BANDARLAMPUNG � Mantan Ketua KADIN Provinsi Lampung M. Alzier Dianis Thabranie mempertanyakan peran asosiasi yang bergerak di jasa konstruksi. Terutama dalam mengawasi pelaksanaan program pembangunan proyek APBD Provinsi/Kota/Kabupaten se-Lampung. Dimana pelaksanaan sebagian besar proyek diduga dikuasai etnis tertentu.

�Yang saya justru heran dan tanda besar mengapa berbagai asosiasi terkesan diam, tidak berani bersikap kritis. Padahal saya yakin, mereka mengerti tentang praktek �Ijon� proyek APBD Provinsi/Kota/Kabupaten se-Lampung termasuk juga yang dikelola Perguruan Tinggi Negeri (PTN),� tegas Alzier.

Menurut Alzier, di Indonesia banyak sekali asosiasi yang bergerak di jasa konstruksi. Seperti Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (GAPENSI), Gabungan Perusahaan Nasional Rancang Bangun Indonesia (GAPENRI) dan Gabungan Perusahaan Kontraktor Nasional (GABPEKNAS).

Kemudian Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI), Asosiasi Kontraktor Air Indonesia (AKAINDO), Asosiasi Kontraktor Listrik dan Mekanikal Indonesia (AKLI)
dan Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (INKINDO).

Selanjutnya Asosiasi Aspal Beton Indonesia (AABI),
Asosiasi Perusahaan Pengelola Alat Berat/Alat Konstruksi Indonesia (APPAKSI), Asosiasi Perusahaan Survey dan Pemetaan Indonesia (APSPI) dan �Asosiasi Perawatan Bangunan Indonesia (APBI).

Serta Asosiasi Perusahaan Nasional Telekomunikasi (APNATEL),
Asosiasi Pengusaha Konstruksi Nasional Indonesia (ASPEKINDO) serta Asosiasi Kontraktor Konstruksi Indonesia (AKSI).

Lalu Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia (GAPEKSINDO),
Asosiasi Kontraktor Umum Indonesia (ASKUMINDO),
Asosiasi Kontraktor Sumber Daya Air Indonesia (AKSDAI),
Asosiasi Kontraktor Mekanikal Indonesia (AKMI),
Asosiasi Kontraktor Jalan dan Jembatan Indonesia (AKJI) dan Asosiasi Kontraktor Gedung dan Pemukiman Indonesia (AKGEPI) serta
Gabungan Pengusaha Kontraktor Nasional Indonesia (GAPEKNAS)
dan Gabungan Perusahaan Kontraktor Air Indonesia (GAPKAINDO).

�Dan masih ada beberapa asosiasi yang lainnya. Pertanyaan� mengapa mereka diam dan terkesan tidak peduli terhadap kondisi carut marut seperti ini di Lampung,� tandas Alzier.

Alzier mengilustrasikan, dalam setiap paket proyek, kontraktor� diminta harus setor antara 20-25% dari nilai PAGU. Kemudian pajak 11,5%, retensi 10%, untuk PPK 2,5%.� Totalnya 44% yang diduga hilang.

�Jadi bagaimana dengan kualitas pembangunan nantinya. Sudah dapat dipastikan hancur lebur karena tidak sesuai perencanaan. Ini harusnya menjadi tugas kita semua untuk melakukan pengawasan. Tidak hanya berbagai proyek yang ada pada APBD Provinsi. Tapi juga mencakup proyek APBD Kabupaten/Kota se-Lampung,� tambahnya.

Seperti diberitakan Alzier yang juga Ketua Dewan Pertimbangan DPD Partai Golkar Provinsi Lampung Senin (19/3) bersilaturahmi dengan Pjs Gubernur Lampung Didik Suprayitno. Dalam pertemuan ini, Alzier menyampaikan beberapa harapan sebagai Putra Daerah Lampung.

Menurut Alzier dia menyampaikan kekecewaan jalannya pembangunan di Lampung ke Pjs Gubernur Lampung. Terutama soal pelaksanaan sebagian besar proyek APBD Provinsi hingga Kabupaten/Kota yang ternyata dikuasai etnis tertentu.

�Untuk itu saya minta, Pjs Gubernur mengkaji dan membenahi menyeluruh pelaksanaan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Lampung, Terutama pada proyek-proyek fisik di Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pengairan, Dinas Kesehatan hingga Dinas Pendidikan. Hampir semua paket pekerjaan ini dimonopoli etnis tertentu. Sehingga penduduk asli Lampung atau kontraktor lokal tidak menikmati kue pembangunan yang ada dan hanya jadi penonton,� tegas Alzier.

Menurut Alzier di depan Pjs Gubernur dirinya sudah menyampaikan beberapa nama kontraktor yang memonopoli proyek APBD Provinsi/Kabupaten/Kota se-Lampung. Mereka adalah kontraktor yang berasal dari etnis tertentu yakni R, A, C, S. Nama-nama ini yang berani membayar setoran dimuka atau meng-�ijon� proyek-proyek ke beberapa pejabat di Lampung.

�Akibatnya sekali lagi kontraktor lokal hanya jadi penonton dan hanya bisa gigit jari. Ini juga termasuk proyek-proyek pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Lampung yang juga mereka kuasai. Jika ini dibiarkan, cepat atau lambat bisa meledak, dan menimbulkan keresahan di masyarakat,� tukas Alzier.

Untuk itu, Alzier meminta Pjs Gubernur segera melakukan pembenahan. Caranya mengevaluasi tender-tender yang telah dilakukan baik oleh Pemprov/Pemkab/Pemkot sehingga PTN.

�Sebagai pembina pemerintahan tertinggi dan wakil pemerintah pusat di daerah, Pjs Gubernur memiliki kewenangan tersebut. Jika mengharapkan kiprah anggota DPRD tak mungkin. Mereka bisa saja juga turut menikmati. Saya harap Pjs Gubernur membongkar semua tender yang telah digelar. Lakukan tender ulang secara terbuka dan transparan. Jika ini tidak dibenahi, saya nanti yang akan menghadap Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Raharjo untuk melaporkan secara langsung,� janji Alzier.

Lantas bagaimana respon Pjs Gubernur terhadap sarannya ini ? �Pjs Gubernur berjanji segera mengambil langkah untuk melakukan evaluasi. Jadi kita tunggu saja,� tegasnya.

�Mengapa ini saya sampaikan ? Karena saya yakin, Pjs Gubernur belum tahu banyak tentang Lampung. Supaya beliau tidak masuk lagi ke dalam lubang yang salah. Intinya, saya minta Lampung ini harus baik. Ke depan pemimpin Lampung harus baik. Jangan pemimpin Lampung tukang bohong, maling, koruptor, rusak kita semua nantinya,� tambahnya.(red)