Birokrasi pemerintah (baca: ASN) merupakan suatu kekuatan yang besar sekali, sebab kegiatannya menyentuh setiap kehidupan manusia. Baik suka atau tidak suka manusia tidak bisa lepas dari kegiatan birokrasi pemerintah. Kebijakan yang dibuat (dijalankan) oleh birokrasi sangat berpengaruh terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat. Suka atau tidak suka, manusia yang hidup dalam suatu daerah atau negara tertentu harus mau menerima suatu kebijakan yang telah di buat oleh birokrasi.
Birokrasi yang ideal adalah birokrasi yang mampu memelihara dan meningkatkan kinerja produktif sehingga dapat memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Langkah konkrit dan utama yang dibutuhkan itu adalah mendorong semangat kerja di lingkungan birokrasi dan meningkatkan kapasitas aparatur birokrasi agar memiliki pengetahuan manajemen pemerintahan yang memadai serta memiliki performance yang handal, karena dalam keseharian saat ini birokrasi cenderung dipersepsikan dalam makna yang kurang bagus karena identik dengan prosedur yang berbelit-belit, tidak efisien, lamban, menghambat, mengisap, korup, dan sebagainya.
Struktur dan orientasi birokrasi demikian merupakan implikasi dari penerapan prinsip-prinsip model birokrasi rasional versi Max Weber.
Para birokrat lokal bekerja atas dasar merit system, yaitu kecakapan dan keahlian, bukan suka atau tidak suka. Birokrat lokal adalah pejabat karier yang jabatannya berdasarkan pengangkatan, bukan atas dasar pemilihan. Maka dari itu tidak mempunyai afiliasi/kecenderungan pada partai politik (netralitas birokrasi). Birokrat lokal tertutup bagi partai politik dan partai politik pun dilarang mengintervensi birokrat lokal sekalipun Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah berasal dari partai politik/gabungan partai tetapi tidak serta merta dapat menginfiltrasikan kepentingan partai di dalam kebijakan pemerintah daerah sehingga aparatur pemerintah daerah dapat bekerja secara profesional dan mampu untuk menyeimbangkan berbagai tuntutan yang ada di masyarakat.
Menyorot Netralitas ASN dalam Pemilu/Pilkada
Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) bertugas melakukan pengawasan yang mengandung 4 (empat) aktivitas yaitu mengamati, mengkaji, memeriksa, dan menilai, apakah proses penyelenggaraan Pemilu/Pilkada sesuai peraturan perundang-undangan atau tidak. Hal tersebut merupakan amanah peraturan perundang-undangan yang telah menjadi komitmen bersama, tidak terkecuali dalam hal ini adalah pengawasan terhadap netralitas ASN. Ketidaknetralan ASN dalam Pemilu/Pilkada sangat sulit dihindari dan hal ini pada akhirnya juga menjadi sorotan media maupun masyarakat luas dalam setiap perhelatan Pemilu/Pilkada, khususnya di daerah yang terdapat incumbent (petahana).
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa di beberapa daerah di Provinsi Lampung, terdapat indikasi yang mengarah kepada ASN dan tentunya kejadian serupa harus segera diantisipasi/diwaspadai agar tidak terjadi di daerah lain melalui upaya pencegahan. Upaya pencegahan yang sudah dilakukan adalah menyampaikan surat himbauan (peringatan dini) kepada Sekretaris Daerah, termasuk Badan Kepegawaian Daerah sebagai unsur satuan kerja perangkat daerah yang membidangi tata kelola kepegawaian daerah agar para ASN bersikap netral sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, Undang? Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil, serta Peraturan Pemerintah� Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan kemudian diterjemahkan secara teknis melalui surat dari KASN Nomor : B-2900/KASN/11/2017 tertanggal 10 November 2017 tentang Pengawasan Netralitas Pegawai ASN pada Pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2018, serta surat dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor : B/71/M.SM.00.00/2017 tertanggal 27 Desember 2017 tentang Pelaksanaan Netralitas bagi ASN pada Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2018, Pemilihan Legislatif Tahun 2019, dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019.
Oleh karenanya, apabila upaya pencegahan tersebut tidak dilaksanakan dengan baik oleh pihak terkait maka sanksi terhadap dilanggarnya peraturan-peraturan tersebut sudah disiapkan dan sangat beragam jenisnya, mulai dari yang ringan sampai berat baik yang bersifat lisan maupun� tertulis, bahkan disiapkan juga sanksi pidananya. Komisi ASN (KASN) tentunya akan melakukan klarifikasi dugaan keterlibatan dalam Pemilu/Pilkada apabila ada ASN yang terindikasi tidak mampu menjaga netralitasnya. Artinya secara moral, ASN yang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) memang dituntut untuk bekerja sesuai dengan kode etik dan kode perilaku sehingga perannya sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme tidak terkooptasi oleh kepentingan politik yang bertarung di dalam Pemilu/Pilkada.
Tidak hanya itu, apabila diketahui dan terbukti, misalnya terdapat ASN yang terlibat pada masa kampanye menurut Pasal 188 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, akan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah). Hukuman ini terkesan ringan, akan tetapi apabila dilihat dari perspektif kode etik dan nilai ? nilai dasar ASN, maka tentu saja akan ada sanksi moral dan tindakan administratif yang akan dikenakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yang akan diberikan oleh instansi yang berwenang.
Sampai dengan saat ini, walaupun belum ada penetapan calon kepala daerah/wakil kepala daerah, Panwaslu Kota Bandar Lampung telah memproses temuan ? temuan terkait dengan dugaan ketidaknetralan ASN, mulai dari yang hanya berfoto dengan meneriakkan salah satu nama pejabat yang akan menjadi calon kepala daerah, menggunakan atribut partai politik, keberadaan banner ucapan selamat atas peresmian sebuah program pemerintah daerah, termasuk berfoto bersama bakal calon wakil kepala daerah dengan mengikuti simbol tangan/gerakan yang digunakan. Atas temuan-temuan tersebut Panwaslu Kota Bandar Lampung merekomendasikannya kepada Inspektorat Kota Bandar Lampung, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), maupun Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
Catatan Penutup
ASN yang baik adalah yang mampu memberi kepada masyarakat apa yang mereka butuhkan, bahkan sebelum masyarakat itu sendiri memintanya. Dalam keadaan seperti ini, hati nurani ASN adalah hati nurani dari masyarakat itu sendiri. Ini berarti ASN merupakan pengatur sekaligus pelayan masyarakat yang memberikan pelayanan secara profesional, jujur, adil dan merata, bekerja secara efektif, efisien dan ekonomis dalam rangka penyelenggaraan tugas negara untuk mencapai tujuan negara yang secara kontekstual juga ikut bertanggung jawab terhadap kesejahteraan dan kepuasan masyarakat sebagai pihak yang dilayani (provider).
Etika pemerintahan mengamanatkan agar ASN memiliki rasa kepedulian yang tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik, siap mundur apabila dirinya melanggar aturan perundang-undangan dan sistem nilai demi terciptanya suasana harmonis antar pelaku dan antar kekuatan sosial politik serta kelompok kepentingan untuk mencapai sebesar-besarnya kemajuan bangsa dan negara dengan mendahulukan kepentingan bersama dari pada kepentingan kelompok atau golongan.
Bersama Rakyat Awasi Pemilu, Bersama Bawaslu Tegakkan Keadilan Pemilu?. Wallahu?alam�bisawab. (*Anggota Panwaslu Kota Bandar Lampung)