Pilwakot Bandarlampung, Bunda Eva Vs Bunda Reihana Siapa Unggul ?

AWALNYA saya kira setelah pensiun dari PNS, tepatnya dari jabatan terakhirnya sebagai Kepala Dinas Kesehatan (Kadiskes) Provinsi Lampung, nama Dr. dr. Hj. Reihana, M.Kes, akan menghilang. Bunda Reihana biasa akrab disapa, saya duga akan “mengasingkan” diri.

Menikmati masa-masa pensiun, tanpa harus terusik lagi dengan hiruk pikuk dunia politik. Tak mau lagi dikejar-kejar “wartawan” dan sorotan nitizen. Apalagi setelah dia sempat berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Setelah sebelumnya viral lantaran pamer barang-barang branded.

Tapi ternyata dugaan ini keliru. Reihana ternyata tertarik masuk dunia politik. Dan incarannya tak main-main. Dia berhasrat ikut Pilkada serentak, 27 November 2024. Targetnya adalah meraih kursi BE 1 A. Yakni dengan mencalonkan diri sebagai Walikota Bandarlampung Periode 2025-2030, menantang walikota incumbent, Eva Dwiana, istri mantan Walikota Bandarlampung dua periode, Herman HN.

Jika nantinya Reihana mendapat perahu partai politik untuk berlayar, tentu pertarungan Pemilihan Walikota Bandrlampung (Pilwakot) akan menarik. Dua bunda, yakni Reihana dan incumbent Bunda Eva, akan bersaing sengit. Memperebutkan suara masyarakat Kota Bandarlampung.

Pastinya Bunda Eva memiliki modal awal yang kuat maju lagi di periode ke 2 sebagai Walikota Bandarlampung. Dimana suaminya Herman HN, pernah memimpin Kota Bandarlampung selama 10 tahun. Dan kemudian dilanjutkannya hampir 5 tahun terakhir.

Dimana semua jaringan tim sukses mulai dari tingkat RT sudah terbentuk. Belum lagi ditambah dukungan aparatur pemerintahan, yang bisa saja bekerja secara “senyap”.

Namun demikian, modal awal ini bisa juga menjadi batu “sandungan”. Terutama bagi mereka yang ingin Kota Bandarlampung mengalami perubahan. Merasa bosan, hampir 15 tahun kota ini hanya dipimpin dari klan atau kelompok yang sama.

Selesai suami selama dua periode dilanjutkan sang istri. Mungkin bisa saja setelah selesai sang istri dua periode, nanti dilanjutkan sang anak. Begitu seterusnya. Sampai ke cucu, bahkan ke cicit.

Sebenarnya tak masalah juga, jika suami, terus istri, terus anak, berlanjut ke cicit memimpin kota ini. Konstitusi tidak melarangnya. Tapi tentunya memang terbukti Kota Bandarlampung akan lebih baik dan maju.

Namun demikian, nyatanya meski sudah 15 tahun dipimpin walikota dari Klan yang sama,  problematika “klasik” tetap ada. Malah semakin parah. Sebut saja bencana banjir yang kini setiap waktu menghantui Kota Bandarlampung.

Lalu adanya permasalahan sampah di sungai hingga pesisir pantai. Berkurangnya ruang terbuka hijau (RTH), seperti hilangnya Hutan Kota Wayhalim yang kini telah gundul. Lalu kondisi bukit yang semakin rusak. Pencemaran udara, kemacetan dan lainnya.

Belum lagi, persoalan macetnya pembayaran tunjangan kinerja (tukin) Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemkot Bandarlampung yang kerap terjadi. Serta sering tertunggaknya pembayaran insentif ketua RT, kepala lingkungan, linmas, Bhabinkamtibmas, Babinsa dan lainnya.

Problematika seperti ini, bisa saja dijadikan “isu seksi” oleh Bunda Reihana. Bahwa sebagai mantan birokrat yang pernah menjadi Kepala Dinas di tiga Era Gubernur Lampung, mulai dari Sjachroedin ZP, Ridho Ficardo dan terakhir Arinal Djunaodi, dirinya sanggup untuk menuntaskannya. Syaratnya adalah kota Bandarlampung harus ganti Walikota di Pilkada Serentak, 27 November 2024.

Mungkinkah ? Untuk saat ini, hanya Allah SWT yang tau jawabannya. wassalam (bukhori muzzamil)