BANDAR LAMPUNG � Penahanan salah satu advocat, DS terkait sengketa Terminal Kemiling disesalkan DPC Peradi Kota Bandarlampung.

Sekretaris Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Bandarlampung Rozali Umar, SH, MH bahkan meminta Kapolri Listyo Sigit memberikan perhatian khusus terhadap kasus ini

Seperti dilansir Kantor Berita RMOLLampung, Sabtu (6/2), Rozali mewakili Ketua Peradi Bandarlampung M. Ridho, SH, MH menilai penahanan tersebut sungguh memalukan dan ceroboh.

Dia berharap kesewenang-wenang tersebut, represif, dan tak beretika terhadap penegak hukum lainnya tidak boleh terulang lagi di negara hukum ini.

Dijelaskan oleh Rozali, advokat memiliki imunitas profesi sebagaimana Pasal 16, UU No. 18/2003 tentang Advokat.

�Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan,� ujarnya.

Namun, frasa tersebut telah diperluas pengertiannya oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan No.26/PUU-XI/2013 bahwa advokat dapat melakukan tindakan hukum untuk kepentingan kliennya di dalam maupun luar pengadilan.

Peran Advokat di luar pengadilan tersebut telah memberikan sumbangan berarti bagi pemberdayaan masyarakat serta pembaruan hukum nasional, termasuk juga dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan, ujar Rozali.

Berdasarkan Pasal 16 UU No. 18/2003 tentang Advokat, literalnya menjadi: advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam dan di luar sidang pengadilan.

Diketahui, Jumat (5/2) kemarin, Kasatreskrim Polresta Bandar Lampung Kompol Resky Maula membenarkan pengamanan terhadap DS di kantornya di Kemiling, Kota Bandarlampung.

Menurut Kompol Resky Maula, pengamanan tersebut terkait kasus sengketa Terminal Kemiling. Status DS telah naik menjadi tersangka setelah dilakukan pemeriksaan oleh penyidik selama 1�24 jam.

DS dikenakan pasal 192 ayat 1 KUHP tentang tindakan dengan sengaja melakukan penutupan jalan secara disengaja dan mengganggu lalu lintas umum.

Penahanan tersebut buntut dari penutup akses masuk lokasi pos retribusi Terminal Kemiling dengan bongkahan batu-batu besar, Jumat (22/1), oleh Subroto.

Dia mengklaim lokasi tersebut miliknya berdasarkan Keputusan Pengadilan No.25/Pdt.G/2020/Pengadilan Negeri Tanjungkarang.

Menurut kuasa hukumnya, David Sihombing lahan tersebut sudah sah milik klainnya.

Menurutnya, dinas perhubungan tidak memiliki hak untuk membangun tempat pemungutan retribusi (TPR) atas lahan milik Subroto.

“Kami mempertanyakan itu, entah dibangun oleh siapa, atas dasar apa, dan tadi kami minta surat tugas dari dinas perhubungan tidak ada, tidak ditunjukkan, hanya perintah atasan aja,” jelasnya.

Alasan pihaknya melakukan hal ini karena ada anggapan bahwa ada kerjasama antara pemilik lahan Subroto dengan dinas perhubungan untuk mengambil retribusi tersebut.

“Namun kenyataannya tidak, kami duga itu adalah suap terbuka karena dia ngambil duit itu melewati tanah pak Subroto, itukan ngeri sekali. Jangan sampai kita terkesan dikambing hitamkan,” ujarnya.

Sebelumnya, kata David, TPR berada dipinggir jalan sebelum dilakukan penutupan jalan, namun sekarang pindah walaupun jalan sudah tidak ditutup.

“Kita hitung-hitung tadi gak lama, sudah banyak sekali mintain duit, kemana selama itu uangnya, dikasih gak itu ke Herman HN,” jelasnya.

Menurutnya, ini masih langka awal. Nanti pihaknya akan menggugat kasus ini.

“Nanti kita akan bikin pintu kesitu, dan segera akan kita tutup semua. Inikan masih langkah awal, nantinya mereka akan kami gugat,” ujarnya. (rmol)