BANDARLAMPUNG – Penyidik Ditreskrimsus Polda Lampung terus melakukan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) berupa penyalahgunaan wewenang dalam proses pengangkatan dan penerbitan SK Tenaga Kontrak di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Metro tahun anggaran 2024 dan 2025. Penyidik bahkan telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi ahli. Langkah ini diambil guna mendalami adanya tindak pidana dalam kasus yang diduga melibatkan Eks Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKP-SDM) Pemkot Metro, Welly Adiwantara, S.STP., M.M, tersebut.
“Saksi ahli yang dimintakan keterangannya dan telah diperiksa adalah seorang akademisi dari Fakultas Hukum (FH) Universitas Lampung (Unila). Pemeriksaan telah rampung,” ujar sumber wartawan be1lampung.com, Jumat, 5 Desember 2025.
“Berdasarkan keterangan saksi ahli ini, menguatkan keyakinan penyidik bahwa benar ada penyalahgunaan wewenang dalam pengangkatan tenaga kontrak Pemkot Metro dan jelas-jelas melanggar Undang-Undang Nomor 20 tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Walikota Metro Nomor 11 tahun 2014 tentang pedoman pengangkatan dan pemberhentian tenaga kontrak dilingkungan Pemerintah Kota Metro,” ujar sumberwartawan be1lampung.com ini lagi.
Seperti diketahui perkara ini sendiri bermula dari adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa penyalahgunaan wewenang proses pengangkatan dan penerbitan SK tenaga kontrak di lingkungan Pemkot Kota Metro tahun anggaran 2024 dan 2025 yang diduga dilakukan Welly Adiwantara, S.STP., M.M. selaku Kepala BKP SDM.
Padahal berdasarkan Pasal 66 UU Nomor 20 tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara “Pegawai non-ASN atau nama lainnya wajib diselesaikan penataannya paling lambat Desember 2024. Dan sejak UU ini berlaku Instansi Pemerintah dilarang mengangkat pegawai non-ASN atau nama lainnya selain Pegawai ASN.
Namun pada kenyataannya di tahun 2024 sampai dengan 2025, Welly Adiwantara diduga tetap mengangkat dan menerbitkan SK pengangkatan tenaga kontrak. Mereka tersebar dihampir seluruh OPD (Organisasi Perangkat Daerah) Pemkot Metro dengan perincian 344 tahun 2024 dan 39 tahun 2025.
Mekanisme pengangkatan kontrak ditentukan oleh Welly Adiwantara ini dalam proses pengangkatan terindikasi adanya penerimaan gratifikasi atau kepentingan beberapa oknum di lingkungan Pemkot Metro. Dimana pada prosesnya pihak penitip tenaga kontrak memberikan dokumen surat lamaran pekerjaan melampirkan KTP, KK & Ijazah calon tenaga kontrak tujuan Walikota Metro cq. Kepala BKP-SDM yang diberikan ke Welly Adiwantara atau staf atas persetujuan dirinya.
Selanjutnya dokumen diserahkan ke Alex Destrio, S.IP., MM. (sekretaris BKP-SDM untuk diteruskan ke Eva Yuliasih (Kabid Pengadaan dan Mutasi Pegawai BKP-SDM Pemkot Kota Metro. Ini dalam rangka pencetakan/drafting SK pengangkatan tenaga kontrak.
Setelah SK dicetak dan ditandatangani Welly Adiwantara kemudian diserahkan ke pihak penitip atau OPD tempat dimana para tenaga kontrak ditugaskan sebagai dasar pembayaran gaji mereka.
Penerimaan tenaga kontrak oleh Welly Adiwantara ini sendiri dinilai bertentangan dengan Peraturan Walikota Metro nomor 11 tahun 2014. Yakni soal pedoman pengangkatan dan pemberhentian tenaga kontrak di lingkungan Pemkot Metro.
Akibat perbuatannya ini dalam hal pengangkatan tenaga kontrak tanpa didasari dengan kebutuan dan seleksi masing-masing OPD sebagai pengguna sehingga setiap tahunnya tenaga kontrak terus bertambah yang mengakibatkan beban APBD meningkat.
Sebab, dengan adanya proses pengangkatan tenaga kontrak diluar ketentuan, maka tenaga kontrak itu tidak berhak mendapatkan hak-haknya atas penerimaan gaji/upah setiap bulannya yang dibebankan atas APBD Kota Metro.
Disisi lain, Welly Adiwantara sendiri beberapa waktu lalu telah membuat laporan ke Mapolres Kota Metro. Alasannya dia merasa dirugikan akibat namanya dicatut dalam berita bohong (hoaks) dalam perkara kasus pemalsuan Surat Keputusan (SK) dan rekrutmen tenaga honorer di lingkungan Pemkot Metro. Langkah hukum ini diambil untuk membersihkan nama baik dan mencegah informasi palsu terus menyebar. Sebab, dalam pemberitaan yang beredar, namanya selalu dikaitkan dengan pemalsuan dokumen dan perekrutan ilegal tenaga honorer.
Dimana dia menilai informasi yang beredar dalam pemberitaan tidak melalui kroscek yang benar, sehingga menimbulkan informasi yang menyesatkan. Karenanya dia menghimbau, agar masyarakat lebih selektif dan kritis dalam menerima informasi yang beredar di media massa maupun media sosial.(red)


















