BANDARLAMPUNG � Rakata Institute menggelar ekspose survei Pilkada Lampung Selatan (Lamsel) 2020. Dari hasil survei 1-5 Agustus, popularitas petahana Nanang Ermanto mencapai 82,40 persen, disusul mantan wakil Bupati Lamsel Eky Setyanto 50,10 persen, dan Anggota DPRD Lampung Tony Eka Chandra 43,10 persen. Padahal sebelumnya diketahui Nanang, ikut �kecipratan� uang suap ratusan juta rupiah fee proyek yang melibatkan mantan Bupati Lamsel, Zainudin Hasan Cs hingga didesak segera menjadi tersangka.
Menurut Rakata, selain popularitas, untuk kinerja juga angka Nanang lebih dari 50 persen. Yakni 62,2 persen masyarakat merasa puas dengan kinerja Nanang. Sementara 21, 1 persen tidak puas. �Survei dilakukan di semua kecamatan di Lamsel, dengan metode sampling dan selama lima hari kami memastikan turun atau tidaknya petugas survei,� ujar Peneliti Rakata Institute Yuli Harmoko saat di D�MC Coffe, Telukbetung, pekan lalu.
Untuk elektabilitas, kata Yuli, Nanang juga memiliki nilai tertinggi. Yakni 28,1 persen diikuti Toni 6,60 persen. �Dari hasil perhitungan, hanya dua orang ini yang angkanya lebih dari 50 persen, dengan swing voter 40 persen,� kata dia.
Seperti diketahui Komite Pemantau Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD) Lampung sebelumnya mendesak penyidik dan Jaksa KPK dan Pengadilan Tipikor Tanjung Karang bisa menindaklanjuti terkait fakta yang terungkap di sidang perkara korupsi dugaan fee setoran proyek pada dinas Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat�(PUPR) Lamsel.
�Kita minta jaksa KPK dan hakim mengambil langkah hukum,�khususnya nama �yang muncul yang diduga ikut menerima aliran dana fee setoran proyek dari dinas PU PR Lamsel,� kata Presidium KPKAD�Ginda Ansori Wayka beberapa waktu lalu.
Menurut dia, atas fakta ini penegak hukum dipandang perlu meningkatkan status Plt Bupati Lamsel Nanang Ermanto. Yakni menjerat yang bersangkutan Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 12 dan 15 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP. Sehingga sambung dia,�penegakan hukum bisa�sesuai adagium dan asas hukumnya yakni equality before the law dan tanpa pandang bulu.
�Fakta persidangan ini harus ditindaklanjuti jika tidak maka akan menambah rentetan panjang dugaan�pengungkapan tindak pidana korupsi yang setengah hati,� tegasnya.
Dikatakannya jangan sampai penegak hukum dengan fakta hukum ini tidak meneruskan dan tidak menindaklanjutinya sebagai bagian fakta hukum saat OTT di Lamsel.
Diberitakan di sejumlah persidangan nama Nanang Ermanto disebut� menerima uang senilai Rp 480 juta dalam kurun 2017-2019. Uang itu ia terima dari empat orang.�Dua di antaranya adalah terdakwa anggota DPRD Lampung Agus Bhakti Nugroho dan mantan Kepala Dinas PUPR Lamsel Anjar Asmara. Selain dari Agus BN dan Anjar, Nanang mengaku terima uang dari Kepala Bidang Pengairan Sahroni dan mantan Kadis PUPR Lamsel Hermansyah Hamidi. Sebelum menerima uang, Nanang mengaku terlebih dahulu memberi tahu Zainudin Hasan, bupati nonaktif Lampung Selatan.
�Saya mintanya selalu dengan bupati. Tapi ngasihnya lewat Sahroni, ABN (Agus BN), Hermansyah, dan Anjar,� kata Nanang saat bersaksi dalam sidang lanjutan kasus fee proyek Dinas PUPR Lamsel dengan terdakwa Agus BN dan Anjar Asmara, di PN Tipikor Tanjungkarang, Kamis (24/1).
Nanang mengakui telah mengembalikan uang Rp 480 juta itu melalui KPK. Pengakuan Nanang ternyata tidak sesuai hasil berita acara pemeriksaan, pasalnya �Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Subari Kurniawan mengaku�Nanang menerima total Rp 960 juta selama 2017-2018. Rinciannya, Rp 510 juta dari Sahroni, Agus BN, dan Hermansyah pada 2017. Kemudian, Rp 450 juta dari Agus BN dan Anjar pada 2018.
�Jadi, saya bacakan ini, di BAP. Pada 2017, Saudara Saksi (Nanang) menerima uang dari Syahroni, ABN, dan Hermansyah, total Rp 510 juta. Dan pada 2018, Saudara Saksi menerima uang dari ABN dan Anjar. Total Rp 450 juta,� paparnya.
Tak hanya Ginda Ansori yang mendesak KPK. Hal sama ditegaskan tokoh masyarakat Lampung, M. Alzier Dianis Thabranie. Ini menyikapi soal pengakuan Nanang Ermanto yang mengaku telah menerima uang ratusan juta rupiah dari pihak yang terlibat kasus fee proyek ini. Bahkan karena perbuatannya, Nanang Ermanto mengaku telah mengembalikan uang yang diterimanya ke KPK senilai Rp480 juta.
�Pertanyaannya darimana saksi Nanang Ermanto bisa dapat uang sebegitu besar di waktu singkat. Kalau dari gaji sebagai Plt Bupati, jelas tak mungkin. Untuk itu KPK harus jeli mengusut asal muasal uang pengembalian Rp480juta dari Nanang,� terang Alzier.
Menurut Alzier, agak aneh dimana dalam persidangan, Nanang mengaku tak memiliki uang. Dia pun lantas mau saja menerima bahkan memaksa minta uang ratusan juta ke pihak yang terlibat kasus fee proyek. Seperti dari tersangka, Agus Bhakti Nugroho (anggota DPRD Lampung) dan Anjar Asmara (Kadis PUPR Lamsel), serta makelar proyek Sahroni, Kabid Pengairan Dinas PUPR Lamsel.
Namun nyatanya, begitu kasus ini mencuat, dimana Bupati Lamsel, Zainudin Hasan ditangkap, dan Nanang kemudian ditunjuk jadi Plt Bupati Lamsel, tiba-tiba dia langsung memiliki uang Rp480juta untuk dikembalikan ke penyidik KPK.
�KPK harus patut curiga soal asal muasal uang pengembalian itu. Rasanya tak mungkin kalau dari gaji sebagai Plt Bupati. Apalagi uang yang dikembalikan cukup besar Rp480juta. Ini harus diusut KPK. Jangan sampai uang ini bersumber dari fee proyek dan sebagainya. Dimana kini, Nanang Ermanto sudah berstatus sebagai Plt Bupati. Sekali lagi KPK harus berani usut masalah ini,� tandas Alzier.
Selain itu, lanjut Alzier yang harus diingat pengembalian uang korupsi milik negara, tak menghilangkan kasus pidana atau perbuatan melawan hukum. Melainkan hanya menjadi salahsatu pertimbangan jaksa dan hakim untuk menentukan tuntutan dan vonis penjara.
�Karenanya sekali lagi saya minta KPK berani mengusut kasus ini hingga keakar-akarnya. Dalam hukum, jangankan ratusan juta. Menikmati Rp1juta hasil korupsi, itu kejahatan. Lalu Sahroni, jelas disurat dakwaan berperan memuluskan praktek suap mengatur proyek di Lamsel. Ini harus diproses dan dibui semua. Bila perlu tetapkan sebagai tersangka TPPU. Jangan hanya Zainudin Hasan,� harap Alzier yang juga merupakan calon anggota DPD RI Dapil Lampung dalam pemilu 2019 mendatang.(red)