021 kemarin. Dalam paripurna pembicaraan tingkat 1 atas raperda LKPJ APBD 2020, Bupati Umar Ahmad sebagai pemegang otoritas penuh kepemimpinan di Tubaba dan memberikan satu pernyataan terkait polemik pembangunan pasar semi modern Pulung kencana yang dianggarkan sebesar Rp77 miliar.

Dalam perjalanan waktu mengalami masalah pembangunan, Dimana klaim pembangunan pasar tersebut tidak memenuhi standar mutu kualitas bangunan kontruksi. Saling tuduh- menuduh antara eksukitif dengan legislatif dan pengembang pembangunan (kontraktor) menimbulkan kegaduhan publik, yang pada akhirnya mengganggu proses kelanjutan penyelesaian pembangunan pasar semi Pulung Kencana tersebut.

Kini Bupati sebagai pihak � owner � dari pasar semi modern Pulung Kencana memberikan satu statemen politik yang menarik bahwa polemik tersebut harus diselesaikan melalu jalur Pansus DPRD.

Tawaran untuk membentuk Pansus DPRD merupakan langkah maju yang dikemukakan oleh Bupati . Sekarang tinggal DPRD Tubaba menindaklanjuti.

Tidak bersifat pasif atau diam dengan tawaran tersebut. Pada Hakekatnya tawaran untuk segera dibuat Pansus DPRD khusus pada masalah pembangunan pasar semi modern Pulung Kencana menunjukan bahwa Bupati ingin clear. Masalah polemik di atas bisa segera selesai dengan adanya pansus DPRD Tubaba akan terurai benang merahnya.

Seharusnya inisiatif dibentuknya Pansus pada pembangunan pasar semi pulung kencana dari DPRD sendiri sebagai lembaga resmi yang diberi amanat oleh undang-undang dengan menjalankan salah satunya membidangi pengawasan pembangunan karena ada politik anggaran APBD.

Selama ini fungsi tersebut cenderung tidak berjalan efektif oleh DPRD atau memang secara personal (oknum) anggota dewan tak memiliki skill keahlian memahami proses roda pembangunan berbasis APBD.

Lalu, apa dampaknya jika keinginan Bupati tidak direspon DPRD Tubaba?

Ketua Kajian Kritis Kebijakan Pembangunan (K3P) Tubaba, Ahmad Basri menilai, ada beberapa hal jika itu terjadi.

Pertama, polemik kekisruhan pasar sengaja dibuat alat permainan oleh para oknum anggota dewan (DPRD) sendiri.

Kedua menjadikan � korban � pihak kontraktor menjadi pesakitan tertuduh terhadap pembangunan proyek tersebut.

Ketiga, adanya motif ekonomi terselubung dari proses pembangunan pasar tersebut lalu membangun strategi bargaining position para oknum anggota dewan untuk mendapat sesuatu dari kontraktor.

�Inilah dampaknya jika anggota DPRD tidak segera membuat pansus terhadap pasar semi modern Pulung Kencana dan publik opinion akan terbentuk bahwa biang keroknya adalah ada pada wilayah oknum anggota dewan itu sendiri.

Hemat penulis DPRD Tubaba segera membuat Pansus yang telah di inisiatif oleh Bupati Tubaba. Sebab dengan inisiatif dari Bupati Tubaba Pansus terbentuk minimal Bupati tidak menjadi orang yang � tertuduh� dari mangkraknya pasar pembangunan semi modern Pulung kencana yang menelan biaya Rp77 milyar.

Bayangkan dana pantastis itu Rp77 milyar bukan angka yang kecil karena semuanya akan dipertangungjawabakan secara hukum.

Jika Pansus DPRD ini terbentuk maka DPRD memiliki kewenangan untuk memanggil semua pihak yang terlibat di dalam pembangunan pasar semi modern Pulung Kencana Rp77 milyar. Dan hasil Pansus bisa dijadikan rujukan untuk di kirim pada pihak-pihak terkait khususnya APH (Aparat Penegak Hukum) jika diketemukan indikasi perbuatan melawan hukum alias korupsi.

Tentunya untuk mengetahui ada tidaknya perbuatan hukum ( korupsi) harus melibatkan team audit forensik pembangunan berapa nilai kerugian negara atas pembangunan pasar semi modern Pulung kencana.

Jika semua ingin bersih diri tidak ada yang terlibat merugikan uang negara maka dibentuknya Pansus DPRD merupakan jawaban alias solusi terbaik. (Zainal)