BANDARLAMPUNG � Belum dilaksanakan penetapan eksekusi putusan inkracht perkara perdata nomor 15/PDT.G/2002/PN.TK., 16 Juli 2003 oleh Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang, mendapat perhatian Rudi Antoni, S.H., M.H. Ketua Umum Himpunan Masyarakat untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Humanika) Provinsi Lampung periode 2020-2025 itu menilai ada keanehan terkait sikap PN Tanjungkarang yang tak kunjung melakukan eksekusi dan pengosongan. Ini sebagaimana tercantum di Penetapan Nomor 26/Pdt.Eks.PTS/PN.Tjk tanggal 14 Oktober 2019 yang ditandatangani Ketua PN Tanjungkarang Timur Pradoko, S.H., M.H.
�Saya rasa ada yang janggal. Mengapa putusan yang telah inkracht, namun hingga kini tak kunjung dilakukan eksekusi dan pengosongan. Padahal surat penetapan sudah keluar dan ditandatangani langsung oleh ketua pengadilan,� cetus Rudi Antoni.
Padahal lanjut Rudi Antoni, segala upaya hukum luar biasa maupun biasa tak menghalangi pelaksanaan eksekusi atas putusan inkracht.
�Karenanya Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI, sudah semestinya segera menindaklanjuti masalah ini. Jika tidak, ini bisa menimbulkan citra negatif terhadap lembaga peradilan. Dimana masyarakat menilai tidak ada kepastian hukum terhadap perkara yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap,� tandas Rudi Antoni.
Seperti diberitakan PN Tanjungkarang membenarkan jika kasasi bantahan atas penetapan eksekusi PT. Sumber Batu Berkas (SBB) ditolak Mahkamah Agung (MA). Dengan demikian Babay Chalimi yang memenangkan perkara ditingkat kasasi. Namun demikian hingga kini belum dilakukan eksekusi. Alasannya advokat Amrullah, yang mengaku kuasa hukum Babay Chalimi yang mengajukan permohonan eksekusi dikasus itu tanpa melampirkan surat kuasa dari Babay Chalimi.
Padahal perlu diketahui dihukum acara yang berlaku bahwa Advokat di setiap tahapan atau jenjang harus memiliki kuasa dari Prinsipal. Disetiap tahapan perkara misalnya jika pidana, kuasa khusus mendampingi penyidikan, kuasa khusus praperadlan, kuasa khusus di prapenuntutan. Selanjutnya jika di pengadilan, kuasa khusus pemeriksaan di PN, Banding di Pengadilan Tinggi (PT), dan Kasasi MA serta Peninjauan Kembali (PK) di MA.
�Adalah tindak pidana jika PN tetap menerima permohonan eksekusi dari kuasa pemohon, akan tetapi prinsipal sesungguhnya tidak pernah memberikan kuasa untuk itu kepada siapapun,� ujar Humas PN Tanjungkarang, Hendri Irawan, S.H., dalam releasnya yang disampaikan kepada wartawan koran ini, Kamis (28/04/2022).
Diakui Hendri Irawan, bahwa benar dulu Amrullah pernah jadi kuasa hukum Babay Chalimi di tingkat kasasi. Tapi di tahap permohonan eksekusi, Amrullah harus melampirkan surat kuasa baru.
�Hingga saat ini Amrullah belum melengkapi surat kuasa dari pemohon eksekusi yaitu prinsipal Babay Chalimi. Sampai hari ini PN Tanjungkarang masih menunggu kelengkapan permohonan eksekusi yang diajukan Amrullah,� jelas Hendri lagi.
Bahkan saat ini papar Hendri, pihak Handayanti dan Stepanus Soegianto telah mendaftarkan permohonan PK atas perkara perdata itu.
�Saran saya, wartawan melakukan konfirmasi ulang dulu kepihak prinsipal Babay Chalimi. Kenapa belum juga memberikan surat kuasa tertulis kepada Amrullah atas permohonan eksekusi perkara yang dimenanginya ditingkat kasasi,� himbau Hendri.
Lantas apa tanggapan Amrullah ? Menurut Amrullah, pelaksanaan penetapan eksekusi merupakan kelanjutan putusan inkracht yang dimenangkan klien, Babay Chalimi di perkara perdata nomor 15/PDT.G/2002/PN.TK., 16 Juli 2003. Sebagai prinsipal Babay dengan kuasa khusus tercatat di PN Tanjungkarang, dia memohon dilakukan eksekusi atas sita jaminan berupa enam asset milik para tergugat, sebagaimana amar putusan inkracht tersebut.
Permohonan ditanggapi dengan diterbitkan Penetapan Nomor 26/Pdt.Eks.PTS/PN.Tjk tanggal 14 Oktober 2019 yang ditandatangani Timur Pradoko, S.H., M.H., selaku Ketua PN Tanjungkarang. Berdasarkan penetapan itu, pemohon dan termohon eksekusi telah beberapa kali dipanggil oleh Timur Pradoko guna diberikan penjelasan.
�Semua tahapan ini bisa terlaksana karena kami memegang kuasa khusus dari prinsipal. Selama ini, kami tidak menyampaikan protes atau melaporkan ke MA ketika putusan inkrach dan dilengkapi Penetapan Sita Eksekusi, ternyata tak kunjung dilaksanakan. Dimana seakan-akan ketua pengadilan dan jajarannya tidak paham hukum, yaitu segala upaya hukum terhadap putusan inkracht adalah tidak menghalangi pelaksanaan eksekusi,� papar Amrullah.
Sayangnya lanjut Amrullah, penetapan tinggal hanya penetapan sampai kemudian timbul bantahan dari termohon eksekusi. Dimana pihak Handayanti dan Stepanus Soegianto melakukan perlawanan dan minta PN Tanjungkarang menangguhkan eksekusi Penetapan Nomor 26/Pdt.Eks.PTS/PN.Tjk tanggal 14 Oktober 2019 sampai ada putusan yang berkekuatan hukum tetap. Inipun terbukti ditolak dan lagi-lagi inkracht van gewijzde.
�Semua proses hukum kami ikuti. Meski kami menilai perlawanan ini sifatnya mengada-ngada dan sepatutnya tidak dapat diterima di PN Tanjungkarang. Tapi alhamdulillah, majelis hakim banding dan kasasi, sependapat dengan kami. Dimana mereka menilai, putusan perkara asal Nomor 15/PDT.G/2002/PN.TK. tanggal 16 Juli 2003 adalah putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dan mempunyai kekuatan eksekutorial. Bahwa adanya perjanjian penyelesaian perselisihan dengan akta notaris nomor 2 tanggal 2 Desember 2003 adalah penyelesaian diluar proses pengadilan yang tidak dapat mengesampingkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, bila putusan itu dimohonkan eksekusinya. Jadi pihak PN Tanjungkarang, sekarang tinggal melaksanakan saja Penetapan Nomor 26/Pdt.Eks.PTS/PN.Tjk tanggal 14 Oktober 2019, yang sebelumnya sempat ditangguhkan. Tidak ada hubungan soal surat kuasa atau ada peninjauan kembali dan lainnya,� papar Amrullah.
�Jadi agak janggal jika malah Humas PN Tanjungkarang kini membahas surat kuasa. Perlu diketahui dipertemuan pemohon dan termohon eksekusi, ketua PN Tanjungkarang secara tegas dan jelas serta diutarakan berulang-ulang mengatakan segala upaya hukum luar biasa maupun biasa tidak akan menghalangi pelaksanaan eksekusi atas putusan inkracht. Sekarang, kami bersurat lagi ke Ketua PN Tanjungkarang, konteksnya mempertanyakan pelaksanaan eksekusi sesuai putusan perkara perdata nomor 15/PDT.G/2002/PN.TK., yang telah inkracht dan yang dimaksud di Penetapan Sita Eksekusi No. 26/Pdt.Eks.PTS/2019/PN.Tjk Tanggal 14 Oktober 2019. Jadi bukan memohon atas putusan bantahan yang sudah inkracht. Kami berharap ini dicatat dan dimaknai dengan benar dan jujur,� ujar Amrullah.
Diketahui ini berawal dari ada Penetapan Nomor 26/Pdt.Eks.PTS/PN.Tjk tanggal 14 Oktober 2019 tentang aanmaning/teguran eksekusi yang merupakan pelaksanaan putusan Nomor 15/PDT.G/2002/PN.TK., tanggal 16 Juli 2003. Atas penetapan Penetapan Nomor 26/Pdt.Eks.PTS/PN.Tjk itu, pihak Handayanti dan Stepanus Soegianto melakukan perlawanan. Intinya meminta PN Tanjungkarang menangguhkan eksekusi Penetapan Nomor 26/Pdt.Eks.PTS/PN.Tjk tanggal 14 Oktober 2019 sampai ada putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Di tingkat pertama PN Tanjungkarang, perlawanan dikabulkan. Dalam putusan nomor 34/Pdt.Bth/2020/Pn.TK tanggal 19 Januari 2021, diantaranya dinyatakan bahwa Penetapan Nomor 26/Pdt.Eks.PTS/PN.Tjk tanggal 14 Oktober 2019 tentang aanmaning/teguran eksekusi berikut segala rangkaiannya tidak dapat dilaksanakan atau tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Namun dalam tingkat banding, putusan PN Tanjungkarang dibatalkan pihak PT Tanjungkarang. Ini tertuang di putusannya nomor 28/PDT/2021/PT TJK tanggal 16 Maret 2021.
Atas putusan PT Tanjungkarang ini, pihak Handayanti dan Stepanus Soegianto melakukan kasasi. Tapi dalam pendapatnya majelis hakim kasasi menilai alasan kasasi tidak dapat dibenarkan. Oleh karena itu putusan judex facti PT. Tanjungkarang tidak salah dalam menerapkan hukum. Dimana putusan perkara asal Nomor 15/PDT.G/2002/PN.TK. tanggal 16 Juli 2003 adalah putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dan mempunyai kekuatan eksekutorial. Bahwa adanya perjanjian penyelesaian perselisihan dengan akta notaris nomor 2 tanggal 2 Desember 2003 adalah penyelesaian diluar proses pengadilan yang tidak dapat mengesampingkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, bila putusan itu dimohonkan eksekusinya.
�Menyatakan pembantah bukan merupakan pembantah yang benar dan jujur, menolak bantahan pembantah seluruhnya, menghukum pembantah membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan,� tulis petikan putusan yang ditandatangani Sudrajat Dimyati, S.H., M.H., hakim agung sebagai ketua majelis. Serta Dr. M. Yunus Wahab, S.H., M.H., dan Dr. Rahmi Mulyati, S.H.,M.H, hakim agung, sebagai hakim anggota. (red)