JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) membantah�telah menolak surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) kasus dugaan penggelapan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) atas nama Gunawan Jusuf dari Bareskrim Polri. Pihak Kejagung justru mempersilakan Bareskrim mengirim kembali SPDP soal kasus yang melibatkan pengusaha gula tersebut.

Kepala Pusat Penerangan Kejagung Mukri menjelaskan, pihaknya pernah menerima SPDP Gunawan Jusuf. Akan tetapi tidak disertai berkas perkara. Pengembalian itu dilakukan pada 2017 yang hingga kini tidak pernah ditindaklanjuti oleh Bareskrim.

“Berkas perkaranya tidak dikirimkan oleh penyidik, sehingga sesuai SOP kami, SPDP tersebut kami kembalikan ke penyidik,” kata Mukri saat dikonfirmasi, Kamis (13/12).

Dia menjelaskan, sesuai putusan MK, ketika polisi melakukan penyidikan, maka dalam waktu tujuh hari polisi harus mengirimkan SPDP ke Kejaksaan. Kemudian setelah SPDP dikirimkan, maka dalam satu bulan harus dikirimkan berkas perkara.

“Kemudian kami memberikan Formulir P17, itu menanyakan perkembangan penyidikan. Nanti satu bulan lagi kalau tidak ada berkas perkara itu kami kembalikan SPDP-nya,” terang Mukri.

Menurutnya prosedur ini diatur dalam Perja 036/ A/ 09/ 2011 tentang Standar Operasional Prosedur Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum. Karena itu Mukri menegaskan, prosedur semacam ini diterapkan pada perkara-perkara lain.

Namun demikian Mukri menyebut bahwa aturan ini hanya bersifat administrasi saja, dan karena itu meski SPDP sudah dikembalikan, polisi tetap bisa melakukan penyidikan kembali. “(SPDP) dikirimkan lagi, kami tetap terima,” tegas Mukri.

Kepolisian Indonesia saat ini tengah menangani kasus dugaan penggelapan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilaporkan pengusaha asal Singapura, Toh Keng Siong, terhadap pengusaha gula, Gunawan Jusuf.

Sebelumnya, Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes Daniel Silitonga mengatakan pihaknya sudah mengirim SPDP kasus ini ke Kejagung. Namun, SPDP yang dilayangkan Bareskrim ditolak oleh Kejaksaan Agung tanpa Daniel menjelaskan alasannya.

Karopenmas Polri Brigjen Dedi Prasetyo juga mengatakan, pihaknya masih mengumpulkan bukti-bukti dengan melibatkan pihak lain. Menurutnya, saat ini masih proses koordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM khususnya permintaan data ke Singapura dan Hongkong untuk mencari bukti-bukti kasus itu.

Anggota Komisi Kepolisian Nasional, Andrea Poeloengan, mendukung upaya polisi mencari barang bukti hingga ke luar negeri.
“Kalau memang alat bukti belum cukup saya pikir sudah selayaknya Polri mencarinya hingga ke manapun. Kalau Polri masih menyidik berarti mereka yakin ada dugaan perbuatan pidana, tinggal mencari alat buktinya agak lengkap,” ujar Pulungan.

Ia menyatakan pencarian alat bukti hingga ke luar negeri menandakan Polri serius dalam mengungkap suatu perkara.

“Polri harus tuntas dalam bekerja, artinya upaya pemenuhan alat bukti harus dioptimalkan karena diperlukan dalam proses sidiknya. Kalau sudah bekerja optimal ternyata tidak cukup (bukti) juga, maka Polri perlu menetapkan sikapnya terkait kelanjutan penyelidikan atau penyidikan,” katanya.(net)