BANDARLAMPUNG – Wakil Walikota Bandarlampung, M. Yusuf Kohar kembali mengkritik Herman HN. Menurut Yusuf Kohar, sebagai Walikota, Herman HN kerap menyalahi aturan, bahkan terkesan meremehkan aturan yang ada. Seperti misalnya dalam perjanjian antara Pemkot Bandarlampung dan PT. Prabu Artha Developer. Ini terkait pelaksanaan pekerjaan Pembangunan Pasar SMEP Sukabaru, Tanjungkarang Barat senilai Rp286,8 miliar lebih yang kini mangkrak selama lebih empat tahun.
Lalu yang terbaru adalah kasus pembangunan Flyover depan Mall Boemi Kedaton (MBK) di atas ruas jalan nasional. Proyek ini jelas-jelas sudah dilarang dan diminta dihentikan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen-PUPR) lantaran persyaratan yang belum dipenuhi.
“Kalau memang taat terhadap aturan, ya dilengkapi dulu semua aturan, baru bisa dilakukan semua pembangunan, jangan main terobos aja,” ujar Yusuf Kohar saat dihubungi melalui telepon selularnya, kemarin. Terlebih lanjut Yusuf Kohar, pemerintahan ini tidak mutlak Walikota itu yang benar. Kalau ada salah, ya kan bisa diingatkan. Jangan sampai salah tapi tetap saja diteruskan. Contohnya mengenai perjanjian Pasar SMEP. Pemkot Bandarlampung semestinya tegas Yusuf Kohar, sudah bisa mengeluarkan Bank Garansi jaminan dari pihak pengembang, ketika permasalahan muncul.
“Tapi sekarang kan, nggak bisa ngapa-ngapain. Sebab bank garansinya nggak ada. Harusnya, kalau di klausal perjanjian ada Bank Garansi, pemkot harus ada dan pegang itu garansi banknya. Dan siapa yang bertanda-tangan di klausal perjanjian harus bertanggung jawab, ya mungkin saja bank garansinya nggak ada, makanya pemkot diam saja, nggak bisa berkutik ketika ditanya bank garansi,” beber dia.
Yusuf menambahkan, jika bank garansi sesuai MoU dengan pengembang ada pada pemkot, maka permasalahan pedagang akan selesai. “Harusnya, pengembang baru bisa menjual kios ke pedagang minimal menyelesaikan 30 persen dari pembangunan, baru bisa dijual ke pedagang. Jangan baru ada kontrak dan skep sudah dijual. Ya begini hasilnya. Kalau fisik sudah ada baru dijual, kayak perumahan, itu yang bener, dan nggak ada yang dirugikan,” sesal Yusuf.
Seperti diketahui Kejari Bandarlampung masih mengkaji perjanjian antara Pemkot Bandarlampung dan PT. Prabu Artha Developer terkait pelaksanaan pekerjaan Pembangunan Pasar SMEP Sukabaru yang kini mangkrak selama lebih empat tahun.
Pihak pedagang sendiri menjadi korban yang paling teraniaya akibat adanya perjajian pembangunan dan penataan Pasar SMEP yang mangkrak ini. Bahkan, banyak pedagang yang jatuh sakit akibat stres, terserang stroke hingga meninggal dunia. Ini lantaran uang yang disetor mereka guna mendapatkan jatah toko dari pengembang ternyata tidak kunjung ada kejelasan hingga kini.
Lalu untuk masalah pembangunan Flyover MBK, Pemkot Bandarlampung diminta Kemen-PUPR agar dapat menghentikannya. Perintah ini tertuang dalam surat nomor HK.05.02-Mn/656 tanggal 27 Juli 2017 tentang Pelaksanaan Pembangunan Flyover di Ruas Jalan Nasional yang ditujukan ke Walikota Herman HN. Surat ini merespon surat Gubernur Lampung, Ridho Ficardo No. 062/1354/V.13/2017 tanggal 22 juni 2017. Isinya Penghentian pembangunan Flyover MBK Bandarlanmpung.
Dalam surat yang ditandatangani Sekretaris Jenderal Kemen PUPR Prof. Anita Firmanti ini terdapat tiga poin pertimbangan. Pertama, Pemkot Bandarlampung harus menyampaikan dokumen readiness criteria (FS, DED, Amdal/UKL-UPL dan Andalalin) untuk dikaji Dirjen Bina Marga. Kedua, pembangunan flyover MBK di atas jalan nasional dapat dilakukan apabila telah terbit secara resmi surat perjanjian kerjasama pelimpahan pengelolaan aset jalan nasional. Dimana salahsatu poin yang disepakati adalah jaringan jalan yang berkaitan dengan flyover MBK akan diserahkan pengelolaan kepada Pemkot Bandar lampung.
Lalu poin ketiga dijelaskan pelaksanaan pembangunan flyover harus berpedoman pada UU No. 38/2004 tentang Jalan, PP No 34/2006 tentang Jalan beserta peraturan pelaksanaannya.�Memperhatikan hal tersebut, maka pembangunan flyover MBK agar dihentikan sampai readiness criteria memenuhi dan izin pelaksanaan di aset jalan nasional kepada Pemkot diterbitkan Kementerian PUPR,� bunyi surat tersebut.Sebagai tembusan surat ini juga dikirimkan kepada Menteri PUPR sebagai laporan. Kemudian Gubernur Lampung serta Dirjen Bina Marga.(red)�