BANDARLAMPUNG – Di tengah maraknya isu penyaluran bantuan sosial (bansos) yang kerap tidak tepat sasaran dan merugikan negara hingga triliunan rupiah, sekelompok mahasiswa dari Universitas Lampung (Unila) berhasil melahirkan sebuah gagasan inovatif yang solutif. Melalui sistem digital terpadu bernama SIPANDU (Inovasi Presisi Pengawasan Bansos Terpadu), mereka menawarkan harapan baru untuk distribusi bansos yang akurat, transparan, dan bebas dari duplikasi data.

Gagasan cemerlang ini lahir dari keprihatinan mendalam terhadap data yang menunjukkan bahwa 46% penerima bansos di Indonesia tidak memenuhi kriteria. Serta temuan audit BPK yang mengungkap kerugian negara mencapai Rp 6,93 triliun pada tahun 2021 akibat masalah ini.

Berangkat dari keresahan tersebut, tim mahasiswa Unila yang terdiri dari Imrohatus Soleha (Fakultas Hukum) serta M. Rizky Herliansyah dan Zahwa Namira Ajani (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)  di bawah bimbingan dosen Maya Shafira, S.H., M.H., merancang sebuah platform digital yang kuat.

“SIPANDU lahir dari keresahan kami melihat bantuan yang seharusnya menjadi harapan bagi yang membutuhkan, justru seringkali menjadi luka karena salah sasaran. Kami percaya, teknologi dapat menjadi jembatan untuk menegakkan keadilan sosial,” ungkap Imrohatus Soleha, ketua tim pengusul.

Sistem SIPANDU bekerja dengan mengintegrasikan tiga pilar utama: Pemeriksaan Data, Integrasi Teknologi, dan Laporan Masyarakat (PIL).

Pertama, sistem ini akan melakukan sinkronisasi dan verifikasi data secara real-time antara Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial dengan data kependudukan dari

Dukcapil. Dengan validasi berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK), SIPANDU mampu secara otomatis mengidentifikasi dan menandai data anomali seperti penerima ganda, fiktif, atau bahkan yang telah meninggal dunia.

Kedua, untuk menjamin transparansi dan mencegah manipulasi, SIPANDU dirancang untuk memanfaatkan teknologi blockchain. Setiap transaksi, mulai dari verifikasi hingga pencairan bansos, akan dicatat dalam sebuah buku besar digital yang tidak dapat diubah (immutable). Hal ini tidak hanya mempermudah proses audit, tetapi juga membangun kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Ketiga, SIPANDU memberdayakan masyarakat melalui fitur pelaporan. Warga dapat secara aktif melaporkan kejanggalan distribusi di lingkungan mereka melalui aplikasi yang terhubung langsung ke dasbor pengawasan. Ini menciptakan sebuah mekanisme kontrol sosial yang efektif dari tingkat paling bawah.

Lebih dari sekadar sistem teknologi, gagasan SIPANDU sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Khususnya dalam pengentasan kemiskinan (SDG 1), pengurangan ketimpangan (SDG 10), dan penguatan institusi yang adil dan tangguh (SDG 16).

“Kami tidak hanya membuat sistem, tapi merancang ekosistem pengawasan yang partisipatif. Dengan data yang presisi dan pengawasan yang terbuka, kami optimis penyaluran bansos dapat menjadi katalisator nyata untuk mengurangi kemiskinan dan mencapai pembangunan yang lebih inklusif di Indonesia,” tambah M. Rizky Herliansyah.

Gagasan yang diusulkan dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) ini diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut dan diadopsi oleh pemerintah sebagai solusi nasional. Inovasi dari para mahasiswa Unila ini membuktikan bahwa generasi muda memiliki peran krusial dan ide-ide cemerlang dalam mengawal integritas serta transparansi tata kelola negara.(red/rls)