Oleh : M. Ammar Fauzan

BADAN Eksekutif Mahasiswa Universitas Lampung (BEM Unila) dengan tegas menyampaikan kekecewaan mendalam atas keputusan sepihak Rektor Universitas Lampung yang membatalkan rangkaian acara Krakatau Unila.

Krakatau Unila adalah sebuah agenda yang dirancang untuk mempertemukan mahasiswa baru dalam semangat kebersamaan, intelektualitas, dan kreativitas melalui kegiatan paper mob serta stadium general. Padahal, acara ini telah dikomunikasikan dan disetujui secara resmi oleh Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, sehingga pembatalan mendadak tersebut menimbulkan tanda tanya besar sekaligus menguak adanya miskomunikasi serius di tubuh pimpinan universitas.

Keputusan rektor yang menyatakan bahwa tidak ada kegiatan setelah PKKMB bukan hanya menimbulkan kebingungan, tetapi juga menimbulkan kesan bahwa ada upaya sistematis untuk menghalangi ruang gerak mahasiswa dalam menginisiasi kegiatan kolektif yang konstruktif.

Pernyataan tersebut jelas bertolak belakang dengan komunikasi yang dibangun bersama Wakil Rektor III, yang sebelumnya justru memberikan dukungan penuh atas terselenggaranya Krakatau Unila. Pertentangan sikap ini memperlihatkan bahwa kepemimpinan universitas tengah berjalan dalam arah yang tidak sinkron, yang pada akhirnya berdampak langsung pada mahasiswa sebagai subjek utama perguruan tinggi.

Kekecewaan mahasiswa semakin dalam karena Krakatau Unila bukan sekadar sebuah acara seremonial, melainkan ruang pembelajaran yang berharga di luar kelas. Acara ini menjadi wadah mahasiswa baru untuk mengenal nilai-nilai perjuangan, solidaritas, dan kebersamaan yang akan membentuk karakter mereka sebagai insan akademis dan agen perubahan. Dengan membatalkan acara yang telah disusun sedemikian rupa, universitas justru menunjukkan sikap yang anti partisipasi dan mereduksi kreativitas mahasiswa, seolah-olah kampus hanya boleh dijalankan dengan logika birokratis yang kaku, bukan dengan semangat intelektual yang progresif.

BEM Unila menilai bahwa tindakan ini mencederai komitmen universitas untuk menjunjung tinggi demokrasi, transparansi, dan penghormatan terhadap inisiatif mahasiswa. Kampus seharusnya menjadi rumah bagi lahirnya gagasan kritis, tempat mahasiswa mengasah kepemimpinan, dan arena untuk menumbuhkan keberanian menyuarakan aspirasi. Namun pembatalan Krakatau Unila justru memperlihatkan arah yang berlawanan: ruang-ruang ekspresi dipersempit, kreativitas dibungkam, dan mahasiswa diposisikan semata sebagai objek yang harus tunduk pada kebijakan sepihak tanpa dialog.

Kami memandang bahwa universitas tidak bisa terus-menerus berjalan di atas praktik pengabaian aspirasi mahasiswa. Jika pimpinan universitas membiarkan sikap anti-dialog ini berlanjut, maka Universitas Lampung akan kehilangan esensinya sebagai lembaga akademik yang seharusnya berlandaskan keterbukaan, partisipasi, dan penghormatan terhadap otonomi mahasiswa. BEM Unila menegaskan bahwa segala bentuk pembungkaman terhadap kegiatan mahasiswa hanya akan memperlebar jurang ketidakpercayaan antara mahasiswa dengan pihak rektorat, dan pada akhirnya merugikan nama baik universitas di mata publik.

Bagi BEM Unila, pembatalan ini bukanlah sekadar masalah teknis, tetapi bagian dari persoalan yang lebih besar: bagaimana universitas memandang mahasiswa. Apakah mahasiswa hanya dianggap pelengkap dalam struktur birokrasi kampus, ataukah sebagai subjek utama yang memiliki ruang untuk tumbuh dan berkembang? Krakatau Unila adalah simbol dari semangat mahasiswa yang tidak ingin dipasung, simbol keberanian untuk menyatakan diri sebagai generasi muda yang siap memikul tanggung jawab akademik dan sosial. Membatalkannya sama saja dengan menutup ruang lahirnya gagasan dan semangat baru di kalangan mahasiswa baru.
Oleh karena itu, BEM Universitas Lampung dengan tegas menolak segala bentuk upaya pembatasan ruang gerak mahasiswa dan menyatakan bahwa perjuangan untuk mempertahankan ruang demokrasi di kampus akan terus dijalankan. Universitas tidak boleh menjadi menara gading yang jauh dari denyut mahasiswa, melainkan harus hadir sebagai arena yang sehat, terbuka, dan demokratis. Jika pimpinan universitas benar-benar berkomitmen pada pendidikan yang membebaskan, maka tidak ada alasan untuk menghalangi Krakatau Unila atau kegiatan mahasiswa lainnya yang bernilai positif.

(Ketua BEM Universitas Lampung)