BANDAR LAMPUNG – Sidang kasus dugaan pengrusakan hutan mangrove jadi kolam budidaya tambak udang atau ikan dengan terdakwa Harsono bin Ambotang digelar berbeda.
Sidang yang biasanya dilakukan di Pengadilan Tanjungkarang, tapi Senin (6/11/2023) kemarin sidang ke delapan yang dilakukan di lokasi mangrove (sidang lapangan/descente), yang diduga dirusak Harsono di Jl. Teluk Bone, Kelurahan Kotakarang, Kecamatan Tanjungkarang Timur, Kota Bandarlampung.
Hadir pada sidang lapangan, penuntut umum Yani Mayasari, SH, MH dan majelis hakim dipimpin Uni Latriani, SH, MH serta anggota Sini Noviarini, SH, MH dan Dedy Wijaya Susanto, SH, MH. Lurah Kotakarang Bambang ikut menyaksikan sidang bersama jajarannya.
Advokat� Syamsul Arifin, SH, yang mendampingi Harsono mengaku menemukan data baru bahwa lahan yang dijadikan bakal tambak tradisional:
1. Luasnya tidak lebih dari 400-500 M2.
2. Lokasi yang digunakan merupakan sisa-sisa dari orang-orang yang mengkavling-kavling dan menebang pohon mangrove yang ditinggal karena dilarang kelurahan.
3. Harsono tidak menebang mangrove karena lahannya sudah bersih dari pohon mangrove.
“Klien saya hanya membersihkan dan menggali secara manual sekitar enam bulan agar bisa buat budi daya udang atau ikan,” katanya.
Syamsul Arifin mengatakan terdorong membela Harsono semata prihatin melihat kehidupan keluarganya yang tinggal di belakang Kantor Kelurahan Kotakarang.
“Dia hanya rakyat kecil yang ingin menghidupi keluarganya, bukan juragan,” katanya.
Diketahui, kasus ini berawal dari laporan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung ke Ditreskrimsus Polda Lampung, Selasa (28/4/2023). Pihak kepolisian bersama Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung menemukan benar penebangan itu di kawasan zona konservasi mangrove seluas 2500 m2.
Atas perbuatannya, terdakwa dikenakan UU RI No. 27 Tahun 2007 dan UU RI No.1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil jo UU RI No. 6 Tahun 2023 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI No. 2 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
(helloindonesia)