RISKI Enjel Pinata langsung sujud syukur usai gong dipukul sebagai tanda pertandingan berakhir. Ia menangis dan segera berlari memeluk pelatihnya di pinggir gelanggang, Andre dan Desi.

Enjel -nama panggilannya- mengambil bendera Lampung dari official dan segera berlari mengelilingi venue pertandingan. Membentangkan bendera itu di punggungnya.

Enjel sukses meraih medali emas. Sesuatu yang didambakan semua atlet.
Ia mengalahkan pesilat asal Bali, Ni Nyoman Ayu dengan skor 41-32 di Arena 3 GOR Kalimutu PON Beladiri I Kudus 2025.

“Rasanya puas banget. Kemarin di Popnas gagal (dapat emas), Alhamdulillah hari ini bisa terbayar,” kata mahasiswi semester 7 Tehnik Sipil Institut Teknologi Sumatera (Itera) ini ditanya wartawan sebelum pengalungan medali di Arena 3 GOR Kalimutu

Ia mempersembahkan medali emas itu pada kedua orangtuanya, Joni Arnedi dan Emilia, seorang guru SD di SMAN 1 Gunung Labuhan, Baradatu, Kabupaten Waykanan, Lampung.

Juga kepada ketiga adiknya, para pelatihnya serta seluruh pengurus IPSI Lampung.

Riski Enjel menangis dan berlari menuju official usai dinyatakan menang

Ingin Terus Berjuang di Pencak Silat

Enjel belajar silat sejak kelas 4 SD. Berawal dari kegiatan ekstrakurikuler di sekolahnya.

Dan ketertarikan pada pencak silat didukung penuh ayahnya, Joni Arnedi, seorang wiraswasta di Baradatu, Waykanan

Bakat Enjel terasah. Dimulai dari seleksi Popda, kemudian Porprov hingga dia masuk dalam IPSI Lampung. Sebelum PON Kudus, Enjel meraih perak di Pomnas 2025 di Jawa Tengah.

Enjel ingin terus berjuang di pencak silat. Ia tertantang mengalahkan lawan-lawan yang sudah pengalaman. Seperti dari NTT dan NTB

“Saya berprinsip, kalau lawan bisa menang dari orang lain, belum tentu bisa mengalahkan saya,” kata pesilat kelas A Putri ini. (*)