BANDAR LAMPUNG – Gerakan radikalisme yang terjadi di Indonesia diibaratkan seperti asap. Dan dimana ada asap, di situ pasti ada api.
Ketua Pokdar Kamtibmas Kota Bandar Lampung, Harry Kohar berpendapat, api dari asap itu yang mestinya didalami dalam perkembangan kehidupan bernegara ini.
“Sebab, bisa jadi ada kelompok�yang merasa diperlakukan tak adil,” kata Harry Kohar yang berlatarbelakang pengusaha ini dalam focus group discussion (FGD) yang digelar Polresta Bandar Lampung, Kamis (17/11/2022) pagi.
FGD yang mengambil tema “Terorisme Adalah Musuh Kita Bersama” itu sempat memunculkan semangat mencari penyebab atau akar dari radikalisme. Ada yang melihat akarnya dari berbagai sudut, mulai dari paham yang telah berkembang sejak ratusan tahun lalu hingga kebijakan-kebijakan saat ini.
FGD yang dibuka Kabag Anev Ro Pid Divisi Humas Mabes Polri Kombes Pol Sugeng Hadi Sutrisno didampingi Kabid Humas Polda Lampung Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad dan Kapolresta Kombes Pol Ino Harianto cukup hidup. Para peserta FGD tampak antusias terlibat diskusi.
Sebagai narasumber FGD, Divisi Humas Mabes Polri membawa Ustadz Makmun, pengurus Harian BPET MUI Pusat. beserta seluruh PJU Polres, mahasiswa, pengurus MPAL, dan tokoh agama, dan pemuda
Dalam pembukaan, Kapolresta Kombes Pol Ino Harianto mengatakan Kota Bandar Lampung baru saja terungkap sebagai pusat kegiatan radikalisme yang mendunia, yakni Markas Besar Khilafatul Muslimin.
Polda Metro Jaya menangkap pimpinan tertinggi organisasi Khilafatul Muslimin, Abdul Qadir Baraja di Kota Bandarlampung. “Dalam tempo tiga hari, kita bersihkan plang-plang dan simbol-simbol organisasi radikal,” kata Kapolresta Kombes Pol Ino Harianto.
Dikatakannya, radikalisme merupakan sikap yang menginginkan perubahan dengan cepat, secara instan, terhadap ideologi sendiri, menentang Pancasila, UUD 45, Bhineka Tunggal Ika. “Hormat bendera aja gak mau,” katanya.
Ustadz Makmun mengatakan penyebaran paham radikal tak harus lagi lewat pengajian-pengajian. Pernah ada, seorang bapak membawa anaknya ke kelompok radikalisme di Philipina. Ternyata, sebelum diajak, sang anak sudah mengenal gerakan radikalisme dari media sosial. (hbm/pkt)