STATMENT Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) RI, Eko Putro Sandjojo agar para kepala desa tidak main-main dengan pengelolaan dana desa, agaknya harus menjadi warning. Terutama bagi Kepala Daerah Kabupaten/Kota.

Alasannya pemerintah kini mengawasi ketat realisasi dana tersebut. Sebab selain aparat penegak hukum dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, pemerintah juga memiliki banyak satgas pengawasan dana desa. Di samping itu pemerintah melibatkan lembaga swadaya masyarakat, warga masyarakat, dan media. Dengan demikian setiap penyelewengan dana desa sekarang ini pasti mudah diketahui. Jadi jangan main-main lagi dalam pengelolaan dana desa.

Ia pun berharap masyarakat tidak takut melaporkan setiap indikasi penyelewengan dana desa kepada Satgas Dana Desa di call center 1500040. Pemerintah pasti menindaklanjuti setiap laporan tersebut.

Lalu bagaimana dengan di Provinsi Lampung ? Agaknya pengawasan dana desa harusnya lebih bisa diintensifkan dan digiatkan lagi. Warning Mendes PDTT, Eko Putro Sandjoyo ini terkesan dianggap angin lalu. Buktinya kini sudah tercatat ada beberapa kasus dugaan penyimpangan dana desa yang ditemukan. Biasanya dana dikoordinir oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Tiyuh/Desa (BPMPD), setempat.

Dan terbaru adalah oleh Badan Usaha Milik Tiyuh (BUMT) Mandiri Bersama berupa ternak Ayam Kampung Unggulan “MANO-Q” Asli Tulang Bawang Barat (Tubaba). Program dengan pengelola atau kepala operasional BUMT Mandiri Bersama, Chaerullah Ahmad yang tidak lain merupakan adik dari Bupati Tubaba, Umar Ahmad ternyata terancam gagal.

Padahal dananya bersumber dari Dana Desa (DD) atau tiyuh se-Kabupaten Tubaba. Akibatnya dana senilai lebih dari Rp5,5 miliar yang “dikoordinir” dari 93 desa dengan masing-masing desa diminta “menyetorkan” dana Rp60juta tersebut terindikasi tidak jelas hingga berpotensi menimbulkan kerugian negara.

Untuk itu sudah semestinya aparat penegak hukum seperti Polda Lampung dan Kejati Lampung pro-aktif dan turun-tangan jemput bola mengusut permasalahan ini. Sebab kita tidak ingin operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur (Jatim) juga terjadi di Lampung. Dimana Kajari Pamekasan, Rudy Prasetya dan Bupati, Ahmat Syafii serta Kepala Desa, Agus Mulyadi ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dana desa.

Cukup sudah penyidik KPK “pecah telur” menangani kasus pertama tindak pidana korupsi yang melibatkan pejabat Lampung yakni mantan Bupati Tanggamus, Bambang Kurniawan. Kita sangat berharap tidak ada lagi kepala daerah atau pejabat di Lampung yang kembali menjadi “pasien” KPK.

Karena bila ini terjadi lagi “gaungnya” bisa menasional dan internasional. Citra negatif langsung berkembang. Dimana seolah-olah Provinsi Lampung adalah “sarang koruptor”. Bisa terbentuk stigma miring, dana desa saja dicuri apalagi dana-dana lainnya. Inilah yang harus kita hindarkan bersama.

Namun demikian, seandainya kedua instansi ini terkesan kurang “greget” dan tidak peka terhadap “suasana kebatinan” yang dialami masyarakat hingga aparatur desa se-Kabupaten Tubaba terkait dengan adanya dugaan penyimpangan dana desa ini, ada baiknya kita semua berharap. Agar KPK pun bisa menyelidik atau menyidik kasus ini.
Sebab sekali lagi, dana yang “dipakai” oleh “sang adik bupati” ini merupakan dana desa. Yang tujuannya jelas diperuntukan buat mensejahterakan masyarakat desa. Jadi bukan untuk menjadi barang “bancakan” segelintir oknum. Semoga jangan.(wassalam)