NASIB kurang beruntung harus dialami Esti Nur Fathonah. Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Lampung periode 2019 – 2024 tersebut harus kehilangan jabatannya. Ini menyusul terbitnya putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI Nomor 329-PKE-DKPP/XII/2019. Dalam putusannya DKPP menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap (baca pemecatan,red) kepada dirinya sebagai anggota KPU Provinsi Lampung.

Esti sendiri diadukan oleh Dr. Budiono, S.H., M.H. (Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung), melalui kuasa hukumnya Chandra Muliawan, S.H. Inti laporannya, Esti diduga melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu saat rekruitmen calon anggota KPU Kabupaten/Kota di Lampung, beberapa waktu yang lalu.

Lalu bagaimana reaksi Esti Nur Fathonah dalam menyikapi putusan DKPP ini ? Benarkah dirinya memang benar-benar menerima “suap” dalam seleksi calon anggota KPU Kabupaten/Kota di Lampung? Berikut wawancara Bukhori Muzzammil, Penanggungjawab Surat Kabar BE1 Lampung bersama Esti Nur Fathonah, Kamis (13/2/2020).

Assalamualaikum. Gimana kabarnya Mba Esti ?

Waalaikumsalam. Alhamdulillah baik. Meski jujur, saya akui agak sedikit syok dan kaget atas apa yang saya alami terkait terbitnya putusan DKPP yang memecat saya sebagai anggota KPU Lampung. Sebab saya menilai putusan DKPP itu terlalu berlebihan.

 Bisa diceritakan Mba Esti, mengapa bisa demikian ?

Saya akui, saya bersalah karena dianggap tidak profesional lantaran menerima tamu yang merupakan suami peserta calon anggota KPU Kabupaten/Kota. Dan atas kesalahan ini, saya sudah mendapat peringatan dan pembinaan dari KPU RI. Untuk diketahui, saya sebelumnya tidak pernah melakukan pelanggaran. Namun ternyata oleh DKPP, saya justru malah di jatuhi sanksi berupa pemecatan.

 Jadi Mba merasa tidak adil ?

Ya jelas. Saya hanya ingin masyarakat tahu, bahwa majelis DKPP bukan tuhan, bukan dewa atau nabi. Mereka juga bisa keliru. Meski vonis yang mereka jatuhkan sifatnya final dan mengikat. Tapi perlu diingat, tudingan jika saya terlibat skandal suap jual-beli jabatan komisioner KPU Kabupaten/Kota di Lampung, sepenuhnya tidak benar.

 Mba yakin ada yang aneh dengan putusan DKPP tersebut ?

Pasti. Yang saya heran DKPP dengan mudah menjatuhkan sanksi pemecatan tanpa melakukan pemeriksaan secara menyeluruh.

 Bisa dijelaskan lagi Mba ?

Misalnya dalam kesaksiannya, saudara pengadu (Dr. Budiono S.H., M.H.,red) mengatakan pernah membaca pesan dari beberapa orang terkait ada tawaran jual-beli bernilai ratusan juta rupiah serta pemberian barang berupa gading gajah dll, jika ingin menjadi anggota KPU Kabupaten/Kota di Lampung. Tapi mengapa ini semua tidak coba diungkap majelis hakim. Pesan siapa yang dibaca oleh pengadu tersebut. Semuakan ada nama, ada nomor ponselnya dll. Tapi mengapa itu tidak diungkap. Ada hubungan apa majelis hakim DKPP dengan Budiono. Dari sinikan semua bisa menjadi terang-benderang. Benar tidak, sudah terjadi praktek transaksional praktek jual-beli menjadi anggota KPU. Benar tidak, ada keterlibatan saya. Pasti saya akan sangat terbuka. Silakan cek semuanya, termasuk juga jika ada aliran uang, ada transfer di rekening bank saya. Bila perlu audit semua harta kekayaan saya.

Lalu ?

Nyatanya ini semua tidak dilakukan. Saya heran mengapa majelis hakim tidak tertarik mengungkapnya. Malah yang dipersoalkan tentang adanya calon peserta (Ali Yasir, yang kini duduk di kursi KPU Mesuji serta Amhani, anggota KPU Tanggamus,red) yang kebetulan menumpang shalat di kamar hotel saya. Silakan periksa mereka. Apa saya mengundang mereka atau tidak. Saya tegaskan, semua hanya kebetulan. Mungkin saja mereka belum mengetahui denah atau seluk beluk hotel tempat saya, sehingga akhirnya memutuskan untuk menumpang shalat di kamar saya.

 Mba mengenal Lilis Pujiati ?

Saya kenal. Karena pernah beberapa kali bertemu saat ikut tes ujian penyelenggara pemilu. Terkait dengan urusan Lilis dan viza saya tidak tahu menahu.

 Tapi informasinya, Mba bisa menjadi anggota KPU Lampung karena pertolongan saudari Lilis ?

Lha, Lilis itukan ikut kompetisi KPU Provinsi Lampung. Tapi ternyata dalam perjalanannya, dia tidak lulus berkas. Artinya, dia mengurus dirinya sendiri saja tidak bisa. Logikanya, bagaimana dia bisa membawa atau membantu atau mengurus saya menjadi anggota KPU Lampung.

 Artinya tidak benar jika Mba membayar Rp220 juta untuk menjadi anggota KPU Lampung ?

Jelas tidak benar. Silakan saja, semua orang bebas bicara. Tapi buktinya mana. Omongan seperti itukan tidak bisa dipertanggungjawabkan.

 Dengan demikian Mba berani menyatakan jika benar-benar mengikuti proses yang “murni” saat anggota KPU Lampung ?

Tentu saja. Namanya saya ini kebetulan. Kenapa yang lulus tes CAT waktu itu hanya 14 orang. Ini mungkin keberuntungan. Saya beberapa kali ikut tes, selalu gagal di timsel. Ada apa di timsel saya tidak tahu. Kebetulan timsel kali ini tidak bisa “menggorok” saya. Dan ini saya anggap keberuntungan.

 Terkait informasi Mba sampai menjual mobil saat menjadi anggota KPU Lampung itu bagaimana ?

Ini juga keliru. Saya menjual mobil untuk memperbaiki rumah saya yang roboh. Tidak hubungan dengan seleksi anggota KPU. Kebetulan saja, waktunya berdekatan. Fitnah semua itu.

Kembali lagi ke nama-nama orang yang ada di kamar hotel bersama Mba saat proses retruitmen calon anggota KPU Kabupaten/Kota se-Lampung masih berlangsung alias belum ada pengumuman nama-nama yang akan lolos. Apakah semua memang kebetulan ?

Silakan saja dicek hasil tes mereka. Misalnya saat saya, apakah memberi nilai yang luar biasa terhadap mereka. Kan itu bisa dibuka semua, jika memang fantastis. Tidak perlu meraba-raba. Semua fakta dan datanya ada. Jangan ngawur. Kita ini diawasi Tuhan lho dalam bekerja. Kehadiran mereka waktu itu di kamar hotel, semata untuk menumpang shalat. Sekali lagi, coba konfirmasi mereka, terhadap kesaksian saya ini, apakah benar atau tidak.

 Jadi Mba merasa didzolimin dan dijebak dalam masalah ini?

Begini. Kesalahan saya kan karena bertemu Gentur. Sudah saya jelasin dimuka persidangan. Saya tak ada nomor Gentur. Dan Gentur tak ada nomor saya. Artinya tak ada komunikasi untuk janjian bertemu di suatu tempat. Lalu saat bertemu Gentur pas mau cek’out dari hotel, pemikiran sederhana saya, karena semua proses seleksi telah selesai. Seluruh nilai sudah dibawa staf KPU RI. Lalu, KPU Provinsi inikan juga tak memiliki kewenangan menentukan anggota KPU Kab/Kota. Jadi waktu itu pikiran sederhana saya, pertemuan ini sekedar silaturahmi biasa.

 Lantas bagaimana sikap atau langkah mba terkait putusan DKPP ?

Pertama saya terkejut. Semua orang awam yang tidak tahu hukum pun bisa menilai bahwa putusan ini tidak adil. Sebab banyak ketidaksesuaian dalam kesimpulan putusan dengan fakta yang terungkap persidangan. Terkait langkah, saat ini saya sedang mempelajari semua isi putusan DKPP.

Saya sendiri akan mengirim surat keberatan kepada Ketua DKPP RI dengan tembusan kepada KPU RI, Bawaslu RI, KPU Lampung dan Bawaslu Lampung. Isinya bahwa putusan ini tidak memenuhi rasa keadilan dan tendensius di politisasi, karena dari awal proses rekrutmen sampai dengan dilantiknya saya sebagai Anggota KPU Provinsi Lampung Periode 2019 – 2024, banyak pihak yang tidak menginginkan saya untuk menjabat terutama dari pihak pelapor saudara BUDIONO dan kelompoknya. Lalu dengan berbagai upaya, pelapor yang juga TIMSEL KPU Provinsi Lampung, membangun opini-opini diberbagai media cetak dan online membuat gaduh kondisi hasil seleksi dengan menciptakan opini di masyarakat bahwa saya dapat menjadi anggota KPU Provinsi Lampung AKIBAT SUAP MENYUAP yang pada akhirnya tidak dapat dibuktikan oleh pelapor, baik secara upaya hukum PIDANA maupun dalam persidangan DKPP RI. Akibat tidak terbukti adanya suap menyuap, maka pelapor dengan sedemikian rupa merekayasa berbagai cerita dengan membabi buta untuk menciptakan seolah-olah rekayasa mereka itu terjadi sehingga dapat menjadi suatu kebenaran untuk menjatuhkan saya sebagai anggota KPU Provinsi Lampung. Dan saya menyayangkan hakim DKPP RI terpengaruh dan terintimidasi didalam menjatuhkan putusan. Untuk itu saya mengucapkan “ Innallillahiwainallillahirojiun, atas matinya Demokrasi dan Integritas Hakim DKPP RI ”. Bahwa banyak fakta-fakta dalam persidangan yang dihadirkan oleh teradu dikesampingkan dan tidak dijadikan pertimbangan sebagai hak pembelaan teradu tidak bersalah dan melanggar azas-azas dan prinsip-prinsip penyelenggara pemilu. Atas kejanggalan lahirnya putusan itu, maka saya akan menempuh upaya hukum dan mencari keadilan untuk menyatakan dan membenarkan bahwa saya memang tidak bersalah, sebagaimana yang telah diputuskan. Upaya ini saya lakukan sebagai bentuk tanggung jawab saya sebagai warga negara Republik Indonesia yang menjunjung tinggi Hukum serta menegakkan EMPAT PILAR KEBANGSAAN. Turut serta menjaga pemilu berintegritas demokratis, jujur dan adil.

Oh ya, soal statment mba jika memiliki bukti-bukti ada oknum yang bermain dalam rekruitmen anggota KPU Kabupaten/Kota ?

Semua nanti akan saya ungkap jika diperlukan. Pada hakekatnya saya tidak ambisi dengan jabatan. Tapi saya juga sangat tidak ingin dizholimin. Saya hanya ingin pastikan bahwa putusan ini keliru. Bahwa DKPP itu bisa salah. Karenanya pada saatnya, pasti saya ungkap siapa-siapa saja sebenarnya bermain dalam pengisian calon anggota KPU Kabupaten/Kota di Lampung. Tunggu saja.(red/net)