TERJADINYA keretakan pada dinding beton proyek flyover Mal Boemi Kedaton (MBK) Bandarlampung agaknya menghentak kita semua. Memang ada sesuatu yang “tidak beres” pada pengerjaan proyek yang terkesan dipaksakan tersebut.
Berawal dari Surat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpu-Pera) nomor HK.05.02-Mn/656 tanggal 27 Juli 2017 tentang Pelaksanaan Pembangunan Flyover di Ruas Jalan Nasional yang ditujukan ke Walikota Herman HN. Isinya Penghentian pembangunan Flyover MBK Bandarlampung.
Dalam surat yang ditandatangani Sekretaris Jenderal Kemenpu-Pera Prof. Anita Firmanti ini terdapat tiga poin pertimbangan. Pertama, Pemkot Bandarlampung harus menyampaikan dokumen readiness criteria (FS, DED, Amdal/UKL-UPL dan Andalalin) untuk dikaji Dirjen Bina Marga. Kedua, pembangunan flyover MBK di atas jalan nasional dapat dilakukan bila terbit secara resmi surat perjanjian kerjasama pelimpahan pengelolaan aset jalan nasional. Dimana salahsatu poin yang disepakati adalah jaringan jalan yang berkaitan dengan flyover MBK akan diserahkan pengelolaan kepada Pemkot Bandar lampung.
Lalu poin ketiga dijelaskan pelaksanaan pembangunan flyover harus berpedoman pada UU No. 38/2004 tentang Jalan, PP No 34/2006 tentang Jalan beserta peraturan pelaksanaannya. Memperhatikan hal ini, maka pembangunan flyover MBK agar dihentikan sampai readiness criteria memenuhi dan izin pelaksanaan di aset jalan nasional kepada Pemkot diterbitkan Kementerian PU-Pera.
Namun anehnya meski ada surat Kemenpu-Pera, aktifitas pembangunan flyover MBK ini terus “berjalan”. Ada kesan bahwa surat tersebut “diabaikan”.
Dan efeknya dapat dilihat sekarang. Belum saja selesai, proyek yang menelan dana puluhan miliar dari hasil Pemkot Bandarlampung berhutang tersebut, sudah mengalami “kerusakan”. Ini menyusul ditemukan keretakan konstruksi dinding beton flyover MBK. Sedikitnya ada dua retakan di dinding flyover MBK. Selain di depan Rumah Makan Bumbu Desa, keretakan pada sambungan beton juga terjadi di dinding depan Gang Balau. Titik retakan kedua ini juga masih sejajar dengan yang pertama, yaitu dinding sebelah kiri flyover dari arah Rajabasa ke Tanjungkarang.
Dapat dipastikan bahwa pelaksana kontraktor proyek akan ramai-ramai membantah temuan yang dapat dilihat dengan mata telanjang ini. Ada statment dan alasan dinding tidak retak, tapi sambungan beton yang tersusun itu belum tersambung.
Jujur saya tidak paham dengan “manajemen” konstruksi. Yang pasti secara kasat-mata kita semua memang melihat ada keretakan pada pengerjaan proyek ini.
Dan tentunya ini harus menjadi perhatian kita semua. Termasuk juga DPRD Kota Bandarlampung atau DPRD Provinsi Lampung hingga jajaran aparat penegak hukum seperti Kepolisian dan Kejaksaan. Untuk benar-benar mencermati permasalahan ini. Jangan sampai ada kesan “membenarkan atau membela” secara sepihak apa yang disampaikan kontraktor pelaksana. Malah hingga “pasang badan” mengajak wartawan berkelahi.
Untung semuanya belum terlambat. Untung Tuhan YME sangat berbaik hati memberikan “tanda-tanda”Nya. Dan untung pula semuanya belum memakan korban. Sebagaimana terjadi pada flyover tol Pasuruan-Probolinggo (Paspro) di Desa Cukurgondang, Kecamatan Grati, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur yang ambruk hingga menimbulkan korban jiwa.
Jangan sampai pribahasa sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna terjadi dengan kita semua. Dimana tindakan atau setiap perbuatan, hendaknya dipikirkan dahulu baik-baik sebelum dikerjakan agar tidak timbul penyesalan di kemudian hari. Sebab hanya orang bodoh atau hewan keledai yang bisa terjatuh dalam lubang yang sama.
Padahal sekali lagi Tuhan YME sudah sangat sayang dengan kita semua. DIA masih berkenan memberikan petunjuk dan tanda-tanda kebesaran-NYA. Tinggal kita lagi sekarang mau atau tidak merespon petunjuk atau tanda-tanda tersebut. (wassalam)