JAKARTA – Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi akhirnya mencabut Peraturan Gubernur (Pergub) Lampung Nomor 33 Tahun 2020 Tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu sebagaimana diubah dengan Pergub Lampung Nomor 19 Tahun 2023 terkait Tata Kelola dan Peningkatan Produktifitas Panen Tebu. Kepastian ini didapat berdasarkan siaran pers Pemprov Lampung yang ditandatangani Sekretaris Daerah Pemprov Lampung, Fahrizal Darminto, Selasa (21/5/2024). Alasannya keputusan yang dikeluarkan Mahkamah Agung (MA) RI yang membatalkan pergub ini telah bersifat final dan mengikat.
Menariknya meski telah dicabut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memastikan akan terus mengambil langkah hukum lanjutan.
“Kami memiliki tiga instrumen penegakan hukum, yakni sanksi administrasi, pidana, dan perdata. Kami masih mengkaji instrumen mana yang akan digunakan untuk menghadapi kondisi ini. Apakah dari salahsatu instrumen atau ketiga-ketiganya kami maksimalkan,” terang Direktur Penanganan Pengaduan, Pengawasan, dan Sanksi Administrasi (PPSA) Gakkum KLHK, Ardyanto Nugroho.
Sebelumnya Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani menyampaikan apresiasi ke majelis hakim MA terkait pencabutan Pergub Lampung Nomor 33 Tahun 2020 Tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu sebagaimana diubah dengan Pergub Lampung Nomor 19 Tahun 2023. Pujian diberikan karena MA mengabulkan uji materiil peraturan tersebut. Hal itu bertujuan untuk hentikan panen tebu dengan cara membakar karena dapat mencemari dan merusak lingkungan.
“Kami juga mengapresiasi para ahli yang telah mendukung penyusunan Permohonan Uji Materiil ini,” kata Rasio dalam keterangan tertulis, Senin (20/5/2024).
Dia mengatakan Pergub Lampung ini telah menguntungkan pihak perusahaan perkebunan tebu. Panen tebu dengan cara membakar memang menghemat biaya panen. Tapi tindakan ini mengakibatkan kerugian sangat besar terkait pelepasan emisi gas rumah kaca, kerusakan dan pencemaran lingkungan, serta mengganggu kesehatan masyarakat akibat asap dan partikel debu.
“Kebijakan Gubernur Lampung, yang memfasilitasi/mengizinkan panen tebu dengan cara membakar, harus dicabut. Kebijakan ini telah menguntungkan perusahaan secara finansial, dengan mengorbankan lingkungan hidup, masyarakat dan merugikan negara, serta bertentangan dengan undang-undang,” jelasnya.
“Kami sedang menghitung total kerugian lingkungan hidup guna menyiapkan langkah hukum lebih lanjut. Langkah hukum lebih lanjut harus dilakukan agar tidak ada lagi kebijakan-kebijakan dan/atau tindakan seperti ini yang menguntungkan pihak tertentu secara finansial, akan tetapi mengorbankan/merugikan lingkungan hidup, masyarakat dan negara, serta bertentangan dengan undang-undang,” sambungnya.
Berdasarkan pemantauan hotspot yang dilakukan terlihat bahwa beberapa perkebunan tebu di Lampung, antara lain yaitu PT Sweet Indo Lampung (SIL) dan PT Indo Lampung Perkasa (ILP) terindikasi adanya kebakaran lahan.
“Hasil pengawasan yang kami lakukan pada tahun 2021, berdasarkan perhitungan awal luas lahan yang dibakar di PT. SIL dan ILP mencapai 5.469,38 Ha. Sedangkan luas lahan yang dibakar pada tahun 2023, berdasarkan perhitungan awal mencapai 14.492,64 Ha. Total luas lahan yang dibakar dan seberapa besar kerugian lingkungan hidup sedang kami dalami bersama dengan tim dan ahli,” tambah Ardyanto Nugroho.
Permohonan Uji Materiil ini sendiri diajukan untuk ketertiban dan kepastian hukum serta lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pasalnya meski Menteri LHK Siti Nurbaya, sudah pernah menyurati Gubernur Lampung Arinal Djunaidi untuk mencabut aturan daerah tersebut, namun imbauan itu tidak pernah digubris. Untuk itu, Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK bersama masyarakat memutuskan menempuh upaya hukum uji materiil ke MA. Hasilnya putusan MA atas Uji Materiil ini menunjukkan bahwa panen dengan cara bakar itu ilegal.
“Selain itu, diharapkan dapat menyelamatkan lingkungan hidup serta menjamin hak kesehatan masyarakat, khususnya masyarakat Lampung, serta komitmen Indonesia untuk Perubahan Iklim,” tutupnya.
Sebagai informasi, Peraturan Gubernur Lampung Nomor 33 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu sebagaimana diubah dengan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 19 Tahun 2023, bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu:
- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2022;
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah;
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan;
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
- Undang Undang Nomor 22 tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan;
- Peraturan Menteri Pertanian No.53/Permentan/KB.110/10/2015 tentang Pedoman Budidaya Tebu Giling yang Baik, dan
- Peraturan Menteri Pertanian No: 05/PERMENTAN/KB.410/1/2018 tentang Pembukaan dan/atau Pengolahan Lahan Perkebunan Tanpa Membakar.(rls)