BANDAR LAMPUNG � �Gelombang kritik atas penangkapan pengacara David Sihombing terus bermunculan. Setelah DPD Peradi, giliran Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung mengecam tindakan tersebut.
Direktur LBH Bandarlampung Chandra Muliawan mengatakan, penangkapan David yang sedang bertugas melakukan pembelaan terhadap kepentingan kliennya merupakan bentuk penghinaan terhadap profesi advokat dan mencoreng wajah institusi kepolisian.
�Bahwa penangkapan tersebut akan menjadi tindakan yang sewenang-wenang dan menunjukkan bahwa pihak kepolisian tidak memahami secara mendalam tentang hak imunitas profesi advokat sebagaimana telah diatur dalam Pasal 16 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat,� kata Chandra seperti dilansir sinarlampung.co.
Dalam Pasal 16 tersebut, lanjut Chandra, secara jelas menyatakan bahwa advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan.
Mahkamah Konstitusi dalam putusannya bernomor 26/PUU-XI/2013 memberikan pertimbangan hukum bahwa �Peran advokat berupa pemberian konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien dapat dilakukan baik di dalam maupun diluar pengadilan.
Peran advokat di luar pengadilan tersebut telah memberikan sumbangan berarti bagi pemberdayaan masyarakat serta pembaruan hukum nasional, termasuk juga dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan�.
Oleh karena itu, kata Chandra, pihak kepolisian harus memahami dalam hal pembelaan yang dilakukan oleh advokat adalah semata-mata demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk membela kepentingan kliennya.
�Kita ketahui bersama, Saudara DS saat ini sedang melakukan pembelaan terhadap kepentingan kliennya yang hari ini mengklaim tanah bekas Terminal Kemiling berdasarkan putusan pengadilan nomor: 25/Pdt.G/2020/PN Tjk. Tentu dalam menjalankan tugas profesinya, DS melakukan pembelaan berdasarkan kuasa yang diberikan langsung oleh kliennya,� jelasnya.
Selain mencoreng wajah institusi penegak hukum, Chandra menyebut jika penangkapan tersebut berkaitan dengan pelaksanaan tugas DS sebagai advokat, maka hal itu berpotensi menjadi tindakan sewenang-wenang karena telah mengindahkan due process of law dan peraturan perundang-undangan yang ada.
�Sehingga patut untuk diperhatikan bersama bahwa peristiwa ini akan berpotensi menjadi ancaman terhadap penegakan hukum dan demokrasi. Hak sipil warga negara khususnya terhadap akses layanan bantuan hukum akan terlanggar. Terlebih, sebagai sesama penegak hukum pihak kepolisian harus secara sadar dan teliti dalam melihat sebuah perkara yang sedang ditanganinya,� katanya.
LBH meminta pihak kepolisian bertindak secara professional dan proporsional sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta memperhatikan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan demokrasi. Sebab menurutnya, DS yang bernaung di dalam organisasi advokat yakni Peradi Bandarlampung memiliki hak untuk diperiksa di Dewan Etik Advokat jika diduga telah melanggar kode etik.
Pihak kepolisian harus menyampaikan terlebih dahulu kepada organisasi advokat terkait dengan proses penegakkan hukum yang akan dilaksanakan baik sebagai saksi maupun tersangka. �Tidak dapat sembarangan pihak kepolisian menangkap seorang advokat, apalagi jika penangkapan tersebut berkaitan dengan upaya pembelaan yang dilakukan oleh advokat kepada kliennya,� tegasnya.
Hal tersebut, menurut Chandra, selaras dengan Menorandum of Understanding (MoU) yang telah disepakati bersama antara Peradi sebagai organisasi advokat dengan Polri pada 27 Februari 2012 silam. �Bahwa bentuk saling menghargai tersebut, ialah dengan menyampaikan surat kepada Peradi jika akan memanggil advokat untuk dimintai keterangan baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka,� katanya.
LBH juga berharap Peradi Bandarlampung memberikan sikapnya secara tegas terhadap peristiwa penangkapan DS. Juga segera melakukan advokasi dan upaya hukum jika diperlukan. Hal tersebut adalah bentuk kepedulian terhadap anggotannya dan demi menjunjung tinggi martabat profesi advokat sebagai profesi yang mulia (Officium Nobile). Hal ini dalam rangka turut terlibat dalam penegakkan hukum, pembangunan hukum nasional, menjaga demokrasi, serta pemberdayaan masyarakat.
Diketahui, Tim Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Bandar Lampung menangkap dan menetapkan advokad anggota Peradi Bandar Lampung David Sihombing, yang menjadi kuasa hukum Subroto, warga yang mengklaim pemilik tanah eks terminal Kemiling, seluas 5.200 meter persegi tersebut. Jum�at 5 Februari 2021.
Penangkapan itu buntut dari penutupan pintu masuk eks Terminal Kemiling dengan bongkahan batu besar pada Jumat 22 Januari 2021 siang lalu oleh warga yang mengaku pemilik tanah� �Benar, DS (David Sihombing) kami amankan di rumahnya di Kemiling terkait masalah penutupan eks terminal,� kata Kasat Reskrim Polresta Bandar Lampung, Kompol Rezky Maulana, Jum�at malam.
David Sihombing diketahui sebagai kuasa hukum Subroto. Sebelumnya sempat menyatakan bahwa tanah yang digunakan Dishub Bandar Lampung itu sah milik pribadi secara hukum. Tidak boleh ada yang mengambil retribusi atas tanah tersebut. David menyatakan berdasar putusan pengadilan tanah eks terminal ini milik perorangan. (slc)