BANDARLAMPUNG � Ketua Dewan Pertimbangan DPD Partai Golkar Lampung, Alzier Dianis Thabranie mengajak semua pihak bersama-sama mengkritisi momen Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018. Caranya dengan mengawasi track-rekord dan rekam-jejak Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung yang beberapa waktu mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU), setempat. Yang tak kalah penting mengawasi kinerja penyelenggara, KPU-Bawaslu agar bersikap netral dan tidak menjadikan ajang pilkada untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok dengan mendukung atau berafliasi terhadap pasangan calon (paslon) tertentu.

Misalnya menurut Alzier, KPU-Bawaslu harus berani meneliti dan memeriksa secara mendalam Laporan Harta Kekayaan para paslon. Termasuk meneliti dan mengkaji pajak yang mereka bayarkan kekas negara.

“Termasuk paslon yang mengikuti tax amnesti. Periksa benar pembayaran pajaknya. Bila KPU-Bawaslu tidak paham, tanya kepetugas pajak. Jangan malah terkesan pura-pura dan main mata dengan paslon. KPU-Bawaslu harus berani membuka kepublik biar bisa transparan semua dan tidak menimbulkan tandatanya di masyarakat,� tutur Alzier.

Menurut Alzier, dirinya setuju dengan saran yang diungkapkan� Dr. Suwondo M.A. Dimana Sekretaris Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Lampung (Unila) meminta penyelenggara pemilu baik KPU-Bwaslu dapat melakukan tugas dan pengawasan secara maksimal. Termasuk terhadap sosialisasi paslon yang sudah dilakukan secara massif dan terang-terangan didukung pihak perusahaan atau terindikasi menggunakan uang negara.

�KPU-Bawaslu harus berani. Rakyat itu tidak buta. Mereka mengetahui mana kandidat yang disokong taipan. Masa ada mantan pensiunan PNS, bisa menyewa helikopter kalau tidak ada yang menyewakan. Catat, ini tidak benar. Rakyat saja tahu, masak KPU-Bawaslu diam saja,� tegas Alzier.

Diuraikannya kini ini rakyat Lampung masih banyak yang hidup susah. Mereka betul-betul hidup melarat.

�Karenanya semestinya KPU-Bawaslu menjalankan tugas dan fungsi secara maksimal. Sehingga pilkada bisa benar-benar menghasilkan pemimpin amanah. Jangan justru membiarkan praktek yang tidak benar. Seperti bagi-bagi uang, sembako, gelar berbagai acara dengan hadiah mobil dan lain yang tak ada manfaat buat masyarakat dalam jangka panjang.

�Bila praktek ini dibiarkan KPU-Bawaslu, akibatnya pemimpin yang terpilih nantinya justru malah gubernur yang cupel, pelit dan tidak memikirkan nasib serta masa depan rakyat lantaran hanya berpikir mengembalikan modal pilkada dan menjadi kaki tangan taipan yang mendukungnya,� tutup Alzier.(red)