Koorlantas Mabes Polri memastikan pelanggar ganjil genap saat mudik akan tetap ditilang.

“Kita tidak akan menghentikan bagi para pelanggar ganjil genap ini, nanti untuk sanksinya kita akan kirim surat konfirmasi ke alamat sesuai STNK,” ungkap Kakorlantas Polri Irjen Pol Aan Suhanan dikutip laman Instagram NTMC Korlantas sebagaimana dilansir dari detik.com, Minggu 7 April 2024.

Tentu saja tak ada yang salah dengan sikap polisi ini. Hukum formalnya memang begitu. Sanksinya sesuai Pasal 287 ayat 1 di UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pelanggar ganjil-genap bisa dibui selama dua bulan atau dikenakan denda paling banyak Rp 500.000

“Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf a atau Marka Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah),” demikian bunyi Pasal 287 ayat 1 di UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Namun demikian, yang harusnya jadi renungan bersama, pantaskah kebijakan tersebut di terapkan saat musim mudik ? Mengingat tak semua pemudik adalah orang kaya-raya. Memiliki mobil jumlahnya dua atau lebih. Yang nomor platnya berbeda. Bisa dipakai pas hari ganjil atau hari genap.

Mengutip tulisan begawan Emha Ainun Najib, hukum normal harusnya diterapkan di situasi normal. Yakni hukum yang logis dan realistis. Hukum yang tak hanya memahami dirinya sendiri. Tapi juga mengapresiasi berbagai kondisi dimana dia diterapkan. Menurut Caknun “panggilan akrabnya”, ada tingkat dimana hukum atau konstitusi tak bisa mengatasi masalah. Sehingga memerlukan bantuan etika, moral, budaya dan nilai lain yang faktual di kehidupan manusia.

Lalu kembali ke tema mudik, pantaskah pemudik yang melanggar ganjil-genap di tilang, mengingat situasi dan kondisinya yang bisa dikatakan “abnormal”. Peristiwa “sakral” yang hanya terjadi satu tahun sekali. Tidak setiap hari ?

Andai boleh saran, ada baiknya YTH Bapak Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo dapat sedikit lunak dengan kebijakan ini. Ada pertimbangan dan kebijakan dengan sedikit toleransi. Memberikan “maaf” bagi pemudik pelanggar ganjil genap. Tak harus di tilang. Apalagi dengan denda yang sebesar itu.

Mari belajar memahami kondisi psikologis para pemudik. Sudah lelah, berlapar haus dahaga. Menghabiskan banyak biaya. Kadang-kadang berhutang pula. Bayar ongkos tol dan lain-lain. Belum lagi, jika ada kendala. Seperti macet berpuluh jam di jalan. Malah ada yang “bertaruh nyawa”. Untuk ritual bermudik lebaran demi berkumpul dengan keluarga di kampung halaman.

Dengan demikian jangan sampai “kenangan indah sesaat” pas mudik ini, kemudian malah dibebani dan dihantui adanya Tilang ETLE. Harus mengurus pembayaran denda tilang elektronik seusainya.

Saya yakin Bapak Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo akan sangat bijaksana menyikapi fenomena ini. Andai tidak, ya sudahlah. Mungkin sudah nasib pemudik. Aturan ya aturan. Harus diterapkan. Tertib dan perkuatlah kesabaran. Wassalam.

Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1445 H. Minal Aidin Wal faizin. Mohon Maaf Bahir Batin. (bukhori muzzammil)