JAKARTA – DPR RI telah bersepakat untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyesuaian Pidana menjadi Undang-Undang. Kesepakatan ini diambil dalam rapat paripurna DPR ke-10 masa sidang II tahun sidang 2025-2026 di DPR pada Senin (8/12).
Dalam rapat, sebelum pengesahan, Wakil Ketua Komisi III DPR, Dede Indra Perdana, terlebih dahulu menjelaskan isi dari draf RUU Penyesuaian Pidana di hadapan 158 anggota yang hadir.
Setelahnya, Dede memberikan draf RUU Penyesuaian Pidana yang sudah diteken Komisi III dan pemerintah kepada pimpinan rapat, yakni Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad. Ia juga memberikan draf tersebut ke Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas yang hadir dalam rapat.
Pengesahan pun kemudian dipimpin oleh Dasco.
“Tibalah saatnya kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap RUU penyesuaian pidana, apakah bisa disetujui dan disahkan menjadi Undang-Undang?”
“Setuju!” jawab seluruh anggota.
Dasco meminta persetujuan sekali lagi kepada seluruh anggota.
“Sidang dewan yang terhormat, berikutnya kami akan menanyakan sekali lagi kepada seluruh anggota apakah RUU tentang Penyesuaian Pidana dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang?” tanya Dasco.
“Setuju!” seru seluruh anggota.
“Terima kasih,” jawab Dasco.
Dasco pun mempersilakan Supratman untuk memberikan pandangan akhir pemerintah mewakili Presiden Prabowo Subianto. Usai pandangan Supratman, Dasco sekali lagi bertanya kepada seluruh anggota apakah RUU itu disetujui. Seluruh anggota pun sekali lagi berteriak “setuju!”.
Rancangan Undang-Undang tentang Penyesuaian Pidana memuat tiga pokok pengaturan yakni:
- Penyesuaian pidana terhadap undang-undang di luar KUHP, termasuk penghapusan pidana kurungan, penyesuaian kategori pidana denda, dan penataan ulang ancaman pidana agar konsisten dengan buku kesatu KUHP.
- Penyesuaian pidana dalam peraturan daerah yang membatasi kewenangan pemidanaan hanya pada pidana denda paling tinggi kategori III, serta menghapus pidana kurungan dalam seluruh peraturan daerah.
- Penyempurnaan terhadap beberapa ketentuan dalam KUHP untuk memastikan pelaksanaannya efektif, jelas, dan tidak menimbulkan multi tafsir. (kumparan.com/net)


















