BANDARLAMPUNG – Pengadilan Negeri (PN) Kotaagung, menggelar sidang prapradilan pemohon Drs. Waskito Joko Suryanto, S.H.,M.H., mantan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Pringsewu. Dalam kesempatan ini, tim kuasa hukum pemohon dari Lembaga Advokasi Hukum Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Fakultas Hukum (FH) Universitas Lampung (Unila), menghadirkan saksi ahli hukum pidana Dr. Slamet Hariadi, S.H., M.H.
Dikesaksiannya, saksi ahli yang juga mantan hakim tipikor selama 10 tahun dan saat ini merupakan akademisi pada Universitas Muhammadyah Kota Bumi, menerangkan bahwa UU, PP, Perda, Pergub, Perbup dan Perwalikota, merupakan Peraturan per UU an khusus/ Lex specialis (Lex Specialis Derogat Lex Generalis).
Terkait dengan hukum perpajakan, mengatur semua sistem hukum, meliputi hukum administrasi negara, keperdataan dan hukum pidana. Dengan demikian bila terjadi tindak pidana dalam perpajakan, maka penyidiknya adalah PPNS tertentu yang ditetapkan oleh Dirjen pajak untuk pajak merupakan kewenangan pusat. Gubernur untuk pajak yang menjadi kewenangan provinsi. Serta Bupati/walikota untuk pajak yang menjadi kewenangan kabupaten/kota. Jadi bukan kewenangan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Khususnya untuk Perda No. 3 tahun 2011 tentang Pajak Daerah Kabupaten Pringsewu tentang Penyidikan diatur pada Pasal 90.
“Kesimpulannya kesaksian saksi ahli menegaskan menurut hukum administrasi, bukan ranah hukum pidana, dan penetapan sebagai tersangka dan penahanan klien kami merupakan tindakan kesewenang-wenangan dan premateur,” terang Bambang Joko Dwi Sunarto, SH, M.H.
Dilanjutkan Bambang, sesuai hukum administrasi pemerintahan, UU otonomi daerah, keuangan, bahwa penetapan pajak daerah merupakan kewenangan kepala daerah setempat. Seperti menyangkut pengurangan, perbaikan/koreksi bila terjadi kesalahan baik kurang bayar atau kelebihan bayar, bahkan bila terjadi kesalahan penerapan peraturan. Untuk kurang bayar atau lebih bayar, bisa diterbitkan SKPDKB atau SKPDLB.
“Jadi penetapan tersangka dan penahanan Waskito Joko Suryanto dalam kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dugaan penyimpangan penetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Tahun Anggaran 2021/2022 oleh termohon Kejaksaan Negeri (Kejari) Pringsewu merupakan tindakan kesewenang-wenangan dan premateur. Dimana menurut Ahli hukum pidana, tidak tepat penerapan hukumnya karena hukum pajak merupakan Lex specialis, tidak bisa ditarik ke lex generalis,” urainya.
Malah dalam Keputusan MK No. 25/PUU-XIV/2016, menyatakan bahwa kerugian negara harus nyata (actual loos) atau riil loos. Bukan potensi kerugian (potencial loos). Jadi terjadi pergeseran dari delik Formil ke delik materiil.
“Sehingga penetapan tersangka dan penahanan klien kami Waskito Joko Suryanto tidak berdasarkan atas ketentuan hukum yang berlaku dan tidak sah hingga harus batal demi hukum,” pungkasnya.
Seperti diketahui PN Kotaagung, Tanggamus sejak hari ini, Senin 24 Juni 2024 lalu mulai menggelar sidang prapradilan. Sebagai pemohon Waskito Joko Suryanto, mantan Kepala Bapenda Kabupaten Pringsewu yang menilai penetapannya sebagai tersangka Tipikor dugaan penyimpangan penetapan BPHTB Tahun Anggaran 2021/2022 tidak sah. Sementara sebagai termohon Kejari Pringsewu.
Dalam perkara ini, Tersangka Waskito Joko Suryanto menggandeng Tim Penasehat Hukum yang tergabung dalam Lembaga Advokasi Hukum IKA FH Unila. Yakni, Bambang Joko Dwi Sunarto, SH, M.H, Supriyadi Adi, SH, M.H, Suratnohadi, SH, M.H, Osep Doddi, S.H, M.H., Herdiyanto, S.H., M.H., dan Nengah Sujana, S.H., M.H. Lalu, GH. Rahmatullah, S.H, Toni Aprito, SH, M.H, Eka Intan Putri, S.H, M.H., Sukarmin, S.H., M.H., Edison, S.H., M.H., dan Doli Iskandar, S.H.
Dalam permohonannya, pemohon minta hakim PN Kotaagung yang memeriksa mengadili perkara ini menyatakan tindakan termohon menetapkannya sebagai tersangka tak sah dan tak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Serta memerintahkan termohon menghentikan proses penyidikan dan mengeluarkan status tahanan pemohon dari Rutan. Tak hanya itu, pemohon juga minta haknya dipulihkan dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.
Ada beberapa alasan permohonan prapradilan diajukan. Antara lain pemohon menilai penetapan tersangka oleh termohon tak pernah ada proses penyelidikan sebagaimana diatur di KUHAP. Tetapi tindakan pemohon langsung ke tahap penyidikan sesuai Sprindik Kajari Pringsewu Nomor : Print. 01/L/8.20/Fd.2/04/2023 tanggal 11 April 2023.
Lalu proses penyidikan dinilai tak berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung Nomor Nomor:PER–017/A/JA/07/2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Jaksa Agung Nomor Per–039/A/JA/10/2010 Tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus yang pada pokoknya sebagai pengejawantahan UU Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan UU Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kemudian termohon dinilai tak cukup bukti menetapkan pemohon sebagai tersangka sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 21/PUU-XII/2014. Yakni hanya berdasar keterangan saksi yang tak didukung bukti relevan atas adanya dugaan penyimpangan BPHTB.
Sebagai Kepala Bapenda, waktu itu pemohon dipersangkakan karena diduga telah menetapkan BPHTB dibawah ketentuan dan bertentangan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Perda Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah dan Keputusan Bupati Pringsewu Nomor: B/177/KPTS/B.03/2021 tentang Penetapan Harga Dasar Tanah.
Dimana pemohon dalam memberi keringanan BPHTB sebesar 40% dianggap tak sesuai ketentuan Peraturan Bupati Nomor 16 Tahun 2022 tentang Tatacara Pemberian Keringanan, Pengurangan dan Pembebasan BPHTB. Sehingga disinyalir menimbulkan kerugian negara sebesar Rp. 570.000.000, berdasar Audit BPKP Perwakilan Lampung, akibat telah terjadi kesalahan hitung atas BPHTB Objek Pajak.
Padahal jika cara penghitungan BPKP Perwakilan Lampung seandainya memang benar, dimana terjadi kekurangan bayar, harusnya statusnya piutang negara, bukan kerugian negara. Sebab ada mekanisme penagihan sebagaimana diatur UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Misalnya Kepala Bapenda Kabupaten Pringsewu menetapkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) kepada wajib pajak.
Dengan demikian perbuatan pemohon bukan merupakan pidana korupsi. Tapi perbuatan administrasi hukum perpajakan daerah yang penyidikan kewenangan Aparat Pengawas Internal Pemerintahan (APIP).
Selain itu tindakan termohon menangani perkara ini, dinilai tak berpedoman pada ketentuan dalam Nota Kesepahaman antara Kemendagri sebagai Pihak Pertama dan Kejagung RI sebagai Pihak Kedua dan Polri sebagai Pihak Ketiga dengan Nomor: 100 4.7/437/SJ dan Nomor : 1 Tahun 2023 dan Nomor: NK/1/1/2023. Prihal Koordinasi Aparat Pengawas Internal Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum dalam penanganan laporan atau Pengaduan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Sehingga patut dinyatakan sebagai cacat formal atau atau cacat prosedur.(red)