Hari masih pagi buta, saya baru pulang shalat subuh dari masjid, ketika HP berdering berkali-kali, saya lihat yang menelpon, saya kaget, Irjen Kemerinting telpon saya subuh-subuh, pasti ada yang darurat dan penting, meskipun ia teman saya dulu waktu sama-sama kuliah di Undip Semarang. �Assalamu�alaikum pak Eddy, ada dimana, sehat?� tanyanya. �Ada di Lampung Prof, alhamdulilah sehat� jawab saya.

Setelah basa-basi tanya keluarga dan teman-teman alumni Undip, ia mulai menanyakan keadaan kampus, maklum gaya Irjen melakukan investigasi informal, sebelum mungkin ia merjunkan tim inspektorat untuk memeriksa. �Kampus baik-baik saja Prof� kata saya.

�Kami banyak dapat laporan tentang kampus anda. Ini ada laporan tentang oknum yang memonopoli proyek-proyek pembangunan kampus juga tentang ketidakberesan ULP, sehingga ada pembangunan gedung di FK yang ditunda pelaksanaannya� ujarnya.

Saya diam sejenak, karena tidak begitu paham tentang masalah proyek-proyek tersebut, tetapi memang saya baca di FB Gunawan Handoko tentang karut marut proyek pembangunan di kampus, tetapi saya tidak paham mendetailnya.

�Ya tidak apa-apa kalau anda tidak paham, biar nanti akan diterjunkan tim yang akan periksa� katanya. �Kalau kasus Marully Hendra Utama, dosen FISIP yang dipenjara itu anda paham tidak? Bisa diceritakan� tanyanya.

�Sedikit paham Prof, sebagaimana tercantum dalam surat dakwaan di persidangan dan diberitakan pada beberapa medsos, awalnya Marully melaporkan ada dosen yang waktu itu menjadi anggota KPU Metro menerima uang Rp 20 juta. Laporannya kepada dekan, tetapi karena tidak ada tanggapan, Marully melapor ke rektor, semula ditanggapi, tetapi kemudian disuruh lapor ke dekan. Karena merasa saluran laporannya bumpet, ia menulis beberapa kata di FB yang dikualifikasikan pencemaran nama baik� kata saya menjelaskan.

�Ada saksi tidak waktu ybs menyerahkan uang?� tanyanya �Ada Prof. Ada saksi temannya dan isterinya yang melihat penyerahan uang. Dalam perkembangannya ada saksi 2 orang dosen juga yang mengetahui peristiwa itu�.

�Itu pelanggaran Kode Etik Dosen� katanya �Dalam Permendikbud dan Peraturan Rektor tentang Kode Etik, khan ada larangan Dosen menerima segala bentuk pemberian. Bagi dosen yang mengetahui, tetapi tidak melaporkan adanya pelanggaran, dosen tersebut juga dianggap melanggar Kode Etik, sama-sama dapat disanksi� katanya menjelaskan. Saya menyimak penjelasan Pak Irjen yang memang sangat paham tentang peraturan yang dibidanginya tersebut.

�Bagi atasan yang menerima laporan tentang adanya pelanggaran Kode Etik harus melakukan tindakan seperti memanggil pelaku yang dilaporkan dan membentuk Komisi Etik untuk memeriksa pelanggaran Kode Etik. Bagi atasan yang tidak melakukan hal-hal yang diatur dalam penegakan Kode Etik tersebut, atasan dikenakan sanksi juga, karena dianggap persekongkolan jahat� jelasnya.

Jadi pada intinya, sebagaimana ketentuan yang terdapat dalam Permendikbud dan Peraturan Rektor bagi dosen yang mengetahui adanya pelanggaran Kode Etik tetapi tidak melaporkan, maka dosen tersebut dianggap melanggar Kode Etik, sehingga dapat dikenakan sanksi Kode Etik. Bagi atasan yang tidak menindaklanjuti laporan tentang pelanggaran Kode Etik, maka atasan dapat dikenakan sanksi.

Dalam doktrin hukum pidana hal ini dikenal dengan pro parte dolus pro parte culpa, artinya berdasarkan pengetahuan yang dimiliki para dosen atau atasan tersebut sudah mengetahui atau setidak-tidaknya patut menduga bahwa ada dugaan penerimaan dana sebesar Rp 20 juta kepada seorang dosen yang melanggar Kode Etik, tetapi dosen yang mengetahui tidak melaporkannya, sedangkan atasan tidak menindaklanjutinya, maka baik dosen maupun atasan tersebut dapat dikenai sanksi sebagaimana ketentuan yang terdapat dalam Kode Etik.

Kalau aturannya sudah jelas begitu, maka saya heran juga, kenapa ada dosen yang tahu tentang peristiwa itu ketika diperiksa polisi mengaku tidak tahu. Begitu juga dekan dan rektor tidak menindaklanjuti laporan dari Marully tentang adanya dugaan pelanggaran Kode Etik.

�Kalau atasan tidak menindaklanjuti yang kata Pak Irjen sebagai persekongkolan jahat. Jadi kemana Marully harus lapor pak?� tanya saya.�Laporkan saja pada kami� jawabnya tegas. Waduh saya kaget juga, masalah yang sebenarnya kecil dan sepele, sekarang sudah menjadi masalah nasional, bahkan yang menyedihkan sebagai terlapornya dekan dan rektor karena melakukan persekongkolan jahat.

Sekarang tergantung Marully mau melaporkannya atau tidak, termasuk melaporkan adanya 2 orang dosen FISIP yang juga melanggar Kode Etik demi melindungi temannya yang melanggar Kode Etik. (*Konsultan Hukum dan Direktur Utama Garuda Institut)