BANDAR LAMPUNG – Mantan Kadis PUPR Lampung Utara (Lampura), Syahbudin kembali membuat pernyataan yang dijamin menohok Bupati Agung Ilmu Mangkunegara.

Dalam persidangan Senin (13/1/2020) siang di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang, Syahbuddin mengaku rajin menyetor fee ke Agung Ilmu Mangkunegara. Dari tahun 2015, total ia sudah memberi ‘upeti’ hingga mencapai Rp85 miliar.

“Di tahun 2015 setor Rp21 miliar, 2016 Rp30 miliar, dan 2017 Rp33 miliar. Pada 2018 enggak ada, hanya sumbangan di 2019 Rp1 miliar,” ungkapnya.

Kata Syahbudin, selama waktu tersebut, ia memiliki catatan penerimaan dan penyerahan nilai fee berikut sumbernya.

“Saya catat tanggalnya dan dapat dari siapa. Tapi gak selamanya buku agenda itu saya bawa. Kalau ada penyerahan saya catat di kertas kecil dimasukan ke dompet, sumber dan darimana saja,” jelasnya.

Termasuk, kata dirinya, penyerahan ke Bupati dan aparat hukum. “Banyak yang saya catat, termasuk pada beberapa aparat hukum,” ungkapnya.

Di tahun 2018, Syahbudin mengaku pernah diperintahkan Agung untuk mencari Dana Alokasi Khusus (DAK) ke Kementerian PU.

“Saya ini kan enggak pernah kenal dengan orang pusat. Jadi saya mencari chanel itu bersifat pasif dan tidak mengetahui siapa yang bisa mengurus di Jakarta. Lalu ada Kabid yang menemui saya dan menawarkan diri untuk menjembati chanel ke Jakarta, untuk temui inisial A, seorang PNS dan dia akan mempertemukan orang pusat,” jelasnya.

Setelah itu, ia pun berkoordinasi dengan Agung dan mendapat perintah untuk melanjutkan. Lalu ia pun melanjutkan dan bertemu dengan Syamsani Sudrajat seorang politisi salah satu partai.

“Saya ketemu di sana bersama seorang PNS, beliau menawarkan ada anggaran Sumber Daya Air (SDA) untuk pengerjaan irigasi. Dengan syarat mengajukan proposal dan ada fee,” ungkapnya.

Segera dirinya menyiapkan proposal tersebut. “Cair lah dana SDA sebesar Rp50 miliar dan kami memberi fee 7 persen ke Syamsani sebesar Rp3,5 miliar di tahun 2017 untuk pengerjaan tahun 2018. Lalu di tahun 2019 kami mendapatkan lagi proyek di pusat sebesar Rp17 miliar dan wajib menyetorkan fee 5 persen sebesar Rp650 juta,” jelasnya.

JPU KPK Taufiq Ibnugroho menanyakan lagi apakah di tahun 2016 pernah menerima lagi proyek pusat dari orang yang sama. Menjawab hal itu Syahbudin menjelaskan bahwa pada 2016 pihaknya tidak melalui Syamsani Sudrajat tetapi dari politisi lainnya yakni Musa Zainudin dengan anggaran Rp60 miliar.

“Nah setelah itu kami mendapatkan lah proyek tersebut tetapi tidak penuh. Hanya Rp40 miliar dan memberikan fee sebesar Rp2,5 miliar diberikan ke Musa. Sumbernya dari anggaran PU,” ungkapnya. (rdr)