PESAWARAN – Proyek rehabilitas irigasi yang dibuat dengan anggaran hingga 4,2 miliar rupiah di Desa Kota Jawa Kecamatan Waykhilau Kabupatan Pesawaran dinilai sia-sia. Faktanya, irigasi sepanjang satu kilometer itu malah membuat pesawahan petani gagal panen.
Warga dan para petani di sana meminta Bupati H. Dendi Romadhona agar dapat turun dan melihat secara langsung bagaimana hasil bangunan irigasi tersebut, yang mengancam kegagalan panen akibat sampah dan terjangan air.
�Karena rehap irigasi itu, air kok malah dangkal. Dan bisa gagal panen apabila air meluap dan tumpukan sampah yang naek ke persawahan. Sebelumnya aliran air di sini ini lebih dalam sehingga air tidak naik,� kata petani di desa setempat yang enggan disebut namanya, belum lama ini.
Ia mengatakan, karena rehap irigasi tersebut, belakangan petani terpaksa harus menaikan tanah kembali guna menangkis terjangan air dari aliran sungai tersebut.
“Kita harus kerja lagi untuk menaikan tanah untuk tidak naik ke persawahan kita. Nih lihat mas, sampah semua tanahnya yang kita naekin ini,” jelasnya.
Sementara petani yang mempunyai berapa petak sawah di desa mengatakan, kualitas fisik lantai juga buruk.
�Kalai diinjak kejeblos atau pecah dan terkupas. Semestinya kerjaan senilai milyaran rupiah ini berkualitas, bukan sembarangan. Kalau saya memang gak paham oleh kerjaan proyek begitu. Tapi lantai kerjaan itu saat dilewati mendelep dan dalammnya itu tanah dan tidak diacik,” ujarnya.
Senada juga di sampaikan oleh petani yang sama di desa ini mengaku, irigasi membuat air menjadi dangkal. Bahkan suapan air berbentuk gorong-gorong dari sawah sebelah yang turun ke irigasi tersebut sangat lurus sehingga aliran air menjadi kecil.
“Begini mas, 1 jelas kita telat mas garap sawah karena pekerjaan irigasi sampai bulan Desember. Seharusnya kita garap sawah pada bulan November sudah selesai. Kalau ini masih garap. Eh malah irigasi ini dangkal kurang tinggi. Kalau air besar, otomatis air naik di persawahan disini,” keluhnya.
Dari pantauwan media ini irigasi tersebut selain sejajaran dengan sawah dan terkelupas lantainya tinggi, talud juga sama dengan badan jalan aspal. Dan titik akhir yang diharapkan warga sampai jembatan dapat dibangun. Namun di titik akhir hanya tumpukan-tumpukan sampah yang lolos dari penahan irigasi tersebut dan tidak ada yang dilebihi untuk bangun itu.
Sementara Kepala Seksi (Kasi) Sumber Daya Air (SDA) Sudiono saat dikonfirmasi melalui telepon seluler Rabu (23/12/20), menjelaskan, �gejolak masyarakat itu pasti ada yang pro dan kontra.
“Setau saya itu belum dibayar. Awal – awal itukan salah masang titiknya, papan nama dan lain – lainya. Saya ngertilah namanya masyarkatkan ada yang pro dan ada yang kontra,” pungkasnya. (don)