BANDAR LAMPUNG – Dalam memperingati Hari Lahir (Harlah) ke-80 Kejaksaan Republik Indonesia, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung menyelenggarakan seminar ilmiah bertajuk “Optimalisasi Pendekatan Follow The Aset dan Follow The Money melalui Deferred Prosecution Agreement dalam Penanganan Perkara Pidana”, bertempat di Ruang Auditorium Prof. Abdulkadir Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila) dengan menghadirkan berbagai tokoh penting dari unsur penegak hukum, akademisi, hingga masyarakat sipil, Rabu (27/8/2025).

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Lampung Danang Suryo Wibowo, S.H., LLM, selaku Keynote Speech sekaligus membuka seminar tersebut. Sebagai pemateri Ketua Pengadilan Tinggi Tanjungkarang Roki Panjaitan, S.H., dan Akademisi Fakultas Hukum Unila Dr. Heni Siswanto, S.H., M.H., turut hadir Dekan Fakultas Hukum Unila Dr. Muhammad Fakih, S.H., M.S., Para Asisten Kejati Lampung, Para Kajari se-Lampung, Kabag TU, Para Koordinator, Para Kacabjari, Para Kasi dan Jaksa Fungsional dilingkungan Kejati Lampung. Serta Ketua DPC Peradi Bandarlampung, Bey Sujarwo, S.H., M.H. Seminar ini juga disiarkan secara langsung melalui youtube Kejati Lampung.

Dalam sambutannya, Kejati Lampung menyampaikan bahwa penerapan Follow the Asset dan Follow the Money melalui skema Deferred Prosecution Agreement (DPA) menjadi paradigma baru penegakan hukum pidana modern. Pendekatan ini tidak hanya fokus pada menghukum pelaku, tetapi juga menekankan pemulihan kerugian negara, pencegahan berulangnya tindak pidana, serta penguatan tata kelola korporasi. Dengan demikian, penegakan hukum dapat lebih efisien, berkeadilan, dan berorientasi pada kemanfaatan nyata bagi masyarakat. Momentum peringatan Hari Bhakti Adhyaksa ini menjadi pengingat bahwa Kejaksaan harus terus bertransformasi untuk menjawab tantangan zaman dan menghadirkan penegakan hukum yang lebih humanis, modern, dan berkelanjutan.

Pendekatan Follow The Asset merupakan strategi Kejaksaan RI dalam penegakan hukum yang berfokus pada pelacakan dan penyitaan aset yang terkait dengan tindak pidana. Pendekatan ini berbeda dengan Follow the Money yang berfokus pada pelacakan aliran dana, meskipun keduanya berkaitan erat dan seringkali digunakan bersamaan.

Follow the Asset lebih menekankan pada aset fisik dan non-fisik yang diperoleh dari hasil kejahatan, seperti properti, kendaraan, saham, dan lain-lain. Follow the Money berfokus pada aliran dana hasil tindak pidana, melacak uang tersebut bergerak dan di mana akhirnya disimpan. Kedua pendekatan itu saling melengkapi dan seringkali digunakan bersamaan dalam investigasi untuk mengungkap kejahatan dan menyita aset hasil kejahatan.

Deffered Prosecution Agreement (DPA) atau Kesepakatan Penundaan Penuntutan adalah kesepakatan antara jaksa dan pelaku tindak pidana, khususnya korporasi untuk menunda proses hukum terhadap korporasi tersebut, dengan syarat korporasi tersebut memenuhi serangkaian ketentuan yang ditetapkan dalam perjanjian/kesepakatan. Jika korporasi berhasil memenuhi semua persyaratan, tuntutan pidana terhadapnya dapat dibatalkan.

DPA merupakan Alternatif Penyelesaian Perkara, yaitu DPA merupakan salah satu cara untuk menyelesaikan kasus pidana di luar pengadilan; Penundaan Penuntutan: Jaksa setuju untuk menunda proses hukum terhadap korporasi, asalkan korporasi tersebut memenuhi persyaratan yang disepakati. Penerapan DPA pada Korporasi biasanya diterapkan pada kasus-kasus yang melibatkan korporasi, terutama dalam kejahatan ekonomi dan1 korupsi.

Optimalisasi pendekatan Follow the Asset dan Follow the Money melalui DPA bukan sekadar teknik investigasi, melainkan paradigma baru penegakan hukum pidana modern yaitu berorientasia pemulihan, efisiensi, dan keberlanjutan sistem hukum. A

Point terpenting dalam seminara ilmiah ini adalah bagaimana mengintegrasikan pendekatan Followa the Asset dan Follow the Money dalam skema DPA sehingga fokus penegakan hukum bergeser dari semata-mata menghukum pelaku ke arah pemulihan kerugian negara, pencegahan berulangnya kejahatan, dan penguatan tata kelola korporasi.

(Iman/Rilis)