BANDAR LAMPUNG – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung menduga banjir yang terjadi pada Selasa malam (9/12) di jalan ZA Pagar Alam Kelurahan Rajabasa Nunyai yang menyebabkan jalan ditutup karena air meluap merupakan akibat adanya pembangunan Living Plaza.
“Lokasi pembangunan tersebut, yang menjadi area pembangunan tembok pembatas dengan sungai merupakan daerah resapan air,” kata Edi Santoso � Manajer Advokasi & Kampanye Walhi Lampung.
Berdasarkan pantauan Walhi Lampung, arus lalu lintas di sekitar jalan nunyai � ZA Pagaralam sekitar POM Bensin ditutup karena banjir hingga mengakibatkan arus lalu lintas ditutup karena kendaraan tidak dapat melewati jalan yang digenangi banjir hingga selutut orang dewasa.
Warga Nunyai menganggap banjir ini dipicu hilangnya resapan air di sekitar wilayah nunyai tersebut, yang mana lahan tersebut kini akan dijadikan Pusat Perbelanjaan Lampung Living Plaza,
“Sehingga mempercepat terjadinya banjir pada hari ini yang cukup parah hingga menutupi seluruh jalan sekitar hingga POM Bensin. Naiknya air dari gorong-gorong yang mengakibatkan banjir mulai terjadi sekitar pukul 19:30 dikarenakan debit air yang belum juga berkurang sampai dengan pukul 22:00. Disekitar gorong-gorong pun akibat ditutupnya jalan masyarakat memadati lokasi banjir dan juga mengambil langkah alternatif dengan menghancurkan pembatas jalan agar aliran air banjir bisa segera mereda dengan cepat, yang mana langkah alternatif ini masih sering dilakukan jika terjadi banjir yang menggenangi jalan di lokasi tersebut, belum ada solusi lain yang bisa dilakukan warga jika terjadi banjir,* katanya.
Direktur WALHI Lampung Irfan Tri Musri� menegaskan bahwa sebelumnya WALHI Lampung telah menolak adanya rencana pembangunan pusat perbelanjaan Lampung Living Plaza di Kelurahan Rajabasa karena dilokasi tersebut selama ini menjadi daerah persinggahan air ketika sungai yang berada disampingnya mengalami luapan dan daerah disekitar pembangunan Lampung Living Plaza tersebut.
“Itu merupakan daerah rawan banjir dan apabila dilakukan pembangunan Lampung Living Plaza maka akan semakin memperparah banjir dilokasi tersebut. Dan peringatan WALHI terkait potensi bencana di wilayah tersebut pun terbukti pada hujan yang terjadi tanggal 9 November yang mana hanya 2 jam terjadi hujan dilokasi tersebut sudah terjadi banjir,” katanya.
Selain hal tersebut yang menjadi alasan WALHI menolak rencana pembangunan tersebut ialah karena secara tata ruang yang diatur dalam Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung sebagian lokasi Lampung Living Plaza masuk kedalam kawasan pendidikan dan pemukiman.
“Peristiwa banjir ini merupakan peringatan keras bagi Pemerintah Kota Bandar Lampung agar tidak sembarangan dalam menerbitkan izin. Jangan mengatasnamakan investasi dan ekonomi lalu pemerintah abai terhadap keselamatan dan kenyamanan rakyatnya,” katanya.
Selain itu, kata Irfan, Pemkot Bandar Lampung juga harus tegas jika memang ada pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan korporasi yang merugikan rakyat.
“Harus diberi sanksi tegas serta tidak mengeluarkan izin dilokasi yang memang rawan bencana dan tidak sesuai dengan tata ruang. Terlebih saat ini Penkot dan DPRD Kota Bandar Lampung sedang melakukan revisi terhadap RTRW Kota Bandar Lampung. Tentu kita berharap revisi perda tersebut dapat menjadikan kota Bandar Lampung untuk lebih baik lagi. Jangan sampai revisi perda tersebut menjadi ajang �Pengkavlingan� wilayah kota Bandar Lampung atas nama pembangunan dan �pertumbuhan ekonomi namun mengabaikan keselamatan dan hak masyarakat,” pungkasnya.
Berdasarkan pantauan WALHI Lampung, selain terjadi di Rajabasa banjir juga terjadi di wilayah lain seperti di�Kelurahan Kali Balau Kencana, Kedamaian, Jalan Ki Agus Salim, banjir juga merendam beberapa ruas jalan lainnya seperti di Jalan Kartini, Jagabaya, Jalan Yos Sudarso, Waylunik, dan Sepang Jaya. (red)