BANDARLAMPUNG � Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera melakukan investigasi. Ini soal dugaan adanya penggelapan pajak di PT. Sugar Group Companies (SGC). Kepastian ini dikatakan Kepala Satuan Tugas Koordinasi Supervisi dan Pencegahan (Kasatgas Korsupgah) Wilayah III KPK, Dian Patria.

�KPK akan terus mendorong Pemprov Lampung melakukan penataan dan penarikan pajak kepada semua perusahaan, khususnya PT. SGC terkait Surat Izin Pemanfaatan Air Tanah (SIPA). Tim terus bekerja mengumpulkan data dan informasi terkait izin penggunaan air tanah berbagai perusahaan di Lampung, terutama PT. SGC,� ungkap Dian sebagaimana dilansir Kantor Berita RMOLLampung.

Sebelumnya penyelesaian dugaan tunggakan pajak PT. SGC dinilai akademisi hukum Unila, Yusdianto dapat ditempuh dengan mendorong aparatur penegak hukum melakukan investigasi.

�Lembaga penegak hukum harus melakukan investigasi secara menyeluruh terkait besaran jumlah pajak yang tertunggak, baik pajak air tanah maupun lainnya,� kata Yusdianto, sebagaimana dilansir berbagai media online di Lampung.

Langkah ini diambil, kata Yusdianto jika Pemprov Lampung dibawah kepemimpinan Arinal � Nunik tidak mau mencari solusi menyelesaikan permasalahan ini.

�Kalau diserahkan ke Pemprov Lampung, saya yakin pemprov tidak akan mengambil langkah cepat. Maka sudah sewajarnya lembaga penegak hukum investigasi guna menghilangkan asumsi masyarakat soal besaran jumlah pajak PT SGC,� jelas Yusdianto.

Selain itu, ia juga meminta KPK turut serta investigasi. Karena jika ada pihak lain yang mencoba menghalang-halangi, kata dia, bisa langsung dilakukan penindakan secara hukum.

�Jika koorporasi tidak mau tunduk dan taat terhadap kepentingan negara, maka siapapun dia wajib bertanggung jawab. Karena saat ini kita sedang bersama-sama mencari jalan keluar agar koorporasi taat hukum dengan membayar pajak,� tegasnya.

Soal dugaan penggelapan pajak ini sendiri diungkap mantan anggota DPRD Lampung periode 2014-2019, Abdullah Fadri Auli. Dia �yakin selama ini PT. SGC telah melakukan penggelapan pajak. Adapun indikatornya, kata dia, pertama dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). �Saya yakin antara luas lahan perkebunan yang tertera di sertifikat HGU (Hak Guna Usaha), tidak sama dengan luas lahan sesungguhnya,� ujar Aab�begitu Abdullah Fadri Auli biasa disapa.

Kedua, sambung Aab, laporan terhadap jumlah hasil produksi tidak sesuai yang sebenarnya. Berikutnya, pajak alat berat dan pajak kendaraan operasional yang ada tidak semua dilaporkan.

�Sebenarnya kalau petugas pajak tidak berkolusi, dan aparat hukum serius menangani masalah tersebut, pasti bukti-buktinya akan didapatkan,� tegas Abdullah Fadri Auli.(red/net)