JAKARTA – Pimpinan organisasi advokat tidak boleh merangkap jabatan menjadi pejabat negara. Begitu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang digunakan bacakan Rabu (30/7/2025) kemarin.

Putusan ini sebagai hasil Perkara Nomor 183/PUU-XXII/2024 terkait uji materiil Pasal 28 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang telah dimaknai MK melalui Putusan Perkara Nomor 91/PUU-XX/2022.

Ketua MK Suhartoyo menyatakan, mengabulkan permohonan yang diajukan pengacara bernama Andri Darmawan untuk sebagian. Mahkamah lalu menyatakan bahwa norma Pasal 28 Ayat (3) yang telah dimaknai tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

“Sepanjang tidak dimaknai pimpinan organisasi advokat memegang masa jabatan selama 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 (satu) kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut, dan tidak dapat dirangkap dengan pimpinan partai politik, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, serta non-aktif sebagai pimpinan organisasi advokat apabila diangkat/ditunjuk sebagai pejabat negara,” kata Suhartoyo, saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta.

Adapun Putusan Nomor 91/PUU-XX/2022 mengatur batasan bahwa seseorang hanya dapat menjadi pemimpin organisasi advokat selama 5 tahun untuk dua periode dan tidak boleh merangkap jabatan pimpinan partai politik di pusat atau daerah.

Andri, dalam permohonannya, menilai, Putusan MK tersebut belum mengatur batasan yang melarang pimpinan organisasi advokat merangkap jabatan sebagai pejabat negara.

Andri mempersoalkan Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Otto Hasibuan, yang saat ini menjabat Wakil Menteri bidang Hukum, Imigrasi, dan Pemasyarakatan.

Ketiadaan pembatasan itu, menurut dia, menimbulkan penumpukan kekuasaan. “Menyebabkan terjadinya pemusatan dan penumpukan kekuasaan hanya pada satu orang atau kelompok tertentu saja dan konflik kepentingan (conflict of interest) yang dapat berujung pada penyalahgunaan kekuasaan,” kata Andri, dalam permohonannya. (kompas)