BANDARLAMPUNG – Panitia pelaksana Muktamar ke-34 Nahdatul Ulama (NU) mengimbau seluruh warga Nahdliyin di seluruh Tanah Air, agar tidak berbondong-bondong ke Provinsi Lampung untuk hadir dalam Muktamar pada 23-25 Desember 2021.
Ketua Panitia OC Muktamar, M.Imam Aziz, mengatakan, Muktamar harus tetap menjalankan protokol kesehatan (Prokes) untuk mencegah penyebaran virus Covid-19.
“Imbauan untuk warga NU supaya tidak perlu melakukan perjalanan guna menyaksikan secara langsung perhelatan Muktamar ke-34 NU di Lampung,� ujar Imam dalam siaran pers,� Selasa (14/12).
Imam Azis mengatakan, untuk warga yang ingin menonton, panitia sudah menyiapkan siaran streaming.
Imam melanjutkan, pelaksanaan Muktamar ke-34 NU hanya diperuntukkan bagi para utusan. Mereka juga sudah harus memenuhi vaksinasi dosis penuh, memakai masker, siaga hand sanitizer, dan saling menjaga jarak.
Maka dari itu, panitia juga bakal semaksimal mungkin, untuk mencegah terjadinya kerumunan massa atau konsentrasi massal di area ataupun sekitaran muktamar.
“Ya, imbauan ini kami sampaikan kepada warga NU demi menghindari terjadinya konsentrasi massa di pusat penyelenggaraan Muktamar NU, demi kemaslahatan bersama untuk mencegah penyebaran COVID-19,” ucap Imam.
Tidak Semua Warga NU Dukung Dua Calon
Sementara itu, sejumlah warga NU berharap ada calon yang lain yang muncul selain petahana KH Said Aqil Siroj dan KH Yahya Cholil Staquf.
Mantan Katib Aam Syuriah PBNU masa khidmat 2010-2015, KH Malik Madani, mengatakan, akan sangat disayangkan jika NU yang merupakan organisasi besar hanya bisa menyuguhkan dua nama dari ribuan kiai yang sebenarnya layak dan potensial.
“Dua calon tanpa ada alternatif akan sangat tidak menguntungkan bagi warga NU. NU itu organisasi besar, baik di Indonesia maupun dunia, masak cuma dua calon,” kata Kiai Malik.
Bahkan, Kiai Malik berani menyebut Kiai Said maupun Gus Yahya bukanlah sosok yang sedang benar-benar dibutuhkan NU. Dia berpendapat bahwa hari ini NU memerlukan pemimpin yang berwibawa, tenang, dengan sikap penuh pengabdian.
“Dari dua nama itu, satu nama masih masih kerap memunculkan pernyataan yang kontroversial, menimbulkan kegaduhan, bahkan berujung pada penilaian publik terhadap NU sebagai organisasi yang transaksional dan pragmatis,” kata dia.
Sementara satunya lagi, sambung Kiai Malik, adalah sosok yang sedang diperdebatkan karena terkesan tidak mendukung kemerdekaan dan kemajuan dunia Islam.
“Misalnya, membuat manuver yang bisa menimbulkan kesan bahwa NU tidak berpihak kepada muslim di Palestina, lebih mendekat ke Israel,” kata dia.
Secara terang-terangan, Kiai Malik berharap ada peluang untuk memberi tempat pada satu nama yang bisa menjadi calon alternatif di tengah monopoli dua kandidat sebelumnya. Ia menyebut nama KH As’ad Sa’id Ali, Wakil Ketua Umum PBNU Masa Khidmat 2010-2015.
“Dukungan sudah mengalir, beliau juga sudah menyatakan kesiapannya,” kata dia.
Menurut Malik, Kiai As’ad adalah sosok yang telah terbukti mengabdikan diri kepada NU secara total, tanpa adanya kepentingan politik tertentu.
“Beliau telah menggerakkan kader-kader NU di daerah melalui program Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama atau PKPNU dengan dana pribadi, baru kemudian setelah manfaatnya terlihat, disambut dengan swadaya warga NU,” tegas dia.
Lebih jauh dari itu, kata Kiai Malik, Muktamar NU di Lampung harus mengambil pelajaran penuh dari kegaduhan yang pernah muncul dalam perhelatan serupa sebelumnya, yakni Muktamar Ke-33 NU di Jombang, Jawa Timur.
“Menurut saya, Muktamar paling ideal itu ya di Situbondo pada 1984. Karena di situlah lahir gagasan semua calon baik Ketum maupun Rais Aam dipilih oleh Ahlul Halli Wal Aqdi (Ahwa), tanpa menimbulkan kegaduhan,” terang dia. (tbc/lpc)