JAKARTA – Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan mantan anggota Komisi V DPR Musa Zainuddin tidak sia-sia. Pada akhirnya, Mahkamah Agung (MA) mengurangi hukumannya, dari 9 tahun menjadi 6 tahun penjara.

Sebelumnya, Musa didakwa menerima suap terkait pembangunan jalan Taniwel-Saleman senilai Rp56 miliar dan rekonstruksi Piru-Waisala Provinsi Maluku Rp 52 miliar dalam APBN Kementerian PUPR 2016.

“Mengabulkan permohonan PK,” kata jubir MA Andi Samsam Nganro, Kamis (17/9/2020).

Menurut anggota majelis LL Hutagalung dan Gazalba Saleh, ada beberapa pertimbangan sehingga membuat majelis memutuskan untuk mengurangi hukuman mantan Ketua PKB Lampung tersebut..

PN Jakarta Pusat telah keliru memahami dan memposisikan peran Pemohon PK/Terpidana Musa Zainuddin.  MA setelah mempelajari permohonan PK Pemohon/Terpidana dan setelah mempelajari Pendapat/Tanggapan Jaksa/Penuntut Umum, dihubungkan dengan putusan yang dimohonkan PK, maka MA dalam tingkat peninjauan kembali berpendapat sebagai berikut :

  1. Terpidana bukan pengusul program aspirasi/optimalisasi ke dalam Rencana Kerja Kementerian PUPR ;
  2. Terpidana sejatinya bukan pelaku aktif, melainkan hanya menggantikan dan melanjutkan kesepakatan mengenai proyek dana aspirasi milik M. Toha sebagai Kapoksi PKB di Komisi V DPR sebesar Rp 200 Milyar di BPJN IX Maluku dan Maluku Utara ;

Begitu pula penentuan fee sebesar 8 persen bukan permintaan terpidana, melainkan sudah merupakan standar yang ditentukan oleh saksi Abdul Hoir. Bahwa kendati Pemohon PK/Terpidana Musa Zainuddin terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan Alternatif-Kesatu.

Tetapi pidana pokok yang dijatuhkan oleh judex facti selama 9 (sembilan) tahun menimbulkan disparitas pemidanaan dengan hukuman yang dijatuhkan kepada saksi/terdakwa Abdul Hoir selama 2 (dua) tahun 6 bulan. Padahal justru yang lebih berperan aktif dan signifikan terjadinya tindak pidana korupsi (suap) ini adalah saksi/terdakwa Abdul Hoir, Amran Hi Mustary, dan Jailani.

Bahwa hal-hal yang dikemukakan tersebut cukup beralasan menurut hukum untuk dipertimbangkan sebagai alasan atau keadaan yang turut meringankan terpidana, oleh karena itu pidana yang dijatuhkan kepada terpidana perlu diperbaiki dan pidana yang ditetapkan di bawah ini dinilai sudah tepat, adil dan proporsional.

Diketahui, Musa Zainuddin sebelumnya divonis 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan di PN Tipikor Jakarta pada tahun 2017. Hakim saat itu menyatakan Musa terbukti menerima suap Rp 7 miliar terkait proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara.

Kini MA, mengurangi vonis tersebut 3 tahun. Artinya, masa hukuman Musa hanya 6 tahun penjara. (dtc)