JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menindaklanjuti dugaan aliran uang dari mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Mardani Maming yang juga terpidana kasus dugaan suap dalam pemberian izin usaha pertambangan (IUP) kepada organisasi kemasyarakatan keagamaan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). KPK telah menetapkan Mardani sebagai tersangka sejak 2022.
“Tentunya kami juga nanti akan menindaklanjuti ya,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Asep mengatakan KPK akan menindaklanjuti hal tersebut setelah beredarnya pemberitaan mengenai audit keuangan PBNU yang hasilnya menemukan aliran uang dari Mardani Maming.
Menurut dia, apabila benar ada aliran dana dari Mardani Maming kepada PBNU terkait dugaan tindak pidana korupsi yang pernah ditangani KPK, maka menjadi kewajiban lembaga antirasuah tersebut untuk melakukan upaya penegakan hukum.
“Selama ini kami juga tidak tahu audit itu kapan dilakukan, apakah sebelum penanganan perkara pidana korupsinya di kami, atau setelah pidana korupsi di sini ditangani, baru dilakukan audit di organisasi keagamaan tersebut? Jadi, ditunggu saja ya tindak lanjutnya,” ujarnya.
Sebelumnya, pada 28 Juli 2022, KPK mengumumkan status tersangka dan langsung menahan mantan Bendahara Umum PBNU tersebut. KPK menjelaskan Mardani Maming ditetapkan dan ditahan sebab diduga menerima suap saat menjabat Bupati Tanah Bumbu, yakni untuk memberikan persetujuan IUP kepada PT Prolindo Cipta Nusantara.
Isu pemakzulan Gus Yahya dari jabatan Ketua Umum PBNU mencuat pada awal pekan lalu setelah beredar surat dokumen Risalah Rapat Harian Syuriyah PBNU tertanggal 20 November 2025.
Gus Yahya sendiri menyebut keputusan pemberhentiannya dari Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dalam Surat Edaran Nomor 4785/PB.02/A.II.10.01/99/11/2025 yang beredar pada Rabu (26/11/2025) merupakan prosedur yang inkonstitusional.
“Proses yang dilakukan oleh sejumlah pihak, dalam hal ini rapat harian Syuriah yang menyatakan memberhentikan saya itu adalah proses yang inkonstitusional, tidak bisa diterima karena Syuriah tidak punya wewenang untuk itu,” katanya di Jakarta, Rabu.
Gus Yahya menegaskan, Ketua Umum PBNU hanya bisa diberhentikan melalui Muktamar yang merupakan aturan mendasar dalam organisasi PBNU.
“Pembicaraan yang membahas saya di dalam rapat itu juga sama sekali tidak bisa diterima karena saya dilarang hadir untuk memberikan klarifikasi, meski peserta rapat yang lain meminta agar saya dihadirkan, tetapi semuanya ditolak,” paparnya.
Disisi lain, Ketua PBNU Prof. Dr. H. Moh. Mukri, M.Ag, mengajak seluruh warga Nahdliyin agar tegak lurus. Yakni patuh pada semua keputusan Rais Aam PBNU Lampung. Ini terkait adanya keputusan Rais Aam PBNU yang “mencopot” KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) sebagai Ketua Umum (Ketum) PBNU terhitung 26 November 2025.
“Saya harus seluruh warga Nahdliyin agar tenang dan tegak lurus, Sami’na Wa Atho’na, mematuhi keputusan Rais Aam PBNU” tutur mantan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung ini, Senin, 1 Desember 2025.
Mengapa ? “Karena keberadaan Rais Aam adalah jabatan tertinggi sesuai dengan regulasi dan AD/ART PBNU,” tegas Prof. Mukri lagi.(red/republika)


















