BANDAR LAMPUNG � Mantan anggota DPR RI yang juga mantan Ketua DPW PKB Lampung Musa Zainuddin membongkar habis transaksi uang dalam perebutan perahu di Pilgub Lampung 2018.

Musa mengatakan, semula DPW PKB sepakat mengusung Mustafa untuk Pilgub Lampung. Namun, belakangan ia mendapat kabar jika PKB berubah pilihan karena �bom� uang yang lebih besar.

Dalam sidang suap gratifikasi terdakwa Mustafa eks Bupati Lampung Tengah, di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang, Kamis (4/3), Musa mengaku mendapat kabar kalau Ketua DPP PKB Muhaimin (Cak Imin) menerima uang Rp 40 miliar dari Sugar Group untuk dukungan Arinal Djunaidi dalam pencalonan Gubenur Lampung.

“Mungkin karena besar akhirnya yang kecil di korbankan. Yang susah itu (yang) bawah,” kata Musa.

Jaksa KPK, Taufiq Ibnugroho menanyakan sumber informasi sehingga Musa bisa mengatakan hal tersebut.

“Namanya Khairudin orang Demokrat saat berkunjung Pak Anas Urbaningrum, ketemu saya bilang PKB gak mungkin dukung Mustafa, soalnya PKB Jakarta sudah terima Rp 40 miliar dari Sugar Groups. Semua sudah tahu,” jelas Musa.

Musa pun tak mengetahui bagaimana proses sehingga Chusnunia Chalim berpasangan dengan Arinal Djunaidi.

“Saya gak tahu itu ketum yang memutuskan, tapi Bu Nunik sempat menyampaikan bahwa akan mendampingi Arinal jadi gubernur dan gak bisa menolak. Dan dia katanya capek tapi dipaksa Pak Muhaimin untuk mendampingi, itu katanya kepada saya,” jelas Musa.

“Apakah Muhaimin tahu jika Mustafa menyerahkan Rp18 miliar?” tanya JPU Taufiq.

“Gak tahu, mungkin ada kebijakan dari Ketum,” jawab Musa.

“Nah itu saya kaget, saya dapat info dari (Khidir) Bujung dan Midi (Iswanto) kalau mereka gak berdaya. Tapi ada yang janggal, yang tadinya disetujui pak Muhaimin tiba tiba berubah,” jawab Musa.

Sebelumnya, kata Musa, PKB meminta mahar senilai Rp 30 miliar kepada kepada Mustafa dalam pencalonan gubernur. Tapi akhirnya disepakati Rp 18 miliar.

Hal ini terungkap setelah JPU KPK mencecar saksi Midi Iswanto mantan Anggota DPRD Lampung fraksi PKB dan Khaidir Bujung mantan Anggota DPRD Lampung fraksi PKB.

Dalam kesaksian Khaidir, mahar perahu untuk maju pilgub bermula saat ia bersama Midi Iswanto, Chusnunia Chalim dan Okta Rijaya sekertaris DPW PKB saat itu berkumpul di ruang Ketua DPW PKB di Jalan Semangka Bandar Lampung.

“Saya masih ingat saat itu jam 20.00 WIB, saat itu ada Bu Nunik, saya, Midi dan Okta berbicang terkait kekhawatiran jika PKB akan ditinggal dari proses Pilgub,” ucapnya.

Kata Khaidir, Nunik menanyakan siapa yang bisa melakukan komunikasi dengan Mustafa dan saat itu yang bersedia Midi.

“Lalu sekitar jam setengah sepuluh, Bu Nunik bilang mau ada pertemuan dengan Mustafa, dia meminta kami menunggu sampai ia balik, dan jam setengah satu bu Nunik datang sambil tangan kanan ngangkat jempol bilang sip, dan tangan� kiri nepuk jidat ora nawar’i (tidak nawar) dan dia bilang lagi besok sore ketemu ketua umum (Cak Imin) di Jakarta,” kata Kaidhir.

Khaidir memahami maksud dari Nunik yakni terkait kesepakatan mahar perahu, dan Mustafa tidak menawar lagi.

“Kemudian?” tanya JPU KPK Taufiq.

Midi Iswanto pun menyahut, “Setelah itu saya dihubungi khaidir Ibrahim untuk ketemu di Ponpes Nurul Khodirin milik KH Imam Suhadi, di sana Bu Nunik menyampaikan untuk followup Pak Mustafa.”

Atas perintah tersebut, Midi yang saat ini menjadi politisi Demokrat langsung menghubungi rekannya Bujung.

“Ya Pak Midi menghubungi saya untuk menindaklanjuti pertemuan dengan Mustafa, lalu saya inisiatif menghubungi Samsudin kakak Mustafa agar bisa bertemu,” kata Bujung.

Bujung menuturkan kemudian terjadi pertemuan di rumahnya bersama Midi dan juga Mustafa.

“Di rumah saya selesaikan jika ia sudah menyiapkan uang Rp 5 miliar dan kami belum berani terima karena kami belum tahu yang harusnya diterima berapa, namun saat itu pak Mustafa menyampaikan jika komitmen Rp 11 miliar,” ujar Bujung.

Bujung menuturkan kemudian ia bertemu dengan Nunik di Kantor Bupati Lampung Timur dan menyampaikan jika uang mahar perahu sebesar Rp 30 miliar.

“Saya bilang itu gak kemahalan, terus Bu Nunik bilang turun ke angka Rp 21 miliar, saya bilang lagi kalau ketemu dengan Mustafa susah, jadi angka terakhir berapa, barulah muncul angka Rp 18 miliar,” beber Bujung.

Bujung menambahkan mahar Rp 18 miliar tersebut di luar dari dukungan NU kepada Mustafa.

“Jadi Rp 18 miliar itu di luar NU, lalu kami komunikasi lanjut dan sampaikan ke Mustafa lalu pak Mustafa setuju dan diserahkan Rp 5 miliar dulu,” tutur Bujung.

Dalam sidang terungkap juga uang perahu senilai Rp 4 miliar yang sempat dikabarkan hilang ternyata digunakan untuk kebutuhan partai termasuk untuk Chusnunia Chalim.

Midi Iswanto mengakui jika mahar yang wajib diserahkan Mustafa untuk perahu PKB sebesar Rp 18 miliar sebagaimana yang diperintahkan oleh Chusnunia Chalim.

“Baik selanjutnya PKB langsung mendukung siapa dalam pencalonan Gubenur Lampung?” tanya JPU KPK Taufiq Ibnugroho.

“Ya setahu saya rekomendasi (yang keluar) mendukung Arinal Djunaidi dan Chusnunia Chalim,” kata Midi yang sedikit ragu.

Midi pun akhirnya bercerita kegalauannya atas uang mahar Rp 18 miliar yang dibawanya setelah Mustafa tak mendapatkan rekomendasi dari PKB.

“Uang Rp 18 miliar itu sempat (ada niat) dari kami lempar ke rumah dinas Bupati (Lampung Timur – Nunik), agar wartawan tahu,” serunya dengan tegas.

Namun hal tersebut diurungkan, dan Midi mengaku uang tersebut mau dikembalikan kepada Mustafa.

“Dan uang itu sudah banyak terpakai Rp 3,7 miliar, yang Rp 14 miliar sudah kami kembalikan, dan yang katanya Rp 4 miliar itu gak bulet, karena uang dalam kardus kurang juga,” tuturnya.

Midi pun menerangkan uang Rp 3,7 miliar tersebut disebar kepada sejumlah petinggi partai di Lampung untuk kepentingan dukungan.

“Untuk ketua DPC PKB seprovinsi Lampung, Dewan Suro PKB, Mutaqin Rp 1 miliar, Kemudian bu Nunik Rp1 miliar dan Rp 150 juta, lalu jasa pengacara pak Musa saksi ahli Jakarta yang nominalnya saya lupa,” sebutnya.

“Uang buat Bu Chusnunia itu buat apa saja?” tanya JPU Taufiq.

“Rp 150 juta katanya untuk tukang, saya gak tahu tukang apa, saya serahkan langsung ke Bu Nunik di Sukadana Rumah Dinas, Rp 1 miliar untuk persiapan pemilu 2019, saya serahkan melalui ibu Siti Ela Nuryana sekarang anggota DPR RI, saya ketemuan di Metro kalau gak salah, lalu Bu Ela memberikan nomor telpon, untuk dikirim ke Jakarta lalu saya utus orang saya untuk ke Jakarta dan uang sudah sampai ke Ela,” tandasnya.

Diketahui, dari sidang itu, jaksa menghadirkan delapan orang saksi. Namun dua diantaranya mangkir.

Adapun saksi yang hadir, yakni Erwin Mursali mantan Walpri Mustafa (Baju Polri), Midi Iswanto mantan Anggota DPRD Lampung fraksi PKB. Lalu Khaidir Bujung mantan Anggota DPRD Lampung fraksi PKB, Musa Zainudin mantan Anggota DPR RI Komisi V Fraksi PKB, Chusnunia Chalim Wakil Gubernur Lampung, Sri Widodo mantan DPD Hanura Lampung.

“Sementara yang belum hadir Geovani Batista (politisi Nasdem Lampung) dan Gunadi Ibrahim (Ketua DPD Gerindra Lampung),” tandasnya.

Wakil Gubenur Lampung Chusnunia Chalim datang ke persidangan didampingi oleh suami. (tbc)