JAKARTA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berbeda pandangan dengan KPU soal larangan eks Napi Koruptor ikut dalam Pemilu Legislatif 2019.
Bawaslu mempersilahkan sepenuhnya kepada partai politik apakah akan tetap mengusung mantan napi Korupsi ikut dalam Pemilihan legislatif atau tidak.
”Persoalannya apakah aturan ini dipatuhi oleh parpol atau tidak, tergantung dari parpol sendiri yang menentukan,” kata ketua Bawaslu Abhan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, (2/7/2018).
Menurut Abhan keputusan KPU yang menetapkan larangan eks Napi Koruptor nyaleg, akan membuka ruang sengketa. Menurutnya bila ada Parpol yang tetap mengusung caleg mantan napi korupsi, maka akan berujung sengketa di Bawaslu.
“Kalau terjadi demikian, UU sudah menyebutkan setiap produk SK KPU bisa jadi objek sengketa di Bawaslu. Maka nanti upaya hukumnya adalah upaya sengketa ke Bawaslu. Nanti Bawaslu yang memutuskan, apakah pencoretan atau penolakan KPU itu sesuai ketentuan UU atau tidak, Bawaslu akan memutuskan,” ujarnya.
Bawaslu sendiri tidak sependapat dengan larangan mantan napi koruptor tersebut. Menurutnya setiap aturan yang dikeluarkan, termasuk PKPU tidak boleh bertentangan dengan undang undang di atasnya.
“Sekali lagi kami bekerja atas dasar norma UU. Kerja kami tidak boleh bertentangan dengan UU,” pungkasnya.
KPU tetap berkeras melarang mantan bandar Narkoba, Napi Koruptor, serta pelaku kejahatan terhadap anak untuk ikut dalam Pemilu Legislatif 2019.
Bahkan KPU telah menuangkan larangan tersebut dalam peraturan KPU nomor 20 tahun 2018 tentang pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten atau Kota.
Dalam pasal 7 ayat (1) poin H dtuliskan bahwa “Bakal Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kotaadalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan bukan mantan terpidana Narkoba, kejahatan seksual anak, atau Korupsi.(net)